RAPAT KERJA LAGI, ATAU KERJANYA RAPAT

Dulu waktu belum ada Undang-Undang Desa sedikit sekali pembangunan yang ada di level desa. Duit diatur dilevel kabupaten, sementara di desa ya dapat kucuran dana sekenanya saja, seiklasnya pemerintah dilevel kabupaten. Bahkan ketika ada ketegorisasi  siapa orangnya siapa terkadang kucuran pembangunan yang diharapkan pemerintah desa tak kunjung terlaksana, zonk lagi zonk lagi.


Intinya rakyat butuh kerja-kerja riel dari semua mereka yang mengaku pemimpin agar dapat dirasakan langsung oleh warga bangsa tanpa terkecuali, baik yang tinggal di kota maupun yang dipelosok desa tanpa terkecuali.

Kadang ada pemimpin yang menilai kehadiran kita pada rapat-rapat kerja, menghadiri prosesi musim tanam petani, menghadiri panen perdana di sebuah desa menganggap dirinya sudah eksis meningkatkan kesejahteraan petani padahal tidak. Setelah kehadiran bupati masyarakat yang gagal panen ya tetap saja tidak mendapat apa-apa, masyarakat yang kesulitan air ya tetap saja hidupnya susah.

Bangunan-bangunan sekolah yang rusak juga tak menjadi berubah baru hanya karena kepala sekolah sering diundang rapat ke pusat kota. Peserta didik pun tak jadi serta merta pintar dengan didatangi di arena-arena lapangan bola. Butuh kerja-kerja yang realistik dan ideal agar bisa mengubah dari tiada menjadi ada, dari yang bubrak menjadi mentereng. Pemimpin yang ingin terlihat hebat namun miskin karya itu sejatinya ya tidak hebat juga. Sudah melaksanakan seratus kali rapat kerja tapi belum ada yang dikerjakan itu ya juga tidak keren juga. Itu artinya kerja kita itu ya rapat itu sendiri.

Kerja-kerja kemanusiaan di level desa misalnya tidak elok kita mengandalkan BLT lagi BLT lagi. Kita sebenarnya punya jarring pengaman soal kemakmuran misalnya zakat bagi umat islam. Nyatanya kita sepertinya hanya kebakaran jenggot setelah ACT menyelewengkan dana sebegitu besarnya. Faktanya sih di level ranting atau desa kita tidak mampu mengerjakan apa-apa. Kita tidak punya infrastruktur untuk kolekting dana, untuk menyelesaikan problem kemiskinan juga problem-problem kesalehan sosial.

Rapat-rapat di level kabupaten itu bukan solusi buat masyarakat desa. Rakyat butuk kerja-kerja terukur dilevel RT dan RW, apa yang perlu dikerjakan.  Pembicaraan kita di level kabupaten juga perlu ditransformasi pada level desa. Jangan terus diulang kita bikin simbolisasi bahwa kita kerja dengan poto-poto, makan-makan tapi manfaatnya buat rakyat tidak dirasakan sama sekali. Lalu rapat-rapat penting anda itu buat apa? Rapat lagi rapat lagi, kerjaan kok rapat melulu.

Masyarakat kebutuhannya banyak, kesejahteraan sosial yang tidak merata, infrastruktur yang timpang antara kota dan desa, pelayanan public yang tidak optimal dan banyak sekali problem lainnya. Kalau kerja-kerja pemimpin hanya berkutat pada melempar jargon besar, saling membual, saling pamer penghargaan, terus rakyat mau dikasih apa? Makanan sisa bekas rapat sebenarnya mau juga rakyat menerimanya, tapi kelihatannya anda sungkan memberikannya.

Jadi tolonglah buat orang-orang kecil yang ditunggu itu langkah-langkah kalian mengatasi problem di level desa, pelosok kampong, masjid dan musholla. Bukan rapat lagi, rapat lagi, kerjaan kok rapat.

Penulis  : Yahya Ansori, Pemerhati Desa

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel