Bagian 12: Pemulihan dan Bayangan yang Tak Pernah Pergi
Bagian 12: Pemulihan dan Bayangan yang Tak Pernah Pergi
Setelah berminggu-minggu di rumah sakit, aku diizinkan pulang. Proses
pemulihanku berjalan lambat. Bukan hanya fisik, tapi juga mental. Aku harus
belajar hidup dengan satu tangan, menyesuaikan diri dengan keterbatasanku yang
baru. Umi dan Bapak tak henti-hentinya memberiku semangat. Mereka menjadi pilar
kekuatanku.
Meskipun aku sudah tidak bekerja di pabrik itu, bayangan nenek bergaun
putih tak pernah benar-benar pergi. Sesekali, aku merasa seperti ada yang
mengawasiku. Terkadang, aku mencium bau anyir darah yang samar. Aku tahu, dia
masih ada di sana, di suatu tempat, mungkin masih terikat dengan mesin giling
yang merenggut tanganku, dan yang merenggut nyawanya.
Pabrik itu akhirnya ditutup permanen beberapa bulan setelah kejadianku.
Kabar itu sampai kepadaku melalui Ari. Banyak kejadian aneh yang terjadi
setelah insidenku, membuat karyawan lain ketakutan dan berhenti. Pemilik pabrik
tak punya pilihan lain selain menutupnya. Aku tidak tahu apakah penutupan itu
akan membuat arwah nenek itu tenang, atau justru semakin gelisah.
Hidupku berubah total. Aku tidak bisa lagi melakukan pekerjaan fisik
yang berat. Aku harus mencari cara lain untuk menopang keluargaku. Dengan
bantuan Umi dan Bapak, aku mulai belajar keterampilan baru. Aku mengikuti
kursus komputer, mencoba mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan kekuatan
fisik.
Proses itu tidak mudah. Ada banyak penolakan, banyak pandangan iba. Tapi
aku tidak menyerah. Aku teringat pesan Umi, "Kalau kerja tuh hati-hati,
ya." Dan aku teringat pesanku sendiri di RJ5: "Cari kerja itu jangan
selalu buru-burulah."
Kini, aku bekerja sebagai seorang admin di sebuah toko kecil.
Penghasilanku tidak sebesar dulu, tapi aku bisa mencari nafkah. Aku belajar
banyak dari pengalaman pahit ini. Bahwa hidup bisa berubah dalam sekejap, bahwa
ada hal-hal yang tidak bisa dijelaskan dengan logika, dan bahwa dukungan keluarga
adalah segalanya.