Sitihinggil dan Bangsal Paseban: Simbol Kebijaksanaan Sultan Cirebon
Sitihinggil
dan Bangsal Paseban: Simbol Kebijaksanaan Sultan Cirebon
Kontributor
Sumarta
(Akang Marta)
Area
utama dalam Keraton Cirebon yang dikenal dengan nama Sitihinggil, atau yang
berarti "tanah yang tinggi", memiliki makna yang sangat penting dalam
konteks sejarah dan budaya Cirebon. Tempat ini dulunya digunakan untuk berbagai
kegiatan penting yang berkaitan dengan urusan kerajaan, termasuk
pertemuan-pertemuan kerajaan, pelatihan prajurit, dan juga sebagai lokasi untuk
menerima tamu kehormatan. Sebagai bagian dari keraton yang terletak di posisi
yang lebih tinggi, Sitihinggil menggambarkan status dan kewibawaan sultan serta
kerajaan Cirebon itu sendiri. Posisi tanah yang tinggi ini simbolik, memberikan
gambaran tentang kebijaksanaan dan kehormatan yang harus dimiliki oleh seorang
Sultan, sekaligus menjadi tempat yang mengundang rasa hormat bagi siapapun yang
mengunjunginya. Sitihinggil juga menyimpan berbagai kenangan berharga tentang
perkembangan kerajaan Cirebon dan interaksi yang terjadi antara Sultan dengan
para pejabat serta rakyatnya.
Di dalam
kompleks keraton, terdapat pula Bangsal Paseban yang memiliki fungsi khusus
dalam pemerintahan dan hubungan sosial kerajaan. Bangsal ini merupakan tempat
di mana rakyat dapat menghadap Sultan untuk menyampaikan berbagai maksud dan
tujuan mereka. Tidak hanya untuk urusan formal kerajaan, tetapi juga sebagai
ruang bagi rakyat untuk mengutarakan aspirasi, keluhan, dan bahkan protes
terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak memihak mereka. Proses audiensi di
Bangsal Paseban selalu berlangsung dengan penuh tata krama, mencerminkan
tradisi budaya yang sangat menghargai sopan santun dan keharmonisan sosial.
Semua komunikasi yang terjadi di sini dilakukan dengan cara yang terstruktur
dan penuh rasa hormat, menjadikan Bangsal Paseban sebagai ruang yang sangat
penting dalam menjaga keteraturan dan kedamaian sosial di Cirebon pada masa
itu.
Audiensi
dengan Sultan di Bangsal Paseban tidak hanya terbatas pada persoalan
administratif kerajaan, tetapi juga menjadi wadah bagi rakyat untuk menyuarakan
keluhan mereka, terutama dalam menghadapi kebijakan-kebijakan kolonial yang
sering kali merugikan masyarakat Cirebon. Dalam banyak kesempatan, rakyat dapat
menyampaikan pendapat mereka dengan cara yang lebih terhormat dan tertib, tanpa
harus menimbulkan kerusuhan atau demonstrasi besar-besaran. Keadaan ini
mencerminkan kearifan lokal dan cara khas masyarakat Cirebon dalam
menyelesaikan masalah, yang tidak mengandalkan tindakan kekerasan atau
perlawanan terbuka. Sistem ini menunjukkan bahwa meskipun ada ketidakpuasan
terhadap kebijakan pemerintah, masih ada saluran formal yang memungkinkan untuk
menyelesaikan permasalahan melalui dialog yang penuh dengan penghormatan
terhadap adat dan tata krama.
Proses
audiensi yang terstruktur di Bangsal Paseban juga memperlihatkan betapa
pentingnya kedamaian dan kerukunan sosial dalam kehidupan masyarakat Cirebon.
Dalam tradisi kerajaan, Sultan diharapkan menjadi figur yang bijaksana, mampu
mendengarkan suara rakyatnya, dan memberikan keputusan yang adil bagi
kepentingan bersama. Melalui audiensi yang berlangsung di Bangsal Paseban,
Sultan dapat mengumpulkan berbagai informasi langsung dari rakyatnya, yang pada
gilirannya dapat menjadi dasar dalam pembuatan keputusan yang lebih tepat
sasaran. Kearifan lokal yang diterapkan dalam proses ini menunjukkan betapa
pentingnya komunikasi yang santun dan tertata, serta bagaimana nilai-nilai
tersebut menjadi landasan dalam menjaga hubungan yang harmonis antara rakyat
dan penguasa.
Keharmonisan
sosial yang tercipta melalui audiensi di Bangsal Paseban dan keberadaan
Sitihinggil sebagai pusat kegiatan kerajaan menggambarkan kebijaksanaan Sultan
dalam memimpin. Setiap keputusan yang diambil Sultan tidak hanya didasarkan
pada kebutuhan politik, tetapi juga memperhatikan keharmonisan sosial dan
kesejahteraan rakyat. Hal ini mencerminkan kelebihan Cirebon sebagai sebuah
kerajaan yang mampu mengintegrasikan kekuasaan dengan kearifan lokal, serta
menjadikan tradisi adat sebagai landasan dalam pemerintahan. Dengan demikian,
Bangsal Paseban dan Sitihinggil menjadi simbol penting dari kebijaksanaan dan
kepemimpinan Sultan, yang tidak hanya berfokus pada kekuatan dan dominasi,
tetapi juga pada upaya menjaga keseimbangan sosial, kedamaian, dan keadilan
bagi seluruh rakyat Cirebon.