Bagian 2: Mencari Nafkah di Tengah Keterbatasan

Bagian 2: Mencari Nafkah di Tengah Keterbatasan



Namaku Afrizal, 30 tahun. Kisah ini bermula saat aku baru saja lulus sekolah. Keadaan ekonomi keluarga sedang terpuruk, dan sebagai anak pertama, beban itu terasa begitu berat di pundakku. Aku berkeliling, melamar pekerjaan ke sana kemari, namun selalu mentok. Ijazah SMK-ku belum bisa ditebus karena tunggakan biaya sekolah dan SPP yang belum terbayar. Keterbatasan ini membuatku merasa seperti terperangkap.

Suatu hari, aku ikut paman, seorang kuli bangunan, untuk ngecor. Sehari bekerja keras, mengangkut adukan semen, aku digaji seratus ribu rupiah. Lima puluh ribu untuk orang tua, lima puluh ribu untukku. Uang itu tak seberapa, namun saat itu rasanya bagai harta karun. Tapi kegelisahan kembali menghantuiku; besok, aku harus mencari pekerjaan lagi.

Malam harinya, aku nongkrong bersama teman-teman di sebuah tongkrongan. Dani, salah satu temanku, menanyaiku, "Lu udah dapat kerjaan, Jal?"

"Belum nih, belum dapat," jawabku lesu.

"Gua punya kenalan teman, dia orang Bekasi," kata Dani. "Nanti orangnya ke sini. Dulu gua pernah kerja juga di sana, tapi cuman tiga hari gua langsung cabut, enggak kuat."

Tak lama, teman Dani itu datang. Namanya Indra. Kami mengobrol, dan Dani mengenalkanku padanya. Aku bertanya banyak tentang pekerjaan. Singkat cerita, kami bertukar nomor telepon.

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel