Jejak Sejarah yang Membentuk Indramayu: Kisah Raden Arya Wiralodra

 

Jejak Sejarah yang Membentuk Indramayu: Kisah Raden Arya Wiralodra

Kontributor

Sumarta (Akang Marta)

 


 

Di sebuah zaman dahulu, terdapat seorang pemuda gagah bernama Arya Wiralodra, putra dari Tumenggung Gagak Singalodra dari Bagelen. Sejak kecil, Raden Wiralodra dikenal sebagai pemuda yang gemar berlatih kanuragan dan tapabrata. Kecintaannya terhadap ilmu bela diri dan ketahanan fisik membuatnya terkenal di kalangan masyarakat. Suatu hari, setelah menjalani pendidikan dari ayahnya, ia memutuskan untuk melakukan tapabrata di perbukitan Malaya yang terletak di kaki Gunung Sumbing. Tapabrata ini bukanlah perjalanan biasa, tetapi sebuah langkah spiritual yang dipercaya akan memberikan petunjuk kehidupan yang lebih besar. Di sana, dalam kesendirian, ia menjalani proses latihan dan meditasi yang menguji keteguhan hati dan kesabarannya. Tiga tahun berlalu tanpa ada gangguan, hingga akhirnya sebuah wangsit datang kepadanya. Wangsit itu bukan hanya sekedar petunjuk, melainkan sebuah perintah untuk memulai perjalanan panjang yang akan mengubah nasibnya, bahkan takdir banyak orang di kemudian hari.

Pesan dalam wangsit itu sangat jelas, mengarahkan Raden Arya Wiralodra untuk berangkat ke arah matahari terbenam dan mencari lembah Sungai Cimanuk. Dalam wangsit tersebut disebutkan bahwa, apabila ia mengikuti petunjuk itu, ia akan memperoleh kebahagiaan dan kemakmuran untuk keturunannya. Raden Wiralodra pun kembali ke Bagelen dan menyampaikan wangsit tersebut kepada ayahnya, Tumenggung Gagak Singalodra. Setelah mendengar penjelasan anaknya, Tumenggung Gagak Singalodra memberikan restu untuk perjalanan itu. Namun, sang ayah menyarankan agar ia membawa Ki Tinggil, seorang pendamping yang setia, untuk menemani perjalanan panjang itu. Dengan restu dan perlengkapan yang cukup, Raden Arya Wiralodra bersama Ki Tinggil memulai perjalanan mereka untuk mencari Sungai Cimanuk, yang diyakini akan menjadi tempat tinggal dan pusat kemakmuran bagi keturunannya kelak.

Perjalanan panjang dimulai dengan penuh harapan, namun tak jarang Raden Wiralodra dan Ki Tinggil menghadapi berbagai tantangan dan rintangan. Mereka terus melangkah ke arah barat, mengikuti petunjuk dari wangsit, hingga suatu senja mereka tiba di sebuah sungai. Raden Arya yang gembira karena merasa telah sampai di Sungai Cimanuk, ingin segera beristirahat dan melanjutkan perjalanan esok hari. Namun, seorang kakek misterius menghampiri mereka dan mengungkapkan bahwa mereka telah terlewat jauh. Sungai yang mereka temui ternyata bukan Cimanuk, melainkan Sungai Citarum. Kakek itu, yang kemudian menghilang dengan cepat, memberi petunjuk baru agar mereka kembali menuju arah timur untuk mencari sungai yang sebenarnya. Meskipun awalnya ragu, Raden Arya memutuskan untuk mengikuti saran kakek tersebut dan melanjutkan perjalanan menuju arah yang benar. Setelah berhari-hari berjalan, akhirnya mereka menemukan sebuah sungai besar yang diyakini oleh Raden Wiralodra sebagai Sungai Cimanuk, tempat yang dijanjikan dalam wangsit.

Saat berjalan menyusuri sungai itu, Raden Wiralodra dan Ki Tinggil menemukan sebuah kebun yang luas, namun kedatangan mereka disambut dengan sikap angkuh dari pemilik kebun. Pemilik kebun itu menganggap mereka berniat jahat dan menuduh mereka akan mencuri hasil kebunnya. Sebuah perdebatan pun terjadi, dan dalam kemarahan, Raden Arya Wiralodra menghancurkan pemilik kebun tersebut dengan kekuatan yang dimilikinya. Pemilik kebun itu pun menghilang, dan tidak lama kemudian, seorang cucu dari kakek yang mereka temui sebelumnya muncul dan memberi petunjuk lebih lanjut. Ia menyarankan agar Raden Arya mengikuti seekor kijang bermata berlian yang akan membawanya ke tempat yang dimaksud dalam wangsit. Dengan tekad yang kuat, Raden Wiralodra mengejar kijang tersebut hingga akhirnya ia sampai di sebuah sungai yang diyakini sebagai Sungai Cimanuk. Setelah beristirahat dan tidur, Raden Wiralodra akhirnya menerima penjelasan dalam mimpinya bahwa sungai itu benar-benar Cimanuk, dan di sanalah ia akan memulai kehidupan baru.

Dengan tekad bulat dan semangat yang tak padam, Raden Arya Wiralodra bersama Ki Tinggil memulai kehidupan baru di sekitar sungai Cimanuk. Mereka membuka lahan dan mendirikan sebuah pendukuhan yang semakin berkembang. Suatu hari, Raden Wiralodra kembali ke Bagelen untuk melaporkan hasil perjalanannya, dan di sana ia bertemu dengan seorang wanita cantik bernama Nyi Endang Darma. Nyi Endang, yang juga seorang ahli bela diri, turut membantu dalam pembangunan pendukuhan itu. Kehebatan Nyi Endang Darma dalam ilmu kanuragan membuatnya terkenal, bahkan hingga ke luar pulau. Suatu ketika, Pangeran Guru dari Palembang bersama 24 muridnya datang untuk menguji kesaktian Nyi Endang. Namun, pertarungan yang tak terhindarkan itu berakhir dengan tewasnya Pangeran Guru beserta murid-muridnya, yang kemudian dikuburkan di sebuah tempat yang kini dikenal sebagai Makam Selawe. Raden Wiralodra, yang terkesan dengan kejadian itu, akhirnya bertemu dengan Nyi Endang Darma dan mengujinya dalam adu kekuatan. Setelah Nyi Endang mengaku kalah, ia memohon agar nama tempat yang mereka bangun bersama diberi penghormatan. Raden Wiralodra, untuk mengenang jasa-jasanya, memberi nama tempat itu Darma Ayu, yang kelak dikenal sebagai Indramayu.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel