MISTERI BATU LINGGA GUNUNG CIREMAI

Sejarah Gunung Ciremai, di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Jawa Barat, dikaitkan dengan kisah Para Wali.

Dalam sejarah berdasarkan cerita pitutur di kalangan masyarakat, penamaan Gunung Ciremai tidak lepas dari peran para wali. Dulunya Gunung Ciremai bernama Gunung Gede. Mengacu dari pitutur tersebut karena ukurannya yang memang sangat besar (gede). Kemudian para wali melakukan pendakian dan bermusyawarah di sana.

Namun, dalam versi lain, sejarah Gunung Ciremai terkait dengan nama tanaman perdu yaitu "Cereme" yang kemudian dalam penyebutan berubah menjadi "Ciremai."

Terkait penamaan ini, memang terdapat beberapa versi. 

Namun dalam kisah kali ini, akan diulas mengenai sejarah Gunung Ciremai yang tadinya bernama Gunung Gede.

Hal ini, tidak lepas dari sejarah Desa Linggarjati.

Yang juga tadinya bernama Desa Gede, karena berada di Kaki Gunung Gede.

Alkisah, Wali Songo mendaki Gunung Ciremai termasuk di dalamnya Sunan Gunung Jati, dipandu oleh Satria Kawirangan yang konon katanya adalah kakeknya Sunan Gunung Jati. 

Kisah Wali Songo mendaki Gunung Ciremai inilah, banyak diambil menjadi nama-nama dari pos-pos pendakian di sepanjang Jalur Pendakian Linggarjati.

Diantara nama pos yang dipakai adalah "Batu Lingga." Di tempat ini, sekarang ada transit Camp untuk para pendaki gunung lewat Jalur Linggarjati.

Diriwayatkan bahwa, di Batu Lingga inilah Satria Kawirangan sering duduk untuk berkhalwat. 

Dalam versi cerita lainnya, disebutkan bahwa Batu Lingga menjadi tempat duduk Sunan Gunung Jati dan disebutkan bahwa di Batu Lingga ini juga pernah diadakan musyawarah mengenai syiar Islam yang dilakukan oleh Wali Songo yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati.

Karenanya, batu yang kabarnya sudah tidak seperti wujud aslinya lantaran hilang di tahun 2000-an itu, memiliki banyak mitos.

Batu Lingga di Gunung Ciremai merupakan titik pertemuan tempat Sunan Gunung Jati dan Para Wali berkumpul.

Batu Lingga di Gunung Ciremai berada di ketinggian 2.200 MDPL, di Jalur Pendakian Linggarjati. 

Tempat ini diyakini pernah dipakai Wali Songo dalam melakuka pertemuan.

Batu Lingga di Gunung Ciremai tadinya berukuran besar. 

Para Ranger atau Pengawas hutan Gunung Ciremai menyebut sekitar tahun 2000-an, menghilang secara misterius. 

Kini hanya tersisa tumpukan bebatuan saja.

Kendati demikian, kini sudah ada pos Batu Lingga di Gunung Ciremai yang diperuntukan bagi para pendaki Gunung yang singgah sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak tertinggi di Jawa Barat itu.

Kendati demikian, ada sebuah bongkahan yang cukup besar berada di area tersebut. 

Cerita turun temurun, meyakini di tempat itulah para Wali Songo di bawah pimpinan Sunan Gunung Jati pernah bermusyawarah.

Selain Wali Songo, Batu Lingga di Gunung Ciremai juga dikaitkan dengan kisah Nyi Linggi yang berusaha mencari ilmu kanuragan di situ, tapi naas malah meninggal dunia.

Konon Nyi Linggi yang datang dikawal dua macan tutul itu meregang nyawa di Batu Lingga. 

Namun tidak diketahui apa yang menjadi penyebabnya.

 Kisah ini, menjadi salah satu cerita di kalangan warga.

Mereka membicarakan mengenai rencana dan strategi syiar Islam di Tanah Jawa.

Dalam musyawarah itu, hadir Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Syekh Maulana Magribi, dan Sunan Kudus.

Waktu itu, Desa Linggarjati masih bernama Desa Gede.

 Penduduknya mayoritas beragama Hindu dan Buddha.

Gunung Ciremai waktu itu, juga bernama Gunung Gede.

Wali Songo melakukan sebuah musyawarah di Gunung Ciremai untuk memulai syiar di Nusantara.

Dari musyawarah itu, Wali Songo bersepakat melakukan syiar dipimpin Sunan Gunung Jati. Adapun rapat tersebut dilakukan di Gunung Ciremai, di mana Sunan Gunung Jati duduk di atas Batu Lingga.

Usai musyawarah atau Mangcereman itu, Wali Songo mengubah penyebutan Gunung Gede menjadi Mangcereman atau tempat musyawarah.

Setelah itu, nama itu melebur menjadi Ciremai dan hingga saat ini masih dipakai, untuk gunung tertinggi di Jawa Barat tersebut.

Batu Lingga yang berada di Gunung Ciremai, sekilas memang seperti tumpukan batu biasa. Namun, ada kisah terkait Sunan Gunung Jati yang disebut bermunajat dan duduk di situ.

Posisi Batu Lingga sendiri dapat dijangkau dari jalur pendakian Linggajati, Desa Linggajati, Cilimus, Kuningan, Jawa Barat.

Di lokasi ini, terdapat Transit Camp Batu Lingga. 

Di sana teronggok sebuah batu yang dipagari dahan kayu. Itulah Batu Lingga, demikian para Ranger dan masyarakat setempat menyebutnya.

“Sebenarnya Batu Lingga itu besar. Namun pada medio 2000an batu tersebut raib. Entah ke mana,” kata Ranger Linggajati, Kang Ewer, seperti dilansir dari unggahan BTNGC.

Menurutnya, beberapa tahun lalu Ranger berinisiatif menyusun kembali Batu Lingga sebagai pertanda cerita dan legenda gunung Ciremai.

Konon, Batu Lingga erat kaitannya dengan Satria Kawirangan dan Sunan Gunung Jati, salah satu Wali Songo dari Kasultanan Cirebon.

Di Batu Lingga itulah Kanjeng Sunan Gunung Jati bermunajat kepada Gusti Allah untuk mencari jalan keluar dalam menghadapi peperangan melawan penjajah Portugis,” katanya.

Menurut penuturan versi cerita lain, area Batu Lingga diyakini sebagai jalan yang dapat tembus ke Kawah Ganda. 

Pasalnya, ketinggian tempat Batu Lingga dipercaya sejajar dengan dasar kawah gunung Ciremai.

“Memang begitu ceritanya. Tapi kita mesti melihat dengan mata batin,” tuturnya.

Waktu itu, Desa Gede masyarakatnya masih belum beragama Islam. 

Wali Songo ketika itu datang dan naik ke gunung Gede atau Ciremai untuk melakukan musyawarah di Batu Lingga membicarakan mengenai syiar Islam. 

Tuntas agenda musyawarah tersebut, kemudian para wali turun gunung menuju ke Desa Gede.

Lantas mengubah namanya menjadi Linggarjati atas usulan dari Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus dan tokoh lainnya.

Di samping itu, terkait sejarah penamaan desa tersebut. 

Yang diriwayatkan bahwa nama Linggarjati adalah usulan dari Sunan Bonang.

Sunan Bonang mengusulkan memberi nama Linggarjati dengan alasan bahwa sebelum Sunan Gunung Jati sampai ke puncak Gunung Gede, beliau Linggar (Berangkat) meninggalkan tempat istirahat di Desa Gede menuju Puncak Gunung Ciremai lantas, bermusyawarah tanpa mengendarai kendaraan apapun melainkan dengan menggunakan ilmu sejati.

Syekh Maulana Magribi atau yang kita kenal Sunan Gresik juga turut mengusulkan nama yakni, desa itu diberi nama Lingarjati, mempunyai arti tempat “ Penyiaran Ilmu Sejati”.

Berbeda dengan pendapat Sunan Kudus, Sunan Kudus menyebut Lingajati yang berarti Nalingakeun Ilmu Sejati (memperlihatkan ilmu sejati).

Karena di tempat inilah Gusti Sinuhun Sunan Gunung Jati mulai menggunakan Ilmu Sejatinya untuk menyusul para wali yang lain ke puncak Gunung Ciremai.

Sekaligus tempat tersebut juga digunakan untuk bermusyawarah dan menjaga rahasia Ilmu Sejati jangan sampai diketahui oleh orang banyak.

Akhirnya dipilih usulan dari Sunan Bonang dan dinamakan Desa Linggarjati yang sampai dengan sekarang masih digunakan namanya.

Penamaan ini dilakukan ketika para Wali turun dari pendakian Gunung Ciremai dan mendapati penduduk Desa Gede yang enggan menerima syiar Islam memilih pergi.

Hampir semua dari penduduk setempat waktu itu tidak bisa menerima hadirnya agama Islam, mereka tetap pada keyakinannya.

Selain itu pula sebenarnya mereka merasa takut untuk berhadapan dengan kesaktian Para Wali. 

Sehingga dengan serempak mereka melarikan diri dengan menggunakan bermacam macam ilmu kemampuannya. 

Ada yang berubah wujud agar tidak kelihatan sebagaimana manusia biasa (Mokswa, Tilem) atau meninggalkan desa masing-masing dengan tujuan untuk bersembunyi.

Konon katanya sejak itulah Desa Gede dikenal dengan nama Desa Lingarjati atau Linggarjati dan Gunung Gede sejak itu pula lebih dikenal dengan nama Gunung Cereme yang diambil dari kata Mangcereman (Musyawarah) dan pada masa penjajahan Belanda Gunung Cereme di populerkan dengan nama Gunung Ciremai.

Seperti diketahui, gunung ini memiliki kawah ganda. 

Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m.

Pada ketinggian sekitar 2.900 mdpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.

Kini Gunung Ceremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), yang memiliki luas total sekitar 15.000 hektare.

Versi lain, nama gunung ini berasal dari kata Cereme (Phyllanthus acidus, sejenis tumbuhan perdu berbuah kecil dengan rasa masam).

Hanya saja sering kali disebut Ciremai, suatu gejala hiperkorek akibat banyaknya nama tempat di wilayah Pasundan yang menggunakan awalan "Ci" untuk penamaan tempat.

Di kisahkan pula pada waktu itu Sunan Gunung Jati naik Gunung Ciremai, sambil menyempatkan menanam pohon Sawo Kecik, dalam sebuah perjalanan Mencari Ilham.

Konon, Sunan Gunung Jati dikisahkan kerap naik Gunung Ciremai.

Bahkan, dalam satu riwayat cerita, pendakian dilakukan bersama para Wali lainnya.

Ada apa gerangan hingga Sunan Gunung Jati dan para wali sampai harus naik Gunung Ciremai? Rupanya, itu tidak lepas dari Tadabur Alam. 

Bahkan konon, Raja Cirebon itu pernah sampai ke puncaknya.

Dalam satu kisah, Sunan Gunung Jati mengunjungi Gunung Ciremai yang waktu itu diriwayatkan masih bernama Gunung Gede.

Lokasi Gunung Gede ini, di bawahnya terdapat sebuah desa yang bernama Desa Gede sebelum diubah namanya menjadi Desa Linggarjati.

Tujuannya adalah untuk menemukan solusi dalam penyebaran Agama Islam di tanah Jawa agar dapat diterima oleh masyarakat luas.

Pasalnya, waktu itu penduduk di Desa Gede yang berada di kaki Gunung Ciremai juga belum memeluk Agama Islam. Banyak dari mereka yang melarikan diri, hingga memilih moksa.

Lantas benarkah Wali Songo dan Sunan Gunung Jati naik Gunung Ciremai untuk bermusyawarah? Terkait ini, banyak diceritakan dalam berbagai versi.

Hingga kini pohon sawo kecik yang konon pernah diriwayatkan di tanam oleh Sunan Gunung Jati tersebut yang merupakan saksi sejarah masih ada di lokasi yang kabarnya sekarang berada di belakang balai desa.

Kisah Wali Songo mendaki Gunung Ciremai, rupanya berkaitan dengan sejarah Jalur Pendakian Linggarjati yang dikenal terjal dan ekstrem.

Secara tahun, sulit diketahui kapan sebenarnya Wali Songo mendaki Gunung Ciremai.

Kisah ini pun banyak bersumber dari cerita tutur warga atau para sesepuh desa.

Kendati demikian, banyak keterkaitan dan kesamaan nama tempat di Jalur Pendakian Linggarjati, dengan kisah Wali Songo saat mendaki Gunung Ciremai.

Di kisahkan juga sebelum masa pra pemerintahan desa, Sunan Bonang dikisahkah pernah menjadi kuwu atau kepala Desa Linggarjati. Namun, waktu itu belum ada bentuk pemerintahan.

Sunan Bonang menjadi kuwu Desa Linggarjati setelah mengubah namanya dari Desa Gede. Namun waktu itu, tentu belum ada istilah kuwu.

Tidak hanya Sunan Bonang yang menjadi kuwu pertama Desa Linggarjati, Sunan Ampel juga tercatat pernah memimpin kawasan tersebut.

Bahkan, ada peninggalan yang diduga berasal dari Sunan Bonang semasa menjadi kuwu pertama Desa Linggarjati yakni Balong Kagungan.

Balong Kagungan ini, sekarang menjadi objek wisata dan namanya dikenal juga sebagai Balong Linggajati.

Setelah itu, mulailah masuk ke era pemerintahan dengan jabatan kepala desa pertama diemban oleh Pangeran Lurah Gede (Kusumajati), diteruskan Ardiwidjaya, Tirtawidjaya.

Berikutnya adalah Pangeran Demang Mangku Tuda, Kuda Semangka dan seterusnya. 

Demikian sejarah nama Gunung Ciremai dan Desa Linggarjati dalam beberapa versi terkait asal-usulnya.

(Dari berbagai sumber)

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel