PESANGGRAHAN PELABUHAN TERBESAR DI HULU CIMANUK JAMAN DULU



Pesanggrahan adalah sebuah tempat yang konon adalah pelabuhan hulu yang terbesar dialiran sungai Cimanuk, disamping sebagai pelabuhan bongkar muat segala jenis barang, pelabuhan ini juga sebagai pelabuhan transit. Seperti halnya pelabuhan di muara Cimanuk atau kota Dremayu, pelabuhan Pesanggrahan ini ramai sebelum adanya jalan pos atau jalan-jalan darat dibuka, saat sungai Cimanuk menjadi alur transportasi utama dari jaman Tarumanegara bahkan jauh sebelumnya, tidak aneh jika kemudian Dremayu lebih ramai dibanding Cirebon saat itu.


Pasanggrahan merupakan kota terbesar di Kadipaten pada saat itu, yang persis berada di samping sungai. Pasanggrahan adalah pelabuhan utama perahu-perahu niaga. Pasanggrahan juga sebagai pelabuhan bagi arus distribusi gula. Hasil produksi PG. Kadhipaten didistribusikan melalui sungai Cimanuk dan Cilitung, melalui Indramayu ke pantai utara jawa dengan tujuan Batavia (Jakarta).

Pada saat pelabuhanPasanggrahan dikuasai oleh Ko Pek Lan atau Babah Pek Lan. Ia adalah keturunan Cina yang menguasai Kadhipaten. Ko Pek Lan melakukan kongsi dengan koleganya Eng Kit mengatur perdagangan di Pasanggrahan. Kekuatan ekonominya konon mengalahkan kekuatan Belanda dalam mengendalikan alur bisnis produksi gula. Maka Ko Pek Lan hadir sebagai pengusaha yang memberikan suntikan dana untuk pabrik gula. Transaksi perdagangan pada waktu itu tidak menggunakan uang goeng atau uang logam tapi uang kertas. Kota Pasanggrahan akhirnya dikuasi oleh warga Cina pendatang. Mereka jadi penguasa ekonomi, sementara warga desa menempati Blok Dayeuh Tarikolot.


Oleh karena terjadinya perubahan struktur geologi tanah, akhirnya kota Pasanggrahan terendam. Seluruh warga kota Pasanggrahan mengungsi. Begitu pun dengan warga Dayeuh Tarikolot yang sama-sama terkena imbas luapan air sungai terpaksa mengungsi. Mereka membuka lahan baru untuk permukiman, yaitu Babakan Baru atau tempat permukiman baru. Mereka menempati kampung baru Babakan Sinom.

Akhirnya Pasanggrahan dinyatakan sebagai The lost city atau kota yang hilang. Terlebih lagi setelah dibangunnya dam rentang Jatitujuh, tidak ada lagi perahu-perahu dari Indramayu yang bisa masuk ke wilayah ini, lalu lintas ekonomi di sungai menjadi tidak berarti lagi. Pengangkutan barang seperti garam, gula, padi dan tebu dialihkan ke jalur darat. Peran para pengusaha China pun ikut luntur. Mereka banyak yang beralih profesi menjadi pedagang di Teluk Jambe, Cikempar dan daerah sekitar pabrik gula.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel