Bantuan Subsidi Upah (BSU): Jaring Pengaman Ekonomi dalam Dinamika Waktu
Bantuan Subsidi Upah (BSU)
Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebagai instrumen vital kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia untuk menjaga daya beli masyarakat dan menopang perekonomian, baik di masa krisis seperti pandemi maupun dalam menghadapi tantangan ekonomi kontemporer.
Kabar penting yang dinanti banyak orang: pemerintah kembali meluncurkan Bantuan Subsidi Upah (BSU). Kabar ini bukan sekadar
pengumuman biasa, melainkan bagian dari sebuah strategi ekonomi yang lebih
luas, sebuah perisai finansial yang terdiri dari enam insentif ekonomi
yang sedang disiapkan untuk membendung arus tekanan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat.
Laporan mendalam dari jurnalis CNBC Indonesia, Salma Wijaya, ditemani
oleh juru kamera Tomo, segera menyajikan detail lebih lanjut. Pada 5 Juni 2025, BSU akan mulai disalurkan. Namun, pertanyaan
mendasar yang muncul adalah, "Apa sebenarnya BSU itu, dan bagaimana skema
bantuan yang akan diberikan pemerintah kali ini?" Salma menjelaskan bahwa
BSU, atau Bantuan Subsidi Upah, adalah bantuan tunai yang secara spesifik
ditujukan bagi pekerja atau buruh yang memenuhi kriteria tertentu. Tujuannya
jelas: untuk meringankan beban ekonomi, terutama di tengah masa-masa sulit atau
gejolak ekonomi yang tidak terduga.
BSU 2025 bukanlah pendatang baru di panggung kebijakan ekonomi
Indonesia. Program serupa telah sukses dijalankan sebelumnya, meninggalkan
jejak positif pada masa-masa genting. Ingatan kolektif masyarakat Indonesia
masih segar akan peluncuran BSU pada pandemi Covid-19 di tahun 2020.
Kala itu, BSU tahap pertama menjadi penopang bagi pekerja dengan upah maksimal
Rp5 juta, mengalirkan bantuan senilai Rp1,2 juta ke rekening
mereka. Setahun kemudian, pada 2021, skema BSU
berevolusi, memberikan Rp500.000 per bulan kepada pekerja
dengan upah maksimal Rp3,5 juta atau di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP).
Angka ini sedikit berubah pada 2022, ketika BSU
diberikan satu kali sebesar Rp600.000 untuk pekerja dengan gaji
maksimal Rp3,5 juta atau di bawah UMP. Setiap iterasi BSU di masa pandemi
memiliki misi yang sama: meringankan beban finansial pekerja dan perusahaan
yang terhuyung-huyung diterpa badai ekonomi global.
Namun, BSU 2025 hadir dengan tujuan yang sedikit berbeda, sebuah respons
adaptif terhadap dinamika ekonomi terkini. Jika BSU sebelumnya lahir dari
urgensi pandemi, BSU kali ini dirancang untuk meningkatkan daya beli masyarakat
sebagai respons terhadap konsumsi domestik yang tak kunjung pulih. Triwulan
kedua tahun ini, yang biasanya diwarnai oleh momen-momen musiman pendorong
belanja seperti Lebaran dan Ramadan, nyaris tidak memberikan efek dorongan yang
signifikan.
Meskipun keduanya bertujuan mendongkrak perekonomian, ada perbedaan
fundamental antara BSU di era pandemi dan BSU 2025. Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa skema pemberian BSU
2025 akan menyerupai model pandemi, yaitu diberikan kepada masyarakat dengan
gaji maksimal Rp3,5 juta. Namun, ada satu penyesuaian signifikan: nilai bantuan kali ini akan lebih kecil dibandingkan dengan
bantuan yang diberikan selama pandemi Covid-19.
Selain BSU, pemerintah tidak datang dengan tangan kosong. Enam paket
insentif ekonomi lainnya siap diluncurkan secara bersamaan, membentuk jaring
pengaman yang lebih komprehensif. Daftar insentif ini mencakup diskonasi, tarif listrik, potongan tarif tol, tambahan alokasi
bantuan sosial (bansos), Bantuan Subsidi Upah (BSU) itu sendiri, dan
perpanjangan program diskon iuran JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja). Ini
adalah langkah strategis, sebuah pernyataan bahwa pemerintah serius dalam
menopang ekonomi di berbagai lini.
Airlangga Hartarto juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan
antara stimulus ekonomi dan keberlanjutan fiskal. Inilah alasan mengapa besaran
BSU pada 2025 dirancang lebih kecil dibandingkan saat pandemi—sebuah keputusan
yang didasarkan pada perhitungan cermat untuk memastikan bantuan tetap efektif
namun tidak membahayakan stabilitas keuangan negara. Saat ini, pemerintah masih
sibuk merancang ketentuan teknis penyaluran BSU, termasuk besaran anggaran yang
akan dialokasikan, sebuah proses yang disampaikan oleh Airlangga usai rapat
koordinasi di Jakarta pada Sabtu, 24 Mei 2025 lalu.
Menoleh ke belakang, evaluasi terhadap BSU yang disalurkan pada masa
pandemi menunjukkan keberhasilan program ini dalam menjaga daya beli masyarakat
dan mendorong konsumsi rumah tangga. Hal ini secara signifikan berkontribusi
pada pemulihan ekonomi nasional di tengah tekanan pandemi. Institute for Development of Economics and Finance (Indef)
bahkan melakukan kajian empiris pada 2021 dengan mengumpulkan
data primer melalui survei terhadap 1.500 responden penerima BSU di 33
provinsi. Hasilnya sangat menggembirakan: lebih dari 70% responden melaporkan
bahwa BSU membantu mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama yang
bersifat pokok seperti pangan, listrik, air, serta kebutuhan sekolah anak dan
kesehatan.
Namun, tidak ada program yang sempurna. BSU 2021, meskipun dirancang
dengan manfaat besar, masih memiliki celah. Salah satu permasalahan utama yang
terungkap dalam survei adalah adanya responden yang berhak mendapatkan BSU
namun belum menerimanya. Ini menjadi catatan penting untuk penyempurnaan di
masa depan. Meskipun demikian, harapan besar kini tersemat pada peluncuran BSU 2025
dan paket stimulus ekonomi lainnya. Diharapkan, program-program ini mampu
menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di tengah
tantangan ekonomi global yang terus berubah, sekaligus mendongkrak perekonomian
Indonesia secara keseluruhan.
Konten Kreator
Akang Marta
Indramayutradisi.com