LEGENDA DESA PANGKALAN KEC LOSARANG

Bendungan Karet Desa Pangkalan

Konon dahulu kala Sungai Pangkalan tidak seperti sekarang, namun berkelok-kelok dan seringkali membuat banjir, pada tahun1922-1927, pemerintahan Belanda melakukan normalisasi kali dan perbaikan irigasi.

Sungai  kuna yakni Kalen Sema sekarang menciut dan sebagian menjadi daratan, selama ratusan tahun terpisah dengan kali Pangkalan yang berbentuk seperti sekarang ini. 

Konon menurut legenda sungai Pangkalan merupakan batas antara Sumedanglarang dan Dermayu, karena sungai Pangkalan dan kalem sema dulu berhulu di sungai Boros dan Kali Bosok di desa Larangan, Lohbener.

Desa Pangkalan menurut cerita masyarakat pertama kali dibuka oleh Ki Buyut Kepel atau yang bernama asli Ki Raga Ulap dan memiliki banyak keturunan didesa Pangkalan. 

Makam Ki Buyut Kepel di Kaloran Pabean

Ki Buyut Kepel hanya sebentar di desa Pangkalan, yang saat itu disebut Pedukuhan saja dan tidak seluas sekarang ini. Ki Buyut Kepel kemudian pindah mencari tempat lain hanya berbekal nasi sekepel dan meninggal di daerah Kalitengah Totoran, desa Pabean Hilir, Indramayu, sekarang.

Ki Buyut Kepel, memiliki ilmu kecintaan kepada ilahi yang disebut Kebrahian, atau Brai. 
Brai berkembang seperti di Cirebon menjadi kesenian yang berupa shalawatan, dzikir tertentu atau syair tertentu seperti Jog Temuruh misalnya :

Ngalor, ngidul
Runtut,
Widadari pandansari
Yen besuk ana mati
Ganti Allah
Ingsun tak turu ning kuburan


Dzikir Brai lewat Seni Trebeng masih dilakukan oleh keturunannya dan masih dipertahankan kelestariannya, jika maulid tiba sebagai tradisi lokal Indramayu masyarakat desa Pangkalan berdziarah ke Kalitengah Totoran di desa Pabean Ilir. Seni Brai dipertunjukan di sekitar makam Ki Buyut Kepel.
Seni Brai ini terus berkembang diteruskan keturunannya dan bila dilakukan tidak boleh separuh – separuh, jadi dilakukan semalam suntuk supaya bisa selesai. Karena itu semua keturunannya selalu melakukan dengan patuh sempurna, walaupun datang dari tempat jauh, datang memerlukan, dan bila kebetulan waktunya belum selesai harus ditambah sampai jauh disiang hari.

Seni Bray/brai didepan makam Ki Buyut Kepel

Seni Brai yang dilakukan masyarakat Pangkalan mungkin satu-satunya yang tersisa di Indramayu. Sedangkamn seni Brai di Cirebon  sering ditampilkan  saat Muludan di Gunung Sembung, di komplek makam Sunan Gunung Jati, Cirebon.

Kembali ke Padukuhan, setelah beberapa ratus tahun kemudian ketika sedang gencarnya terjadi perlawanan terhadap VOC, ada seorang prajurit dari pasukan Mataram yang memilih menetap di Padukuhan, di bernama Sutra Jiwa.

Suatu ketika ada utusan dari Cerbon datang untuk melihat perbatasan Sumedanglarang -Dermayu ini, entah mengapa keduanya bersalah paham, karena persoalan izin dimana Ki Sutra Jiwa yang dituakan oleh utusan Cerbon ini meremehkan rasa hormat dan rasa tunduk dari utusan Cerbon ini dalam usaha meminta izin mengadakan suatu acara. Keduanya bertengkar dan berkelahi di suatu tempat yang bernama Taman Braja di blok Pangkalan Kulon sekarang, sampai melebar ke timur di daerah Gaga Sahang dan keduanya meninggal dunia, kemudian mereka disebut Buyut Babar dan Buyut Siliwangi

Dulu konon Sungai Pangkalan sangat luas dan banyak perahu yang bisa masuk ke hulu, hulu itu yang bernama Padukuhan, karena banyak kapal yang singgah maka daerah itu kemudian disebut desa Pangkalan.

Ada pula yang mengatakan bahwa Kali Pangkalan menyatu dengan Kali Cimanuk, disana ada juga tempat berlabuhnya kapal-kapal besar dan kecil, tapi karena sedimentasi lumpur dan pasir maka kemudian menjadi daratan dan sekarang disebut Blok Pelabuhan, ada jalan sampai sekarang yang diberi nama dalan Kisik karena jalan ini landasannya pasir.

Ada pula, kisah karamnya kapal perang milik Mataram yang dipimpin oleh Gagak Alap-alap Pertala, kapal yang juga membawa bibit bawang yang kemudian tumpah dan bibit-bibit tersebut tumbuh menjadi Tike, Gagak Alap-alap Pernala kemudian menetap dan meninggal disana, 

Disebelah utara desa Pangkalan ada kampung kecil yang disebut blok Mandar, Konon di Blok mandar dahulu kala ada tujuh sumur keramat peninggalan Ki Cempaka Mulya, salah satu pelarian dari Perang Amis ketika melawan Ki Kian Santang. Keberadaan tujuh sumur ini sudah tidak berbekas lagi.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel