Tan Malaka: Pejuang yang Menantang Elit Politik dan Perjuangannya untuk Kemerdekaan yang Sejati
Tan Malaka: Pejuang yang Menantang Elit Politik dan Perjuangannya
untuk Kemerdekaan yang Sejati
Kontributor
Sumarta (Akang
Marta)
Tan Malaka adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan
kemerdekaan Indonesia yang mungkin sering terlupakan oleh masyarakat luas. Ia
dikenal sebagai seorang revolusioner yang rela mengorbankan nyawa demi
kemerdekaan Indonesia, namun di sisi lain, Tan Malaka juga menjadi kritikus
tajam terhadap sikap sebagian pemimpin negara seperti Soekarno, Hatta, dan
Syahrir yang dianggapnya terlalu lembek dan cenderung dipengaruhi oleh kekuatan
barat. Tan Malaka memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang kemerdekaan
Indonesia dibandingkan dengan banyak pemimpin lainnya pada masa itu.
Sejak awal kemerdekaan, Tan Malaka merasa bahwa Indonesia tidak lagi
membutuhkan perundingan dengan pihak luar, terutama Belanda, untuk mengakui
kemerdekaan Indonesia. Baginya, kemerdekaan sudah diperoleh dengan darah
perjuangan dan tidak perlu lagi ada penundaan atau proses perundingan yang
dapat merugikan Indonesia di kemudian hari. Pandangannya ini membuat Tan Malaka
berada di jalur yang sangat berseberangan dengan kebijakan politik yang diambil
oleh para pemimpin Indonesia lainnya, seperti Soekarno dan Hatta.
Salah satu momen penting dalam perjalanan politik Tan Malaka adalah
pertemuannya dengan Soekarno pada bulan September 1945. Setelah Tan Malaka
membuka identitasnya sebagai tokoh perjuangan yang telah lama bersembunyi,
Soekarno langsung menginstruksikan Sayuti Melik untuk mencari Tan Malaka.
Pertemuan yang sangat rahasia ini berlangsung di rumah seorang dokter, R.
Soeharto, dan bahkan lampu-lampu harus dimatikan untuk menjaga kerahasiaannya.
Dalam pertemuan ini, Tan Malaka dan Soekarno membicarakan masa depan perjuangan
Indonesia, dengan Tan Malaka menyampaikan testamen politiknya yang sangat
jelas: jika Soekarno dan Hatta tidak mampu melanjutkan perjuangan, maka Tan
Malaka siap menggantikannya.
Pernyataan Tan Malaka ini menunjukkan betapa besar tekad dan keyakinannya
terhadap kemerdekaan Indonesia. Ia tidak menginginkan kemerdekaan yang
setengah-setengah, yang dipengaruhi oleh kepentingan pihak asing atau melalui
jalur diplomasi yang dapat merugikan bangsa Indonesia di masa depan. Tan Malaka
ingin agar kemerdekaan Indonesia benar-benar dipertahankan tanpa kompromi
dengan pihak-pihak luar yang memiliki kepentingan.
Namun, meskipun Tan Malaka mendapat dukungan luas dari kalangan rakyat,
termasuk para pemimpin revolusioner seperti Jenderal Sudirman, ia tetap
menghadapi tantangan besar. Saat itu, pemerintahan Indonesia yang dipimpin oleh
Soekarno, Hatta, dan Syahrir mulai cenderung mengambil langkah-langkah yang
lebih moderat, bahkan mempertimbangkan untuk berunding dengan Belanda demi
mendapatkan pengakuan internasional. Hal inilah yang kemudian menjadi titik
perbedaan antara Tan Malaka dan para pemimpin lainnya.
Pada bulan September 1945, ketika Syahrir menawarkan Tan Malaka untuk
bergabung dalam pemerintahan sebagai ketua Partai Solidaritas Indonesia, Tan
Malaka menolak dengan tegas. Ia merasa bahwa tujuan perjuangannya adalah untuk
melanjutkan perjuangan rakyat, bukan untuk terjebak dalam politik kekuasaan yang
tidak lagi berpihak kepada rakyat. Penolakan ini semakin memperburuk hubungan
Tan Malaka dengan pemerintah yang semakin berfokus pada pengakuan
internasional.
