Kejujuran yang Hilang di Kampus: Kampus-Kampus Besar Terseret Skandal Akademik

Kejujuran yang Hilang di Kampus: Kampus-Kampus Besar Terseret Skandal Akademik



Indramayutradisi.com – Jakarta. Dunia pendidikan tinggi Indonesia kembali disorot akibat berbagai praktik ketidakjujuran akademik yang kian membudaya. Dalam sebuah diskusi publik, pengamat kebangsaan Rocky Gerung menyoroti bahwa pemalsuan ijazah, penyogokan dalam proses kelulusan skripsi, hingga praktik membeli tempat di jurnal ilmiah internasional bukan lagi kejadian yang terisolasi, melainkan telah menjadi gejala sistemik di banyak institusi pendidikan tinggi.

“Kampus itu seharusnya jadi pusat pengembangan nalar, bukan tempat mencetak gelar semu,” ungkap Bung Roki dengan nada prihatin.

Fenomena ini semakin memprihatinkan karena menyasar institusi pendidikan tinggi ternama yang selama ini dikenal memiliki reputasi akademik baik, seperti Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Kedua kampus tersebut terseret dalam pusaran kontroversi, mulai dari kasus gelar doktor Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang menuai tanda tanya, hingga keraguan terhadap keaslian ijazah mantan Presiden Joko Widodo yang hingga kini belum dijelaskan secara terang dan tuntas.

“UI dipermalukan oleh kasus Bahlil, dan UGM gagal menjelaskan status ijazah Jokowi. Ini bukan hanya soal individu, ini tentang bagaimana institusi kita kehilangan kepercayaan publik,” tegas Rocky.

Ia menilai bahwa praktik-praktik manipulatif seperti ini mencerminkan matinya semangat kejujuran dan hilangnya tanggung jawab akademik yang selama ini menjadi fondasi utama pendidikan tinggi. Ketika universitas kehilangan daya kritis dan integritas, maka gelar yang dihasilkan pun tak lebih dari simbol kosong yang tidak mencerminkan kapasitas intelektual pemiliknya.

Rocky juga menekankan bahwa kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan tidak bisa dibangun hanya lewat nama besar kampus, melainkan melalui proses yang transparan dan akuntabel. Ia mengajak seluruh elemen bangsa, khususnya civitas akademika, untuk memulihkan marwah kampus sebagai ruang nalar dan tempat pengujian gagasan secara jujur dan ilmiah.

"Kalau kejujuran hilang dari kampus, maka gelombang kebohongan akan meluas ke seluruh sektor, termasuk politik dan birokrasi. Kita tidak sedang hanya membahas soal gelar, tetapi soal masa depan bangsa," ujarnya.

Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa reformasi pendidikan tinggi harus dimulai dari keberanian untuk membongkar kepalsuan, memperkuat budaya riset yang jujur, dan mengembalikan kampus pada fungsi dasarnya: sebagai tempat lahirnya pikiran-pikiran yang mencerahkan.

Redaksi | Indramayutradisi.com

Akang Marta

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel