Panglima Perang NU (Bagian 5)





8. H. ABDUL MANAN WIJAYA

Namanya cukup melegenda di wilayah Kotatif Batu. Itu karena namanya telah dijadikan sebagai nama jalan, tepatnya Jl. Manan Wijaya, yang membentang di sepanjang daerah Pujon.

Nama aslinya Rumpoko, lahir di Pujon pada 1910. Ayahnya seorang mandor jalan. Manan Wijaya adalah alumni Pesantren Tebuireng Jombang.

Salah satu pantai indah di utara Jawa Barat :


Ketika PETA dibentuk,ia langsung bergabung dengan kesatuan militer Jepang tersebut meski sebagai tentara aktif, namun sosok santri selalu tampak.

Ia juga rutin berlangganan Suara NU dan Suara Ansor dari Surabaya.

Setelah menjadi pembicara dalam rapat akbar di Tebuireng (1967) dan menyebut “Hamid Roesdi itu Ketua Ansor” ia diMabeskan hingga pensiun.
Pensiun dengan pangkat terakhir Brigjen.

Jenazah dimakamkan di Desa Sisir Kecamatan Batu, atas permintaan sendiri, karena tidak mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

9. HAMID ROESDI

Nama Hamid Roesdi telah menjadi legenda pahlawan masyarakat Kota Malang, sama halnya nama Bung Tomo untuk masyarakat Surabaya.

Lihat tempat wisata Indramayu

Bahkan nama Hamid Roesdi tidak hanya dijadikan sebagai nama jalan di pusat kota, tapi juga nama terminal di Kedungkandang. Patungnya juga dapat dilihat di Malang.

Lahir di Sumbermanjing Kulon (Pagak) Malang Selatan pada 1917. Ia putera ke empat H. Umar Roesdi.

Di masa penjajahan Jepang ia masuk pendidikan perwira Bo Ei Gyugun Kanku Kyokutai di Bogor, kemudian menjadi Cudancho PETA di Malang Syu Dai I Daidan (Dai I Cudan) yang berkedudukan di Glagah Aren Sumbermanjing.

Awal 1947 diangkat sebagai komandan Resimen Infantri 38 Divisi VII Untung Suropati dan sebagai Komandan Pertahanan Daerah Malang berkedudukan di Pandaan Pasuruan.

Pada waktu penumpasan PKI Muso (Madiun Affair) ia menjabat Komandan Komando Penumpasan PKI Muso di daerah Malang Selatan (Turen-Donomulyo).

Menghadapi Clash II Belanda menjabat Komandan Sub Wherkreise I dan memimpin gerilya di daerah pendudukan Malang Timur dengan pangkat mayor.

Pada 8 Maret 1949 ia gugur bersama pasukannya di daerah Wonokoyo, Kedungkandang pukul 03.00 dinihari.

Sumber: Majalah AULA Edisi November 2012, hal. 58-59.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel