NADRAN NELAYAN SUMBER ALAM DESA BULAK KECAMATAN KANDANGHAUR INDRAMAYU


SEDEKAH LAUT ( NADRAN)

Di sepanjang pesisir utara pulau jawa khususnya di sekitar Cirebon, Indramayu dan subang ada tradisi yang namaya nadranan yakni tradisi membuang meron (sesaji) ke tengah laut sebagai ungkapan rasa syukur terhadap sang pencipta atas di berikannya rizki dan keselamatan dan biasanya di laksanakan menjelang musim barat karena biasanya saat tersebut menjelang musim tangkapan ikan.

Nadran sendiri merupakan suatu tradisi hasil akulturasi budaya Islam dan Hindu yang diwariskan sejak ratusan tahun secara turun-temurun. Kata nadran menurut sebagian masyarakat berasal dari kata nazar yang mempunyai makna dalam agama Islam yaitu pemenuhan janji. Adapun inti upacara nadran adalah mempersembahkan sesajen (yang merupakan ritual dalam agama Hindu untuk menghormati roh leluhurnya) kepada penguasa laut agar diberi limpahan hasil laut, sekaligus merupakan ritual tolak bala (keselamatan).

Asal usul pelaksanaan budaya Nadran berawal pada tahun 410 M, dimana Raja Purnawarman, raja ketiga Kerajaan Tarumanegara yang terletak di dekat sungai Citarum yang mengalir dari Bandung ke Indramayu, memerintahkan Raja Indraprahasta Prabu Santanu untuk memperdalam atau memperbaiki tanggul, yang bertujuan untuk menduplikat Sungai Gangga di India. Duplikat Sungai Gangga tersebut untuk keperluan mandi suci. Sungai yang dimaksud adalah sungai Gangganadi dan muaranya di sebut Subanadi. Sungai tersebut sekarang adalah sungai Kriyan, terletak di belakang Keraton Kasepuhan Kota Cirebon. Mandi suci di sungai Gangganadi dilakukan setahun sekali, sebagai acara ritual untuk menghilangkan kesialan dan sebagai sarana mempersatukan rakyat dan pemujaan kepada sang pencipta.

Menurut Dra. Hariyani Agustina MM dalam promosi ujian terbuka Doktor ilmu filsafat pasca sarjana UGM tradisi ini memiliki landasan filosofis yang berakar dari keyakinan keagamaan dan nilai-nilai budaya lokal yang dianut oleh masyarakat setempat sebagai salah satu cara bagaimana masyarakat nelayan mengekpresikan rasa syukur mereka pada Sang Maha Pencipta atas tangkapan ikan yang mereka peroleh serta permohonan keselamatan dalam mencari nafkah di laut ,nilai-nilai filosofis yang menarik untuk dipelajari antara lain nilai solidaritas, etis, estetis, kultural dan religius yang terungkap dalam ekspresi simbolis dari upacara-upacara yang disajikan melalui bentuk-tari-tarian, nyanyian, doa-doa dan ritus-ritus lainnya , pemahaman terhadap nilai-nilai tersebut kemudian dapat ditransformasikan dalam membangun kehidupan masyarakat kelautan ke taraf yang lebih maju dan lebih baik, baik dari sisi pendidikan, ekonomi maupun solidaritas sosial budaya.

Di perjalanannya tradisi nadranan tersebut tidak sekedar di lakukan oleh komunitas nelayan saja tapi di lakukan juga beberapa komunitas lainnya seperti komunitas petani tambak(empang) bahkan di indramayu ada komunitas supir taksi yang melaksanakan tradisi nadran juga.

Dalam pelaksanaan tradisi nadranan ada beberapa hal yang harus di lakukan yakni pelaksanaan ruwatan dan larung meron di laut , ruwatan adalah meruat air yang di ambil dari laut yang kemudian di bagi bagi ke seluruh masyarakat komunitas tersebut , sedang larung meron adalah melarung sesaji yang biasanya adalah kepala kerbau atau kepala kambing yang di letakan di ancak yang berbentuk perahu perahuan atau ikan ikanan tergantung komunitas apa yang melaksanakan tradisi tersebut.


Di jaman sekarang tradisi nadranan tidak hanya sekedar melaksanan tradisi yang di isi tanggapan ( hiburan) wayang kulit saja tapi sudah berkembang dengan berbagai hiburan lainnya seperti sandiwara, pentas dangdut juga di lakukannya arak arakan singa depok dalam mengiringi perjalanan meron menuju laut.
Hal demikian terjadi karena di pengaruhi beberapa faktor yakni : terjadinya pergeseran makna nadran itu sendiri yang kini tidak lagi murni acara tradisi religi tapi lebih mengarah ke entertainment dan faktor lainnya adalah terjadinya gerakan pemurnian Islam (*) yang sekarang terjadi berimbas juga terhadap tata cara prosesi nadranan contohnya kalau pada jaman dahulu di ancak yang akan di larungkan ke laut terdapat berbagai macam sesaji daging mentah , kini hal tersebut sudah tidak di pakai lagi, bahkan di beberapa tempat kepala kambing dan kepala kerbau sudah di ganti dengan bentuk sarana yang lain.

PESTA ADAT NADRAN LAUT DESA BULAK KECAMATAN KANDANGHAUR INDRAMAYU

Nadran atau pesta adat laut adalah wujud rasa syukur atas anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah yang diberikan pada para nelayan.

Pada hari Sabtu, 24 November 2018, nelayan desa Bulak, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, melaksanakan acara syukuran Nadran Laut atau Pesta adat laut.
Pesta adat laut ini dimeriahkan dengan beragam tontonan seperti pertunjukan wayang kulit dan sandiwara.

Acara seremonial tahunan ini juga dihadiri oleh semua lapisan masyarakat Indramayu dan semakin meriah dan membanggakan juga dihadiri oleh Bapak H Supendi (wakil Bupati Indramayu), Bapak H Taufik Hidayat (Ketua DPRD Indramayu), Bapak Daniel Muttaqin Syaifudin (Anggota DPR-RI), Bapak Hilal Hilmawan (Tokoh Pemuda Jawa Barat) dan Bapak Rojak (Tokoh Pemuda Indramayu).












Sumber :
1. Kang Tasoeka 
2. Berbagai sumber






Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel