Bagian 16: Perpisahan dengan Masa Lalu

Bagian 16: Perpisahan dengan Masa Lalu



Hari Sabtu tiba. Rina menjemputku di depan gang rumah. Dia terlihat lebih muda dari yang kubayangkan, mungkin seusiaku. Kami mengobrol santai di perjalanan, ia menceritakan sedikit tentang kehidupannya setelah berhenti dari pabrik.

"Dulu saya benar-benar ketakutan, Pak Afrizal," katanya. "Setiap malam saya mimpi buruk tentang nenek itu. Setelah Anda kecelakaan, saya tidak bisa tidur nyenyak sama sekali. Saya pikir, lebih baik saya cari pekerjaan lain daripada terus dihantui ketakutan."

Aku mengangguk mengerti. "Saya juga mengalami hal yang sama, Mbak Rina. Tapi sekarang, saya mencoba melihat ini sebagai pelajaran."

Ketika kami tiba di lokasi, pemandangan itu membuatku tercengang. Pabrik tua yang dulunya kumuh dan menakutkan, kini telah berubah menjadi puing-puing. Alat-alat berat bekerja, merobohkan sisa-sisa bangunan yang masih berdiri. Debu beterbangan di udara, menciptakan suasana muram.

Aku melangkah mendekat, Rina mengikutiku. Kami berdiri di tempat yang dulunya adalah area mesin giling. Kini, hanya ada tumpukan beton dan besi yang hancur. Aku mencari-cari sisa-sisa mesin giling itu, namun tak kutemukan. Mungkin sudah hancur lebur, atau sudah diangkut entah ke mana.

Di tempat ini, aku kehilangan tanganku. Di tempat ini, aku berhadapan langsung dengan teror yang tak kasat mata. Aku memejamkan mata, mencoba merasakan aura yang dulu begitu kuat. Tapi kali ini, aku tidak merasakan ketakutan. Hanya ada perasaan hampa, dan sedikit kelegaan.

"Apakah Anda merasakan sesuatu, Pak?" tanya Rina, suaranya pelan.

Aku menggelengkan kepala. "Tidak ada lagi. Hanya... sisa-sisa kenangan."

Kami berdiri di sana untuk waktu yang cukup lama, menyaksikan pabrik itu dirobohkan seutuhnya. Setiap runtuhan tembok, setiap tiang yang tumbang, seolah-olah melepaskan beban yang selama ini menghimpit.

Saat matahari mulai terbenam, kami memutuskan untuk pulang. Di perjalanan pulang, Rina bertanya, "Apakah Anda merasa lebih baik, Pak?"

"Jauh lebih baik," jawabku tulus. "Rasanya seperti ada sesuatu yang terlepas. Seperti sebuah penutupan."

Rina tersenyum. "Saya senang mendengarnya. Saya juga merasa lebih lega setelah melihat pabrik itu rata dengan tanah."

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel