Gelar Akademik Jadi Simbol Feodalisme Baru: Ketika Keilmuan Dikorbankan Demi Gengsi
Gelar Akademik Jadi Simbol Feodalisme Baru: Ketika Keilmuan Dikorbankan Demi Gengsi
Indramayutradisi.com – Jakarta. Fenomena menjamurnya gelar akademik di kalangan pejabat publik kini menjadi
sorotan tajam sejumlah pengamat. Dalam sebuah diskusi yang disiarkan daring,
Arif dan Bung Roki menyampaikan kekhawatiran bahwa gelar-gelar akademik saat
ini telah mengalami pergeseran makna—bukan lagi sebagai simbol intelektualitas,
melainkan lambang status baru dalam sistem feodalisme modern.
Menurut Arif, tren menjejalkan gelar akademik di depan dan belakang nama
semakin marak, bahkan diikuti dengan gelar kehormatan atau gelar hasil
manipulasi. “Gelar itu kini seperti lambang status. Tapi sayangnya, itu tidak
mencerminkan kualitas berpikir atau kemampuan berargumentasi seseorang,”
jelasnya.
Ia menambahkan, tak sedikit pejabat yang sebenarnya tidak menjalani proses
pendidikan secara serius. Beberapa bahkan menggunakan jasa orang lain untuk
menulis tugas akhir, tesis, atau disertasi. Dalam banyak kasus, gelar hanya
menjadi alat untuk meningkatkan pamor, bukan hasil dari proses belajar yang
sungguh-sungguh.
Akibatnya, masyarakat kini dihadapkan pada dilema antara deretan gelar
akademik yang terlihat mentereng dengan kualitas intelektual yang justru
dipertanyakan. Hal ini menimbulkan krisis kepercayaan terhadap dunia
pendidikan, terutama ketika orang-orang yang menyandang gelar tinggi tidak
mampu menunjukkan kemampuan berpikir yang sepadan.
“Ini festival kebodohan yang dibungkus dengan kemegahan akademik palsu,”
ujar Bung Roki dengan tegas.
Ia menyoroti bagaimana praktik pamer gelar ini bukan hanya mencederai dunia
pendidikan, tetapi juga memperkuat budaya feodal dalam birokrasi dan politik.
Dalam pandangannya, banyak pejabat merasa gelar akademik bisa digunakan sebagai
alat legitimasi kekuasaan, padahal esensi pendidikan adalah pencarian ilmu dan
kemampuan berdialektika secara sehat.
Kedua narasumber sepakat bahwa gelar seharusnya tidak menjadi tujuan akhir,
melainkan hasil dari proses berpikir kritis dan riset yang jujur. Sayangnya,
ketika gelar dijadikan alat politik dan simbol gengsi, maka substansi
pendidikan tergerus oleh ambisi pribadi.
Fenomena ini juga berdampak pada generasi muda yang belajar dengan
sungguh-sungguh. Ketika gelar dapat diperoleh tanpa usaha yang tulus, maka
semangat akademik sejati pun bisa pudar. “Ini bukan hanya masalah etika, tapi
juga ancaman terhadap masa depan pendidikan kita,” ujar Arif.
Redaksi Indramayutradisi.com mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya
pemangku kebijakan, untuk menghentikan budaya pamer gelar semu dan kembali
mengedepankan kejujuran serta integritas dalam dunia pendidikan.
Redaksi |
Indramayutradisi.com
Akang Marta