Bagian 17: Hidup Baru, Harapan Baru
Bagian 17: Hidup Baru, Harapan Baru
Sejak hari itu, tidurku menjadi lebih nyenyak. Mimpi buruk tentang nenek
itu perlahan menghilang. Aku masih sesekali teringat padanya, tapi bayangan itu
tidak lagi menakutkan. Dia hanya menjadi bagian dari masa laluku, sebuah
pengingat akan kerapuhan hidup dan kekuatan spiritual yang ada di dunia ini.
Aku semakin fokus pada pekerjaan dan keluargaku. Keterbatasan fisikku
tidak lagi menjadi penghalang. Aku belajar mengoperasikan komputer dengan satu
tangan, mengetik dengan kecepatan yang lumayan. Aku bahkan mulai mengikuti
kursus daring untuk meningkatkan keterampilan kerjaku.
Hubunganku dengan Umi dan Bapak semakin erat. Mereka tidak lagi terlalu
khawatir, melihat aku bisa beradaptasi dan tetap bersemangat. Kami sering duduk
bersama, menceritakan hal-hal ringan, dan tertawa. Kebahagiaan kecil ini terasa
begitu berharga setelah semua yang kami lalui.
Ari dan Indra juga sering berkunjung. Kami sering bernostalgia tentang
masa-masa di pabrik itu, tapi kini dengan tawa, bukan dengan ketakutan. Mereka
menganggapku sebagai inspirasi, seseorang yang mampu bangkit dari keterpurukan.
Aku mulai menyadari bahwa musibah yang kualami, meskipun tragis, telah
membentukku menjadi pribadi yang lebih kuat dan bersyukur. Aku belajar
menghargai setiap detik hidup, setiap napas yang kuhela. Aku belajar untuk
tidak menyerah pada nasib, melainkan terus berjuang dan mencari jalan keluar.
Kisahku di RJ5, dan pertemuanku dengan Rina, membawaku pada sebuah
kesimpulan. Bahwa di balik setiap kejadian, baik yang menakutkan maupun yang
menyakitkan, selalu ada hikmah yang bisa dipetik. Bahwa meskipun kita tidak
bisa mengubah masa lalu, kita selalu bisa mengubah cara kita melihatnya, dan
cara kita menjalani masa depan.