Bagian 10: Senyuman Mengerikan dan Kehangatan Keluarga (Lanjutan)
Bagian 10: Senyuman Mengerikan dan Kehangatan Keluarga (Lanjutan)
...Dan ternyata nenek itu sudah tidak ada. Aku terdiam, mencoba memahami
apa yang baru saja kulihat. Apakah itu halusinasi karena keadaanku yang kritis?
Atau apakah itu sebuah pertanda? Rasa dingin yang menusuk perlahan memudar,
digantikan oleh kehangatan yang menjalar dari tatapan keluargaku. Mereka tidak
berbicara, hanya menatapku dengan wajah datar, namun ada kelegaan yang tak
terucap di mata mereka.
Dokter dan perawat mulai hilir mudik di sekitarku, suara mereka
samar-samar di telingaku. Aku merasa jarum menusuk kulitku, cairan dingin
mengalir ke dalam pembuluh darahku. Aku tahu, mereka sedang berusaha
menyelamatkanku. Namun, fokusku tetap pada keluargaku yang mengelilingiku.
Sebuah perasaan damai menyelimutiku, seolah-olah mereka ada di sana untuk
menemaniku, apa pun yang terjadi.
Aku kembali menatap Umi dan Bapak. Mata Umi berkaca-kaca, namun dia
menahan tangisnya. Bapak memegang erat tangan Umi, wajahnya tegang. Aku ingin
mengatakan sesuatu, menenangkan mereka, tapi lidahku terasa kelu. Hanya seulas
senyum tipis yang bisa kubalas, meyakinkan mereka bahwa aku baik-baik saja.
Perlahan, pandanganku mulai kabur. Suara-suara di sekitarku semakin
menjauh, dan kegelapan mulai merayap. Aku merasakan tangan-tangan yang membelai
rambutku, mencium keningku. Aku tahu, mereka ada di sana, di sampingku. Dan
dengan kehangatan itu, aku membiarkan diriku tenggelam dalam ketiduran yang
dalam.