Namun, Tan Malaka tetap berjuang dengan cara yang sangat radikal. Pada bulan
Januari 1946, ia bersama Jenderal Sudirman mengadakan Kongres Pemuda di
Purwokerto, yang melibatkan berbagai organisasi radikal dan militan. Kongres
ini melahirkan Persatuan Perjuangan, sebuah organisasi yang berfungsi sebagai
manifestasi kekecewaan rakyat terhadap kebijakan pemerintahan yang lebih
memilih jalur diplomasi dan perundingan ketimbang perlawanan langsung terhadap
Belanda.
Pendirian Persatuan Perjuangan ini juga menandai semakin tajamnya perbedaan
antara Tan Malaka dan elit politik Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno,
Hatta, dan Syahrir. Bagi Tan Malaka, perjuangan untuk mempertahankan
kemerdekaan harus lebih dari sekadar perundingan. Ia percaya bahwa perjuangan
harus dilakukan dengan cara yang lebih radikal, mengerahkan seluruh potensi
rakyat untuk melawan Belanda dan mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih
dengan susah payah.
Namun, perjuangan Tan Malaka tidak bertahan lama. Pada tahun 1946, Kabinet
Syahrir, melalui Menteri Pertahanan Amir Syarifuddin, menganggap bahwa Tan
Malaka dan kelompoknya mengancam stabilitas pemerintahan yang baru terbentuk.
Pemerintah Indonesia mulai menganggap Tan Malaka sebagai ancaman, dan upaya
untuk menangkapnya pun dimulai.
Pada bulan Maret 1946, Tan Malaka ditangkap dan dipenjarakan oleh pemerintah
Indonesia yang dipimpin oleh Syahrir. Meskipun Jenderal Sudirman dan para
pengikut Tan Malaka berusaha untuk membebaskannya, upaya tersebut gagal. Tan
Malaka pun dijebloskan ke penjara selama lebih dari dua tahun tanpa proses yang
jelas. Pada bulan September 1948, setelah lebih dari dua tahun dipenjara, Tan
Malaka akhirnya dibebaskan, namun perjuangannya belum selesai.
Pada saat itu, Tan Malaka sedang berada di puncak perjuangannya. Dengan
gagasan radikal dan semangat juang yang tinggi, Tan Malaka tetap berusaha untuk
menghidupkan kembali api perjuangan kemerdekaan yang sejati. Namun, tragisnya,
meskipun banyak mendapatkan dukungan dari rakyat, ia akhirnya harus menghadapi
kenyataan pahit bahwa perjuangannya justru berakhir tragis akibat intervensi
politik dari elit yang berkuasa di Jakarta.
Perjuangan Tan Malaka menjadi contoh bagaimana seorang pejuang yang teguh
pada prinsip bisa merasa tertinggal atau terpinggirkan oleh para pemimpin yang
lebih cenderung berkompromi dengan pihak asing demi stabilitas politik. Tan
Malaka memilih untuk melawan demi kemerdekaan yang sejati, meskipun itu berarti
harus berseberangan dengan pemerintah dan elit politik saat itu.
Pada akhirnya, meskipun Tan Malaka telah gugur dalam perjuangannya, ide-ide
dan semangat juangnya tetap hidup. Ia adalah simbol dari perjuangan kemerdekaan
Indonesia yang berani menantang semua kekuatan, baik dari dalam maupun luar
negeri, untuk mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya. Dalam sejarah perjuangan
kemerdekaan Indonesia, nama Tan Malaka akan selalu dikenang sebagai salah satu
tokoh revolusioner yang gigih dan tidak kenal menyerah dalam mewujudkan
kemerdekaan bangsa Indonesia yang merdeka, utuh, dan berdaulat.