Pertemuan dengan Pemikir Sosialisme: Jejak Awal Tan Malaka dalam Perjuangan Ideologi

 

Pertemuan dengan Pemikir Sosialisme: Jejak Awal Tan Malaka dalam Perjuangan Ideologi

Kontributor

Sumarta (Akang Marta)

 


Belanda pada awal abad ke-20 menjadi pusat perdebatan ideologi yang mengguncang dunia, khususnya dalam bidang sosialisme dan perjuangan kelas. Dalam atmosfer ini, Tan Malaka, seorang pemuda yang haus akan ilmu dan perubahan, melibatkan dirinya dalam berbagai diskusi intelektual bersama tokoh-tokoh ternama. Ketertarikannya pada filsafat dan perjuangan sosial membawa Tan Malaka bertemu dengan profesor Snouck Gronby, seorang akademisi asal Jerman yang telah lama tinggal di Belanda. Dalam pertemuan ini, Gronby menawarkan Tan Malaka pekerjaan sebagai guru bagi anak-anak Belanda, sebuah peluang besar untuk memperbaiki kehidupannya di tengah keterbatasan finansial. Namun, Tan Malaka menolak dengan tegas, mengingat peran besar gurunya, G. Horensma, yang telah membantunya menggapai pendidikan di Belanda. Penolakan ini mencerminkan komitmen Tan Malaka untuk tetap setia pada perjuangan bangsanya.

Pada tahun 1917, pertemuan penting lainnya terjadi ketika Tan Malaka bertemu Suwardi Suryaningrat, yang kemudian dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara. Suwardi meminta Tan Malaka untuk mewakili Indische Vereeniging dalam Kongres Pemuda Indonesia di Belanda, sebuah momentum yang mempertemukan pemuda-pemuda Indonesia yang berjuang demi kemerdekaan. Dari interaksi ini, Tan Malaka semakin memahami pentingnya kolaborasi antarindividu dalam memperjuangkan visi kemerdekaan. Ki Hajar Dewantara, dengan wawasannya yang luas, turut memperkuat keyakinan Tan Malaka tentang pentingnya pendidikan sebagai alat pembebasan dari penjajahan.

Namun, pertemuan yang paling memengaruhi perjalanan intelektual Tan Malaka adalah dengan para pemikir kiri di Belanda, termasuk tokoh-tokoh komunis seperti Hang Snieft. Snieft, yang baru saja kembali dari Hindia Belanda, berbagi cerita tentang pendirian Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV), sebuah organisasi sosial-demokrasi yang menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia. Dialog dengan Snieft membuka mata Tan Malaka terhadap ideologi marxisme-leninisme yang saat itu berkembang pesat di Eropa. Ia mulai melihat hubungan antara perjuangan kelas buruh di Eropa dengan penindasan yang dialami rakyat Indonesia di bawah kolonialisme Belanda.

Melalui interaksi dengan tokoh-tokoh ini, Tan Malaka menyadari bahwa perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia tidak hanya tentang melawan penjajah secara fisik, tetapi juga melibatkan pembebasan dari struktur ekonomi dan sosial yang menindas. Pemikiran ini mendorongnya untuk mendalami lebih jauh konsep revolusi sosial sebagai jalan menuju keadilan. Diskusi-diskusi yang dilaluinya di Belanda tidak hanya memperkaya wawasan intelektualnya, tetapi juga membentuk kerangka ideologi yang menjadi dasar perjuangannya di kemudian hari.

Perjalanan intelektual Tan Malaka di Belanda menunjukkan bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya dilakukan di medan perang, tetapi juga di arena pemikiran dan ideologi. Pengalaman berdiskusi dengan para tokoh besar dan menyaksikan realitas ketidakadilan sosial di Eropa memberinya pandangan yang lebih luas tentang perlawanan terhadap penindasan. Dengan bekal ini, ia kembali ke tanah air sebagai seorang pejuang yang tidak hanya berani, tetapi juga memiliki landasan intelektual yang kokoh untuk memimpin perjuangan bangsa.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel