Dari Eksportir Guru Menjadi Eksportir Pekerja Rumah Tangga
Dari Eksportir Guru Menjadi Eksportir Pekerja Rumah
Tangga
Sering
kali, Finlandia dijadikan ikon pendidikan ideal oleh banyak negara di dunia.
Sistemnya dianggap adil, gaji gurunya tinggi, dan siswanya tampak bahagia dalam
proses belajar. Namun, pembicara diskusi itu mengingatkan bahwa “kebahagiaan”
Finlandia tidak bisa dijadikan ukuran tunggal keberhasilan pendidikan. Di balik
kemajuan tersebut, angka bunuh diri, konsumsi obat penenang, dan tingkat
ateisme di Finlandia tergolong sangat tinggi. Ia menambahkan dengan nada
reflektif, “Yang percaya agama penting di Finlandia hanya 28%.”
Sebaliknya,
Indonesia memiliki kekuatan sosial yang unik dan jarang disorot. Masyarakat
kita masih memegang erat rasa syukur, solidaritas, dan hubungan kekeluargaan
yang kuat. Walaupun survei kebahagiaan global menempatkan Indonesia di posisi
ke-80-an, penelitian dari Harvard University justru menyebut Indonesia sebagai
salah satu negara paling sejahtera secara sosial. Ukuran kesejahteraan itu
bukan tentang kekayaan materi, tetapi tentang kemampuan masyarakat bertahan
dalam keterbatasan dengan hati yang lapang. Di tengah kesulitan, masyarakat
Indonesia tetap mampu tersenyum, menolong sesama, dan mensyukuri hidup.
Kita
mungkin tidak kaya secara ekonomi, tetapi kita kaya dalam nilai sosial dan spiritual.
Fenomena ini disebut sebagai “paradoks kesejahteraan,” di mana seseorang dapat
hidup sederhana namun tetap berbagi rezeki dengan tetangga. Nilai-nilai luhur
seperti gotong royong dan kepedulian sosial menjadi kekuatan sejati bangsa ini.
Sayangnya, sistem pendidikan modern sering kali terlalu menekankan aspek
rasional dan teknokratis, sehingga melupakan sisi kemanusiaan dan
spiritualitas. Padahal, inilah nilai-nilai yang seharusnya enjadi inti pendidikan Indonesia.
Kontributor
Akang
Marta
Indramayutradisi