Syekh Abdul Manan bin Asnawi Paoman Indramayu (2)

Pesatnya pengaruh Tarekat Naqsyabandiyah, selain karena mendapat pengikut dari kebanyakan orang Islam juga dikarenakan mendapat dukungan dari kalangan bangsawan dan sebagian birokrat pribumi. 

Salah satu landasannya adalah laporan K. F. Holle, Penasehat Kehormatan untuk urusan bumiputera yang bertempat tinggal di Bandung. Pada tahun 1886, K.F. Holle melaporkan kepada Gubernur Jenderal di Batavia bahwa tarekat Naqsyabandiyah telah berkembang dengan pesat, khususnya di daerah Cianjur. 

Menurutnya, di Cianjur hampir seluruh bangsawan telah bergabung dengan Tarekat Naqsyabandiyah, bahkan Residen Priangan mengangkat orang-orang fanatik dari pengikut tarekat ini sebagai penghulu di Cianjur dan Sumedang. 

Bupati Sumedang sendiri memberi dukungan kepada kalangan fanatisme itu (Bruinessen, 1995). Hal ini merupakan langkah strategis bagi para guru tarekat dalam merangkul tokoh-tokoh masyarakat ke lingkungan tarekat dan dalam upaya memperoleh pengaruh rakyat banyak.



Salah satu sudut Islamic Centre Syeh Abdul Manan di Indramayu


Selain adanya persamaan (salah satunya banyaknya pengikut) yang kemudian menyatukan tarekat Qadiriyah dan Naqsybandiyah. 
Kedua tarekat tersebut juga memiliki perbedaan dan keunikan masing-masing. 

Salah satunya adalah dalam praktik wirid kedua tarekat tersebut. Qadiriyah biasa melakukan wirid dan zikir zahri (suara nyaring), sedangkan Naqsyabandiyah lebih banyak mempraktikkan zikir khafi (samar, di dalam hati). 

Penggabungan kedua model ritual tersebut dilakukan Syekh Ahmad Khatib Sambas, seorang tokoh Tarekat Qadiriyah dari Kalimantan yang lama tinggal di Mekah pada abad ke-19, menjadi tarekat baru dengan nama Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN).

Penyebaran TQN di Jawa kemudian dilakukan oleh tiga murid Syekh Khatib Sambas, yaitu Syekh Abdul Karim (Banten), Syekh Tolhah (Cirebon), dan Kiai Ahmad Hasbullah (Madura)(Herlina, t.t.). 
Selain itu, menurut Aly Mashar terdapat satu lagi penyebar TQN di Jawa, yaitu Syaikhona Kholil Bangkalan (Mashar, 2016). 
Syekh Abdul Karim, yang semula hanya sebagai khalifah TQN di Banten, kemudian diangkat oleh Syekh Khatib Sambas menjadi penggantinya dalam kedudukan sebagai mursyid utama TQN yang berkedudukan di Mekah pada tahun 1876 (Bruinessen, 1994). 

Dengan demikian, semenjak itu seluruh pengikut TQN di Indonesia menelusuri jalur spiritualnya melalui ulama asal Banten tersebut.

TQN sendiri masuk ke Indramayu lewat Cirebon. Seperti keterangan bagan di atas, mursyid TQN pertama di Cirebon adalah Syekh Tolhah Kalisapu. 
9Syekh Tolhah sendiri adalah murid langsung Syekh Khatib Sambas Kalimantan. Dari Cirebon tarekat ini selain menyebar ke Priangan (lewat TQN Suryalaya Tasikmalaya) juga menyebar ke arah barat (termasuk Indramayu), dan melahirkan tiga mursyid tarekat, yaitu Syekh Abdul Manan Paoman, Syekh Abdul Gofar Cikedung Lor, dan Syekh Abdullah Mundakjaya, Cikedung (I. Iryana & Herlina, 2018, hlm. 95).



Penelusuran tentang Syekh Abdul Manan Paoman sebagai mursyid TQN dapat dijejaki dari keterangan beberapa narasumber, di antaranya adalah keterangan Kiai Nawawi Ibrahim (termuat dalam artikel jurnal berjudul, “Perjuangan Rakyat Cirebon-Indramayu Melawan Imperialisme,” karya Wahyu Iryana dan Nina Herlina yang diterbitkan di jurnal Tsaqafa Vol.15 No. 1. Juli 2018) dan keterangan Humaedi Ahmad (Mama Humed)-pendiri pusat kegiatan TQN di Indramayu dengan yayasannya yang bernama Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya. Menurut Humaedi Ahmad selain Syekh Abdullah Mubarok yang menjadi kiblat TQN di Jawa Barat, Syekh Tolhah juga memiliki murid lain yang semasa dengan Syekh Abdullah Mubarok yang bernama Syekh Abdul Manan dari desa Paoman.

Adapun derap langkah Syekh Abdul Manan Paoman dalam mengamalkan TQN dapat dilihat dari karya-karya berupa tujuh buah naskah yang ditulis menggunakan tulisan arab pegon atau arab gundul berbahasa Jawa Dermayu yang berkaitan dengannya ataupun dengan perkembangan TQN di Indramayu (Paoman).

Karya-karya Terkait

Dalam sejarah naskah-naskah yang ditemukan di Jawa Barat, terdapat naskah dengan tema yang beraneka ragam dari berkaitan dengan tauhid sampai tema tasawuf dan tarekat. 

Naskah-naskah tersebut di antaranya adalah: Wawacan Jaka Surti, Sipat Duapuluh, Tarékat Satariah, Wawacan Abdulkodir Jaélani, Wawacan Hakékat, Wawacan Ngélmu Tasauf, Punika Kitab Tarékat (shadat Ibrahim), Babad Cirebon, Kumpulan Doa (Doa Raja Sulaeman, Doa Salamet), Kitab Suluk, Kitab Sakaratil Maot, Kitab Kabatinan (termasuk di sini: Imam Mahdi, Doa Kabatinan, Sahadat Fatimah), dan naskah-naskah Riwayat Rapa Nabi (Herlina, t.t., hlm. 203).

Keanekaragaman judul naskah-naskah tersebut menunjukan kekayaan tradisi literasi di kalangan masyarakat khususnya penganut tarekat. 
Hal yang sama juga berlaku pada tradisi literasi di Indramayu. 
Beberapa contoh karya yang ditemukan di antaranya adalah Satus Jawokan Dermayu, Lontar Jawokan Dermayu, Kidung Sahabat Nabi dan Kidung Jabang Bayi, Manunggaling Kawula ing Gusti, Babad Bagelen lan Babad Dermayu, Pawukon. Hal ini juga menunjukan kekayaan tradisi literasi di Indramayu.

Adapun tujuh naskah yang berkenaan dengan Syekh Abdul Manan Paoman yang baru-baru ini ditemukan, tema ataupun isinya masih dalam tahap pengerjaan. Hasil dari pengerjaan tersebut akan menambah kekayaan literasi di Indramayu sekaligus akan mengungkap derap langkah Syekh Abdul Manan Paoman beserta murid-muridnya dalam menjalankan TQN di Indramayu secara umum dan di Paoman secara khusus.Penulis  : Roni Tobroni

Sumber : Buku Jejak Ulama Nahdlatul Ulama Kab. Indramayu

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel