Bagian 13: Luka yang Menjadi Pelajaran
Bagian 13: Luka yang Menjadi Pelajaran
Luka fisik di lenganku mungkin sudah mengering, tapi luka batin dan
trauma itu masih membekas. Ada saat-saat di mana aku merasa sangat putus asa,
marah, dan bertanya-tanya mengapa hal ini harus terjadi padaku. Aku sering
terbangun di tengah malam, keringat dingin membanjiri tubuhku, setelah bermimpi
buruk tentang baling-baling mesin yang berputar dan bisikan mematikan itu.
Namun, di setiap titik terendah, aku selalu teringat wajah Umi dan
Bapak, tatapan penuh kasih sayang mereka, dan pengorbanan yang mereka lakukan
untukku. Aku teringat juga pada Ari dan Indra, yang meskipun ketakutan, tetap
menemaniku di saat-saat paling sulit. Mereka adalah pengingat bahwa aku tidak
sendiri.
Aku mulai berbicara lebih terbuka tentang pengalamanku, tidak hanya di
RJ5, tapi juga dengan teman-teman dan kenalan. Aku ingin agar orang lain
belajar dari apa yang kualami. Bahwa dalam mencari rezeki, keselamatan harus
menjadi prioritas utama. Bahwa terkadang, ada peringatan-peringatan yang harus
didengarkan, meskipun itu datang dari alam gaib.
Aku juga mulai mencari tahu lebih banyak tentang pabrik tua itu dan
sejarahnya. Ada banyak cerita yang beredar, desas-desus tentang
kecelakaan-kecelakaan lain yang terjadi di sana, tentang aura gelap yang
menyelimuti tempat itu. Aku tidak tahu seberapa banyak yang benar, tapi aku
tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres di sana.
Beberapa waktu kemudian, aku mendengar kabar bahwa pemilik pabrik yang
lama, yang sempat mempekerjakanku, juga mengalami kebangkrutan. Mungkin ini
adalah karma, atau mungkin memang sudah takdirnya. Yang jelas, pabrik itu kini
benar-benar menjadi bangunan terbengkalai, menjadi saksi bisu dari kisah-kisah
tragis yang terjadi di dalamnya.