Tan Malaka: Pejuang Tanpa Kenal Lelah dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

 

Tan Malaka: Pejuang Tanpa Kenal Lelah dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Kontributor

Sumarta (Akang Marta)

 


Tan Malaka, seorang tokoh revolusioner yang tidak hanya dikenal karena ideologi kiri yang dianutnya, tetapi juga karena dedikasinya yang luar biasa dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Salah satu aspek yang mungkin kurang mendapat perhatian dalam perjalanan hidupnya adalah perjuangannya dalam menjaga kesejahteraan kaum buruh, terutama di daerah Bayah, Banten, yang dikenal sebagai tempat kerja paksa atau "romusa" bagi warga Indonesia pada masa penjajahan Jepang.

Tan Malaka pertama kali ditempatkan di bagian kantor setelah bekerja selama enam bulan di sebuah proyek, dengan tugas baru yang lebih berat namun sesuai dengan minatnya. Di sana, ia tidak hanya mengurus kesejahteraan fisik dan kesehatan para pekerja romusa, tetapi juga berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup mereka. Salah satu hal yang menjadi perhatian Tan Malaka adalah kehidupan para romusa yang banyak di antara mereka yang melarikan diri atau bahkan meninggal dunia karena buruknya kondisi kerja. Dengan empati yang besar terhadap mereka, Tan Malaka tidak hanya memastikan adanya pemeriksaan kesehatan yang memadai, tetapi juga berupaya memulangkan para pekerja yang kondisi kesehatannya lemah ke desa asal mereka.

Namun, Tan Malaka tidak berhenti di sana. Ia melihat bahwa kesejahteraan para buruh harus diperjuangkan dengan cara yang lebih komprehensif, termasuk memberi pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keahlian para buruh tersebut. Ini adalah langkah besar untuk memastikan mereka mendapatkan penghasilan yang layak dan mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Melalui berbagai inisiatif ini, Tan Malaka semakin dihormati oleh masyarakat Bayah, bahkan ia berhasil membentuk berbagai organisasi sosial yang memberikan dampak positif pada kehidupan masyarakat di sana.

Dalam perannya sebagai wakil ketua Badan Pembantu Prajurit, Tan Malaka juga menjalin hubungan erat dengan berbagai kelompok sosial di Bayah, termasuk anggota tentara pembela tanah air (PETA) dan pemuda. Ia memanfaatkan posisinya ini untuk memperkuat gerakan gotong-royong yang melibatkan rakyat dan pemuda, serta membantu keluarga-keluarga prajurit PETA dan Heiho. Selain itu, Tan Malaka mengadakan berbagai kegiatan sosial seperti dapur umum, kebun sayur, orkestra, serta mendirikan klub sepak bola dan sandiwara, yang semuanya berfokus pada memperbaiki keadaan ekonomi dan sosial masyarakat Bayah.

Pada awal tahun 1944, ketika Bayah sedang sibuk membangun jalur kereta api yang menghubungkan Seetu dan Pandeglang ke tambang batu bara di Bayah, kabar tentang kedatangan dua tokoh besar Indonesia, Bung Karno dan Bung Hatta, sampai ke telinga Tan Malaka. Tan Malaka yang saat itu menggunakan nama samaran "Ilias Susen," ikut serta dalam penyambutan keduanya. Dalam pertemuan ini, meski Tan Malaka tidak diizinkan berbicara dalam forum yang ada, ia berhasil mengajukan sebuah pertanyaan kritis mengenai pidato Bung Karno yang menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia baru akan diberikan oleh Jepang setelah kemenangan atas sekutu. Tan Malaka mengingatkan bahwa kemerdekaan Indonesia seharusnya menjadi hasil perjuangan rakyat, bukan pemberian dari Jepang.

Setelah mendengar pidato Bung Karno yang tidak sejalan dengan pandangannya, Tan Malaka semakin teguh dalam keyakinannya bahwa Indonesia harus merdeka melalui perjuangan rakyat sendiri. Ia kemudian memanfaatkan kesempatan untuk terus mendalami gerakan kemerdekaan dengan berbicara kepada para pemuda dan aktivis, termasuk di Jakarta, pada tahun 1945. Tan Malaka bahkan menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh pemuda radikal seperti Soekarni dan Khairul Saleh, serta kelompok pemuda Menteng 31. Ia menyampaikan pesan yang menggugah semangat perjuangan mereka, mengingatkan bahwa kemerdekaan semakin dekat dan harus diperebutkan secepat mungkin.

Pada 14 Agustus 1945, Tan Malaka kembali ke Jakarta, dengan menggunakan nama samaran yang sama, "Ilias Susen," untuk menemui Soekarno dan beberapa tokoh lainnya. Dalam pertemuan ini, Tan Malaka mengingatkan bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia semakin dekat, meskipun pada saat itu Jepang masih berkuasa. Menurut Tan Malaka, situasi tersebut harus dimanfaatkan untuk segera menggalang kekuatan rakyat dan para pemuda dalam meraih kemerdekaan.

Sementara itu, banyak tokoh yang kemudian terlibat dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, termasuk Soekarno dan Hatta, Tan Malaka meskipun tidak terlibat langsung dalam proses tersebut, terus bergerak untuk membangun semangat perjuangan rakyat Indonesia. Tan Malaka bahkan melakukan tur keliling Jawa, menyampaikan kabar gembira tentang kemerdekaan dan membakar semangat rakyat untuk mempertahankan tanah air mereka. Selama perjalanan ini, Tan Malaka melihat langsung bagaimana rakyat Indonesia menyambut kemerdekaan dengan semangat luar biasa, bertekad untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diperoleh.

Walaupun sejarah tidak mencatat peran Tan Malaka dalam Proklamasi Kemerdekaan, ia tetap menjadi sosok yang berperan penting dalam menggerakkan rakyat Indonesia menuju kemerdekaan. Tan Malaka mengajarkan kita bahwa kemerdekaan bukanlah pemberian dari pihak manapun, tetapi hasil dari perjuangan dan semangat rakyat yang tak kenal lelah. Keterlibatan aktifnya dalam memperjuangkan kesejahteraan buruh, serta hubungan eratnya dengan pemuda dan tokoh-tokoh penting dalam sejarah Indonesia, menjadikannya salah satu pejuang kemerdekaan yang patut dikenang.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel