Bagian 3: Pintu Pabrik Tua yang Menjanjikan
Bagian 3: Pintu Pabrik Tua yang
Menjanjikan
Keesokan harinya, Selasa pagi pukul sembilan. Sebagai pengangguran,
kebingungan melandaku. Akhirnya, aku memberanikan diri menelepon Indra. Dulu,
tahun 2013, HP Asia masih merajai. Aku SMS dia, "Bang, gimana kerjaan?
Udah ada lowongan belum?"
Indra langsung merespons cepat, ia meneleponku. "Lu ada orang
enggak satu orang lagi? Gua butuh dua orang nih."
"Emang ada lowongan, Bang?" tanyaku tak percaya.
"Ada, udah lu ke sini aja, entar gua kirimin alamatnya."
Aku berpikir keras, mencari teman yang bisa kuajak bekerja. Terlintas
nama Ari, teman sebangkuku di SMK, teman seperjuangan. Aku meneleponnya,
"Ri, lu dapat kerjaan belum, Ri?"
"Gua udah kerjaan nih," jawabnya riang. Kami berdua sepakat
untuk melamar bareng.
Jam sepuluh pagi, aku menjemput Ari. Kami berangkat menuju pabrik yang
Indra sebutkan. Tiba di sana pukul sebelas siang. Pabrik itu, sungguh, tua.
Bangunannya terbuat dari tembok tanpa plesteran, kamar mandinya dari asbes dan
seng tua, triplek-triplek lapuk. Kumuh, namun besar. Hanya satu lantai, namun luas.
Kami diinterview. Ditanya soal pribadi, pengalaman kerja. Selesai
interview, kami pulang. Belum sempat sampai rumah, sekitar jam empat sore,
teleponku berdering. Pihak perusahaan! Mereka bilang, besok sudah bisa langsung
kerja. Hatiku girang tak terkira. Lima menit kemudian, Ari juga ditelepon
dengan kabar yang sama.