Perjuangan di Jawa dan Pendirian Sekolah Rakyat: Tan Malaka Membangun Harapan untuk Kaum Tertindas
Perjuangan
di Jawa dan Pendirian Sekolah Rakyat: Tan Malaka Membangun Harapan untuk Kaum
Tertindas
Kontributor
Sumarta
(Akang Marta)
Setibanya
di Jawa, Tan Malaka langsung mengunjungi gurunya, Horensma, yang kini telah
menduduki jabatan sebagai Inspektur Sekolah Rendah Indonesia di Jakarta. Meski
Horensma menawarkan pekerjaan di Jakarta, Tan Malaka menolaknya. Keputusan ini
mencerminkan tekadnya untuk melanjutkan perjuangan dengan cara yang lebih
sesuai dengan pandangannya tentang pendidikan rakyat. Tan Malaka, yang sudah
memiliki pemahaman mendalam tentang gerakan sosial-politik dan ketidakadilan
sosial yang dihadapi oleh rakyat Indonesia, merasa bahwa mendirikan sekolah
yang berorientasi pada kebutuhan pendidikan rakyat lebih penting daripada
sekadar bekerja di birokrasi pemerintah kolonial. Baginya, pendidikan adalah
alat yang ampuh untuk membebaskan kaum tertindas dari belenggu ketidakadilan
yang mendera kehidupan mereka. Tan Malaka meyakini bahwa tanpa pendidikan yang
memadai, rakyat Indonesia akan terus terbelenggu oleh sistem kolonial yang
menindas.
Tan
Malaka kemudian melanjutkan perjalanannya ke Semarang setelah menghadiri
Kongres Serikat Islam di Yogyakarta, di mana ia bertemu dengan tokoh-tokoh
penting seperti H.O.S. Cokroaminoto, Agus Salim, dan Semaun. Mereka adalah
sosok-sosok yang memiliki visi serupa dalam memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia dan nasib kaum tertindas. Dalam pertemuan ini, Tan Malaka semakin
menguatkan komitmennya untuk berjuang melalui pendidikan dan membangun
kesadaran sosial di kalangan rakyat. Setelah Kongres Serikat Islam, Tan Malaka
menerima tawaran untuk memimpin sebuah perguruan di Semarang. Tanpa ragu, ia
menerima tawaran tersebut, melihatnya sebagai kesempatan untuk mewujudkan
cita-citanya dalam memajukan pendidikan yang lebih berpihak pada kaum buruh dan
rakyat kecil. Perguruan ini tidak hanya menjadi tempat untuk mencari nafkah,
tetapi juga sebagai tempat untuk menyebarkan gagasan perubahan sosial yang
lebih adil dan merata.
Sekolah
yang didirikan Tan Malaka di Semarang berkembang pesat dan menjadi titik awal
bagi banyak anak-anak dari keluarga buruh dan kaum tertindas untuk memperoleh
pendidikan yang lebih baik. Seiring dengan perkembangan sekolah tersebut,
permintaan untuk membuka cabang di luar Semarang semakin meningkat. Tan Malaka,
yang menyadari potensi besar ini, segera merespons dengan membuka cabang-cabang
baru di berbagai daerah. Ia juga mendirikan kelas khusus yang dirancang untuk
anak-anak yang dipersiapkan menjadi guru, yang nantinya akan mengajar di
sekolah-sekolah cabang yang baru dibuka. Dengan cara ini, Tan Malaka tidak
hanya memperluas akses pendidikan, tetapi juga menciptakan jaringan pendidikan
yang dapat melibatkan lebih banyak orang dalam pergerakan sosial yang sedang
berkembang. Melalui pendidikan, ia berharap dapat mencetak generasi baru yang
memiliki pemahaman kritis terhadap ketidakadilan sosial dan siap untuk
memperjuangkan perubahan.
Salah
satu sekolah yang didirikan Tan Malaka berada di Bandung, yang mampu menampung
sekitar 300 murid. Sekolah ini menjadi simbol perjuangan pendidikan yang didorong
oleh Tan Malaka untuk membebaskan kaum tertindas dari kebodohan dan
ketidakadilan. Dalam brosur yang diterbitkan untuk memperkenalkan sekolah ini,
Tan Malaka menegaskan bahwa tujuan perguruan bukan hanya untuk mendidik
anak-anak agar memperoleh pengetahuan yang berguna, tetapi juga untuk membentuk
mereka menjadi individu-individu yang sadar akan pentingnya perubahan sosial.
Tan Malaka percaya bahwa pendidikan adalah alat revolusi yang dapat
menggerakkan masyarakat untuk berjuang demi hak-hak mereka dan melawan sistem
kolonial yang menindas.
Melalui
pendirian sekolah-sekolah tersebut, Tan Malaka berhasil memperkenalkan konsep
pendidikan yang lebih inklusif, yang tidak hanya mengajarkan keterampilan
praktis, tetapi juga membekali para siswanya dengan pemahaman ideologis yang
mendalam tentang perlawanan terhadap ketidakadilan sosial. Sekolah-sekolah ini
menjadi titik awal bagi pergerakan sosial yang lebih besar di Indonesia, yang
tidak hanya berkutat pada masalah kemerdekaan politik, tetapi juga pada pembebasan
ekonomi dan sosial bagi kaum tertindas. Tan Malaka telah membuktikan bahwa
pendidikan bukan hanya sekadar sarana untuk mencapai kemajuan intelektual,
tetapi juga sebagai kekuatan untuk mendorong perubahan sosial yang lebih besar,
yang pada gilirannya akan mempercepat perjuangan kemerdekaan Indonesia.