BETARAKALA DIJAMAN MODERN, SIAPAKAH DIA?

Didalam lingkungan masyarakat Indramayu seringkali kita mendengar upacara ruatan, yakni upacara penghapus perkara yang membuat kesialan hidup, dimana perkara tersebut dikategorikan masuk dalam 40 jenis yang 'dimangsa' Betara Kala. Upacara ini diisi pegelaran wayang tanpa soundsystem dengan dalang khusus semalam suntuk dengan kisah Sang Betara Kala, dan penonton tidak boleh pulang sebelum acara tamat agar tidak 'dimakan' Betara Kala. Tapi acara ini sudah jarang dilakukan mungkin karena sudah tidak relevan dengan jaman sekarang dan 'mahalnya' acara ini disamping dianggap membuka aib keluarga. Lalu kisah Sang Betara Kala sendiri bagaimana? Berikut penulis paparkan ringkasannya secara lugas untuk anda:

Diceritakan di Swargaloka isteri Betara Guru, dewi Uma, diketahui selingkuh dengan dewa lain (mungkin agak binal waktu chattingan di media jejaring sosial sambil denger lagu Melanggar Hukum). Akhirnya dewi Uma dicerai dan diusir ke Bumi dari khayangan oleh Betara Guru dan syah menurut pengadilan agama setempat. dewi Uma mengalami depresi dan tekanan bhatin berat luar biasa hingga tak bisa mengurus diriny sendiri dan putus asa dan dia ekspresikan melalui puisi di laptopnya yang oleh dalang digambarkan sebagai buta wanita yang bernama Betari Durga yang hidup di Sentra Ganda Mayit. Tapi karena sering curhat pada pohon (atau mungkin di facebook) dan rumput yang bergoyang lambat laun dewi Uma kembali berubah menjadi wanita yang cantik bahkan lebih cantik (padahal tidak ada salon lho) setelah melalui proses 'pengisyafan dan instropeksi diri' dengan semedi disebuah curug di Sentra Ganda Mayit.
Batari Durga

Sementara Betara Guru yang 'ngejomblo' iseng buang bete jalan-jalan ke bumi dengan 'terbang' kesana kemari (belum ada motor gede saat itu) setelah beberapa tahun men 'talak tiga' sang istri dengan marah-marah alias emosi tingkat tinggi. Perjalanan Betara Guru sampailah diatas curug di Sentra Ganda Mayit, sebagai pria 'kesepian' dia terangsang melihat wanita cantik yang ada disana, dia lupa jika wanita itu adalah dewi Uma mantan istrinya.
Betara Guru kemudian turun setelah melihat sekeliling sepi dan memastikan tidak ada kamera dan infotainment. Lalu merayu dewi Uma untuk berhubungan seks dengan janji dinikahi dan karena sudah dikuasai nafsu seksnya dia 'memperkosa' dewi Uma yang tak berdaya, yang sebenarnya juga 'kangen' sama mantan suaminya itu (sama-sama bejatnya dong), hubungan mereka diluar pernikahan walau mantan suami isteri tetap aja salah kata pak Ustad. Perbuatan dosa ini akhirnya membuahkan anak dan mungkin karena waktu 'bikinnya' ilegal sang anak tidak diakui sang bapak (yang pejabat khayangan) dan parahnya oleh sang ibu dititipkan ke pengasuh yang juga ditelantarkan begitu saja. Sang anak tadi tumbuh menjadi sosok yang nakal dan jahat, yang digambarkan dalam bentuk wayang raksasa (menteror dan menakut-nakuti mirip debt collector), perut buncit dan gigi bertaring (karena suka makan yang tidak halal, suka merampas hak orang lain dan korupsi), muka merah dan mata melotot (tidak punya budaya malu, pemarah dan pemabuk) dan rambut acak-acakan (pemalas).
Singkat cerita karena kisah ini banyak menggunakan kiasan atau bahasa buntelan, oleh sang dalang Sang Betara Kala menjadi sumber penyebab segala bencana (kenyataanya aja dalam kehidupan sehari-hari orang yang seperti Betara Kala emang bikin rese, troublemaker, sekarepe dewek dan illfell).
Batara Kala
 Pengarang kisah Sang Batara Kala ini mungkin dulu ingin menyampaikan nasehat pada penonton melalui wayang sebagai media terfavorit dan gaul abis, oleh sebagian penonton ada yang bisa membaca pesan yang disampaikan sang dalang yang kemudian disebarkan tapi ada juga yang mempertahankan 'kiasan-kiasan' dalam ceritanya dengan alasan tabu jika uraikan bahkan diarahkan ke pengertian yang salah umpamanya Betara Kala itu ada, dan harus diusir dengan diruwat. Sebagian penonton yang lain tidak membaca visi ceritanya karena yang penting seru dan happy ending, dan untungnya tidak ada kesempatan sawer sama sinden jadi tertib.
Kisah selanjutnya dalam cerita Sang Betara Kala adalah Betara Kala yang haus darah mengejar sang dalang kemanapun dia sembunyi tetapi selalu ketemu dan pada saat yang sama sang dalang (Kresna) menyampaikan wanti-wanti jangan begini-begitu sebab nanti akan dimakan (menjadi korban) Betara Kala.

Pada bagian ini penulis tidak akan mengulasnya karena sudah tidak relevan lagi dengan jaman sekarang.
Kisah Betara Kala adalah produk budaya dan produk budaya jangan menjadi keyakinan yang membuta. Tapi jika kita berbudaya maka ada pesan moral dalam kisah Betara Kala yang wajib direnungkan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel