BAB 16: Badai Personal dan Perlawanan Tersisa

BAB 16: Badai Personal dan Perlawanan Tersisa

By Akang Marta

 


Bab 16. Bab ini akan memfokuskan pada semakin memanasnya situasi setelah kesaksian Rifal Damai, tekanan yang semakin meningkat dari kubu Istana, dan ancaman yang mulai menjadi lebih personal terhadap Recky dan timnya.

Kesaksian Rifal Damai di persidangan Recky adalah gempa bumi kecil yang mengguncang narasi resmi. Suara dari dalam KPU NEGERI WANDA, seorang saksi yang berani bicara apa adanya, telah menohok tepat pada titik lemah argumen Jaksa Penuntut Umum. Media sosial bergemuruh, netizen dan channel alternatif kembali riuh, menjadikan Haidar sebagai pahlawan baru kebenaran.

Namun, reaksi dari kubu Istana dan jajaran kepolisian juga tak kalah sengit. Ini bukan lagi sekadar kasus hukum, tetapi pertarungan reputasi di mata publik. Mereka harus segera memadamkan api yang baru saja tersulut.

Beberapa hari setelah Haidar bersaksi, berita tentang reshuffle di KPU NEGERI WANDA tiba-tiba beredar. Rifal Damai, tanpa penjelasan yang jelas, dimutasi ke posisi yang jauh dari strategis, bahkan terkesan dilempar ke sudut yang terlupakan. Ini adalah pesan keras, peringatan bagi siapa pun yang berani melawan arus.

"Mereka mencoba membungkam Haidar," kata Bramastra kepada Recky, raut wajahnya muram. "Ini adalah tindakan balasan. Tapi kita sudah memperhitungkan ini."

Namun, tekanan tidak berhenti di situ. Kali ini, serangan mulai menyasar Recky secara lebih personal dan brutal. Apartemen Recky dibobol. Tidak ada barang berharga yang hilang, namun semua berkas dan laptopnya diacak-acak. Sebuah pesan tertulis ditinggalkan di mejanya: "Ini peringatan terakhir."

Recky merasakan ketakutan yang sesungguhnya. Ini bukan lagi sekadar ancaman di dunia maya. Ini adalah intrusi nyata ke dalam kehidupannya, ke dalam privasinya. Ia segera melaporkan kejadian ini kepada Bramastra.

"Kamu harus pindah, Recky," tegas Bramastra. "Untuk sementara, jangan tinggal di tempat yang sama. Aku akan carikan tempat yang lebih aman."

Tim pembela Recky juga mulai merasakan tekanan. Ibu Duwarasanti, pengacara senior mereka, menerima panggilan dari rekan-rekannya di organisasi profesi hukum. Ada "saran" agar ia mundur dari kasus Recky, karena dianggap terlalu berisiko bagi kariernya dan reputasi firma hukumnya. Meskipun Duwarasanti adalah seorang pejuang sejati, tekanan ini mulai menggerogoti.

"Ini bukan hal yang mudah, Recky," kata Duwarasanti kepadanya. "Mereka akan berusaha memutus semua jalur dukungan kita."

 

Di balik dinding Istana, Widakdos mendengarkan laporan dengan wajah datar. "Apakah sudah cukup jelas pesannya?" tanyanya kepada orang kepercayaannya.

"Sudah, Pak. Haidar sudah dimutasi. Recky sudah diberi peringatan keras. Deni masih belum terlacak, tapi dia sudah tidak berani bicara lagi," jawab orang itu.

"Bagus," kata Widakdos. "Pastikan semua mata rantai terputus. Kita tidak bisa membiarkan isu ini mengganggu stabilitas. Ini bukan hanya tentang ijazah, ini tentang legitimasi."

Widakdos kemudian mengalihkan perhatiannya ke aspek lain dari strategi mereka. "Bagaimana dengan narasi tandingan? Kita harus terus memperkuat narasi 'prestasi' dan 'kinerja' presiden. Alihkan perhatian publik dari isu-isu remeh seperti ini."

Maka, kampanye media pun diintensifkan. Media mainstream dibanjiri berita-berita positif tentang pembangunan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, dan pencapaian-pencapaian pemerintah. Narasi tentang "prestasi tanpa batas" terus digaungkan, berusaha menenggelamkan isu ijazah yang terus digulirkan Recky dan timnya.

 

Kembali ke ruang sidang, tim pembela Recky terus berjuang. Meskipun Rifal Damai telah dimutasi, kesaksiannya tetap terekam dalam berita acara persidangan. Duwarasanti dan timnya mencoba memanfaatkan setiap celah, setiap inkonsistensi dalam argumen jaksa penuntut.

Mereka bahkan mencoba memanggil Pradanta Edo dan Widakdos sebagai saksi, dengan harapan bisa mengungkap lebih banyak tentang pertemuan awal di Jalan Cikini dan peran Pasar Premedia. Namun, pengadilan menolak permohonan tersebut dengan alasan bahwa kesaksian mereka tidak relevan dengan dakwaan pencemaran nama baik.

"Ini sudah jelas, Yang Mulia," Duwarasanti berargumen dengan frustrasi. "Mereka mencoba menutup mata terhadap akar masalah. Bagaimana mungkin kebenaran bisa terungkap jika saksi kunci dan barang bukti utama tidak diizinkan hadir?"

Hakim tetap pada keputusannya, wajahnya menunjukkan kelelahan dan mungkin, sedikit ketakutan.

Bramastra, yang mengamati dari kursi pengunjung, merasakan kemarahan. Ia tahu bahwa hakim berada di bawah tekanan besar, namun ia juga tidak bisa menerima ketidakadilan ini. Ia teringat kembali pada pesan Tado Kiemes tentang "petugas partai yang buta" dan "hukum yang dibengkokkan".

Ia memutuskan untuk mengambil langkah yang lebih berani. Ia mulai secara terbuka menantang UGGMNN untuk melakukan uji forensik ijazah secara transparan. Ia juga mulai mengorganisir sebuah petisi online, meminta masyarakat untuk menuntut keadilan bagi Recky dan menuntut transparansi dari KPU, UGGMNN, dan kepolisian.

"Kita tidak akan kalah, Recky," kata Bramastra suatu malam, saat ia diam-diam mengunjungi tempat persembunyian baru Recky. "Mereka mungkin punya kekuasaan, tapi kita punya kebenaran. Dan kebenaran, seburuk apa pun keadaannya, akan selalu menemukan jalannya untuk bersinar."

Recky mengangguk. Ia tahu perjalanan ini masih panjang. Ia tahu bahwa bahaya mengintai di setiap sudut. Tetapi ia juga tahu, ia tidak bisa berhenti sekarang. Ada terlalu banyak yang dipertaruhkan. Bukan hanya kebebasannya, tetapi juga integritas sebuah bangsa yang ia cintai. Ia adalah prajurit terakhir di medan perang kebenaran.

 

Catatan:

Bab ini fokus pada respons balik yang lebih keras dari pihak berwenang setelah kesaksian Rifal Damai, termasuk mutasi Haidar dan intrusi personal terhadap Recky (apartemen dibobol). Ini menyoroti bagaimana tekanan mulai meluas ke tim pembela dan bagaimana Istana berusaha mengalihkan perhatian publik dengan narasi prestasi. Meskipun menghadapi rintangan, Recky dan Bramastra tetap gigih, dengan Bramastra mengambil langkah yang lebih berani dalam menghadapi UGGMNN dan mengorganisir dukungan publik. Konflik semakin personal dan berisiko.

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel