Gelap Mata di Jurang Keputusasaan: Pergulatan Iman, Utang, dan Jerat Pesugihan

 Gelap Mata di Jurang Keputusasaan: Pergulatan Iman, Utang, dan Jerat Pesugihan

 



Gunung Ciremai yang dingin dan berkabut menjadi saksi bisu perjalanan Pak Rahman, seorang pria yang terjerat lilitan utang dan kegelapan mata. Kisahnya berawal pada tahun 2016, saat ia bekerja di sebuah perusahaan swasta bidang transportasi. Kondisi perusahaan yang sedang sulit membuatnya harus berhadapan dengan gaji yang tidak utuh dan ketiadaan lembur. Di tengah kesulitan ekonomi ini, Pak Rahman juga didera penyakit aneh: dadanya terasa disilet-silet dan lehernya seperti dicekik. Setelah berobat ke dokter tanpa hasil, ia memutuskan mencari pengobatan alternatif.

 

Pencarian "Pengobatan" dan Jebakan Awal

 

Pak Rahman mendapatkan informasi tentang seorang paranormal di Baturaden, Purwokerto. Awalnya, sang paranormal hanya melakukan pijatan dan kerokan, membuat Pak Rahman bingung karena penyakitnya terasa jauh lebih serius. Setelah beberapa kali kunjungan, paranormal itu mulai membuka "rahasia"nya. Ia memperlihatkan lima kardus berisi uang pecahan Rp5.000 yang katanya adalah "milik gaib". Paranormal itu menawarkan dua kardus kepada Pak Rahman, namun dengan syarat: uang itu tidak bisa dipakai sebelum "disempurnakan" dengan minyak khusus yang harganya Rp6 juta, harus dibeli di Tasik oleh seorang bernama Bah Anom.

 

Tergiur dengan janji kekayaan instan, Pak Rahman nekat meminjam uang Rp6 juta dari seorang rentenir kantor dengan bunga cicilan Rp500 ribu per bulan. Ia menyerahkan uang itu kepada paranormal, yang kemudian berangkat ke Tasik. Namun, saat kembali, paranormal itu justru mengatakan uang Rp6 juta sudah habis dan butuh tambahan Rp20 juta lagi untuk minyak yang benar-benar "sempurna". Pak Rahman semakin terjerat. Dengan putus asa, ia kembali meminjam Rp20 juta dari rentenir yang sama, dengan perjanjian harus mengembalikan total Rp29 juta. Ia menyerahkan Rp25 juta kepada paranormal, menyisakan Rp500 ribu untuk dirinya.

 

Paranormal itu kembali berangkat ke Tasik. Setelah tiga hari, ia pulang dan menyerahkan sebotol kecil minyak kepada Pak Rahman, mengatakan ritual penyempurnaan akan dilakukan pada malam Jumat. Pak Rahman menunggu, namun saat hari Kamis sore ia kembali ke sana, paranormal itu sudah tidak ada. Pemilik kontrakan di sebelah rumah paranormal itu mengungkapkan bahwa paranormal tersebut sudah pindah sejak hari Rabu, tanpa meninggalkan jejak. Dua kardus "uang gaib" yang dijanjikan pun raib.

 

Terjebak dalam Jeratan Baru

 

Pak Rahman terpukul, utangnya kini membengkak menjadi Rp29 juta. Ia terpaksa pulang dengan perasaan hancur, bahkan sempat jatuh dari motor karena linglung. Dalam kebingungannya, ia bertemu dengan seorang pria bernama Pak Warso di sebuah warung. Setelah mendengar cerita Pak Rahman, Pak Warso menawarkan "solusi": ada uang yang bisa "dipetik" dari pemakaman keramat, namun harus diangkut ke rumah tanpa boleh jatuh. Biayanya Rp4 juta sekali angkut.

 

Terdesak utang, Pak Rahman kembali memaksakan diri mencari pinjaman. Ia berhasil mendapatkan Rp4 juta dari teman rentenir lainnya. Ia menyerahkan uang itu kepada Pak Warso, yang kemudian mengantarnya ke sebuah pemakaman di daerah Sampang. Di sana, mereka bertemu dengan seorang "kuncen" yang badannya kotor dan bau, yang meyakinkan Pak Rahman bahwa peti tersebut berisi uang.

 

Peti itu tampak aneh, seperti baru dibuat padahal katanya sudah lama. Peti berukuran sekitar 50 cm x 50 cm itu diletakkan di tengah-tengah dua makam. Kuncen meminta Pak Rahman dan Pak Warso untuk mengangkat peti itu tanpa boleh jatuh. Awalnya, peti itu terasa ringan, bahkan Pak Rahman merasa bisa mengangkatnya sendiri. Namun, setelah beberapa langkah, peti itu mulai terasa berat. Jarak 100 meter terasa seperti tak berujung. Ketika tinggal 10 meter lagi menuju rumah, Pak Rahman dan Pak Warso benar-benar tak sanggup lagi menahan beban peti tersebut. Peti itu jatuh.

 

Kuncen langsung menyatakan bahwa ritual itu gagal. Rp4 juta amblas begitu saja. Pak Rahman semakin lemas. Utangnya kini mencapai Rp33 juta. Ia memohon bantuan kepada Pak Warso, yang kemudian merayunya untuk mencoba lagi. Pak Warso menyarankan untuk membawa tiga orang lagi, dengan alasan lima orang pasti kuat mengangkat peti itu. Dengan berat hati dan putus asa, Pak Rahman kembali mencari pinjaman. Ia berhasil meminjam Rp2 juta lagi dari teman rentenir yang lain. Dengan uang itu, ia menyewa tiga orang tambahan dari Pak Warso, masing-masing Rp50 ribu, dan sisanya untuk biaya bensin.

 

Kegagalan Berulang dan Titik Balik

 

Untuk kedua kalinya, Pak Rahman dan lima orang lainnya berangkat ke pemakaman. Kuncen sudah melarang, mengatakan peti itu tak akan kuat diangkat meskipun oleh lima orang. Namun, rayuan Pak Warso dan tekad Pak Rahman membuat mereka tetap melanjutkan. Awalnya, peti terasa ringan. Namun, seperti sebelumnya, peti mulai terasa berat setelah beberapa langkah. Mereka menambah satu per satu orang untuk membantu mengangkat. Ketika tinggal beberapa meter lagi menuju rumah, dua orang tergelincir, dan peti itu jatuh lagi. Gagal sudah.

 

Pak Rahman pulang dengan perasaan campur aduk: lemas, bingung, kacau. Utangnya semakin menumpuk. Ia merasa tidak fokus bekerja. Penyakit anehnya kembali datang, terutama pada malam hari, terasa seperti disayat-sayat. Suatu malam, ia pasrah pada takdir, habis salat Isya ia terus berzikir hingga tertidur. Saat terbangun, ia bersyukur masih hidup.

 

Di kantor, ia menceritakan kondisinya kepada seorang cleaning service. Sang cleaning service memberinya nasihat yang menampar: "Pak, kalau Bapak mati itu bukan karena Bapak kena penyakit, tapi karena takdir. Tapi kalau takdir Bapak belum sampai mati, Bapak akan tetap hidup." Nasihat ini membangkitkan semangat Pak Rahman, meskipun tubuhnya masih sakit dan pikirannya dihantui utang.

 

Sebulan berlalu, Pak Rahman tidak bisa mengembalikan utangnya. Temannya, sang rentenir, datang dan memaki-maki Pak Rahman di depan orang banyak, bahkan meludahinya. Perasaan Pak Rahman hancur, marah, dan sakit hati. Ia bersumpah akan menumbalkan orang yang telah menghinanya. Dalam kegelapan matanya, ia tidak peduli bagaimana caranya, yang penting dendamnya terbalas.

 

Kisah di Gunung Hejo: Pesugihan Jual Musuh

 

Seorang teman kantor, yang memahami sakit hati Pak Rahman, memberinya informasi tentang seorang Dede di Subang yang bisa membantu "jual musuh" atau pesugihan. Tanpa berpikir panjang, Pak Rahman berangkat ke Subang. Ia bertemu Dede, yang kemudian menceritakan tentang ritual "jual musuh" di Gunung Hejo dengan biaya Rp5 juta. Karena Pak Rahman tidak punya uang, Dede bersedia menalangi biaya tersebut, dengan janji akan diganti jika ritual berhasil.

 

Pak Rahman dan Dede berangkat ke Gunung Hejo pada hari Minggu pagi. Di sana, mereka bertemu dengan seorang "Abah" yang menjelaskan syarat dan aturan ritual: niat harus "pasagi" (kotak, tidak mudah goyah), ritual dilakukan selama tiga malam (bisa berhasil pada malam pertama atau kedua), dan ketika "pemilik uang" datang, Pak Rahman tidak boleh lari. Pak Rahman terkejut mendengar bahwa yang akan datang adalah "jurig" (setan). Namun, dengan tekad bulat, ia menyatakan kesiapannya.

 

Dede kemudian berpamitan, meninggalkan Pak Rahman bersama Abah. Tugas Pak Rahman hanya mengantar, sedangkan keberhasilan tergantung tekad Pak Rahman. Abah berencana berbelanja keperluan sajen dengan uang dari Dede. Di sana, Pak Rahman bertemu dengan banyak tamu lain yang juga datang untuk berbagai keperluan ritual.

 

 

Tradisi dan Budaya Masyarakat yang Tergambar dalam Kisah Pak Rahman

 

Kisah Pak Rahman secara jelas merefleksikan beragam tradisi dan budaya yang masih mengakar kuat di beberapa lapisan masyarakat Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan kepercayaan mistis dan praktik pesugihan. Kisah ini bukan sekadar narasi pribadi, melainkan sebuah cerminan kompleksitas interaksi antara keyakinan kuno, tekanan modern, dan pencarian solusi di luar nalar.

 

Kepercayaan pada Paranormal dan Kekuatan Gaib

 

Salah satu aspek paling menonjol adalah pencarian solusi non-medis ketika pengobatan konvensional tidak membuahkan hasil. Saat penyakit fisik Pak Rahman tidak terdeteksi oleh dokter, ia langsung beralih ke paranormal, menunjukkan keyakinan mendalam pada adanya kekuatan di luar batas ilmu kedokteran modern. Ini menggambarkan bagaimana di tengah kemajuan teknologi, masyarakat masih memegang teguh kepercayaan pada kemampuan supranatural untuk mengatasi masalah yang tak terpecahkan.

 

Fenomena "milik gaib" dan kekayaan instan juga sangat kentara. Konsep "uang gaib" yang dijanjikan paranormal pada Pak Rahman, lengkap dengan kardus-kardus berisi uang Rp5.000, menggambarkan ilusi bahwa kekayaan dapat diperoleh tanpa kerja keras, semata-mata melalui ritual atau campur tangan entitas supranatural. Sayangnya, keyakinan ini seringkali menjadi celah empuk bagi para penipu untuk memanfaatkan keputusasaan individu yang sedang terhimpit.

 

Tidak dapat dipungkiri, praktik ritual dan sesajen adalah bagian tak terpisahkan dari kepercayaan ini. Penggunaan sesajen dalam upaya pesugihan, seperti yang dipersiapkan Abah di Gunung Hejo, adalah tradisi kuno yang diyakini sebagai persembahan untuk entitas gaib agar hajat atau keinginan dapat terkabul. Ini menegaskan bahwa tradisi persembahan kepada dunia lain masih lestari dalam praktik spiritual masyarakat.

 

Praktik Pesugihan

 

Kisah ini juga menyentuh sisi gelap praktik pesugihan, termasuk "jual musuh". Istilah ini, yang juga dikenal sebagai "jumud" atau "jimat" untuk mencelakai orang lain demi keuntungan pribadi, menunjukkan betapa berbahayanya praktik mistis yang melibatkan tumbal atau penderitaan orang lain. Hal ini merupakan penyimpangan serius dari ajaran agama dan etika kemanusiaan.

 

Kemudian, ada konsep "uang dipetik" dari peti keramat. Ide bahwa uang dapat diambil dari makam keramat dan harus diangkut tanpa jatuh merupakan bentuk pesugihan yang sering ditemui. Kepercayaan pada makam keramat sebagai sumber kekuatan atau kekayaan gaib masih sangat kuat di berbagai daerah, meskipun seringkali berujung pada penipuan dan kerugian finansial yang besar.

 

Aspek lain yang menonjol adalah syarat dan aturan ritual yang rumit. Pesugihan seringkali disertai dengan serangkaian persyaratan yang tidak masuk akal, seperti niat harus "pasagi" atau pantang menjatuhkan peti. Kerumitan dan kekeliruan dalam aturan ini sengaja diciptakan agar kegagalan dapat dengan mudah disalahkan pada pelaku ritual, bukan pada penipu yang merancang skenario tersebut.

 

Tekanan Sosial dan Ekonomi

 

Kisah Pak Rahman adalah bukti nyata bahwa lilitan utang dan kondisi ekonomi yang sulit menjadi pemicu utama seseorang terjerumus dalam praktik pesugihan. Keputusasaan yang mendalam seringkali membuat seseorang gelap mata, kehilangan akal sehat, dan mencari jalan pintas yang merugikan.

 

Dampak dari ancaman dan penghinaan juga terlihat jelas. Perlakuan buruk dari rentenir, termasuk cacian dan ludahan di depan umum, secara drastis mendorong Pak Rahman untuk mencari pembalasan, bahkan dengan cara-cara yang salah. Ini menunjukkan betapa tekanan finansial dapat menimbulkan dampak psikologis yang parah, memicu tindakan ekstrem dan merugikan.

 

Keberadaan Rentenir dan Lingkungan Mistis

 

Adanya rentenir sebagai penyedia dana darurat menunjukkan bagaimana mereka menjadi pilihan terakhir bagi masyarakat yang tidak bisa mengakses pinjaman formal. Meskipun dengan bunga yang mencekik, keberadaan mereka mengisi kesenjangan akses keuangan, namun seringkali menimbulkan masalah sosial dan konflik akibat metode penagihan yang keras. Pemilihan lokasi ritual seperti Gunung Ciremai dan Gunung Hejo memperkuat nuansa mistis. Tempat-tempat ini diyakini memiliki energi spiritual yang kuat, menjadikannya pilihan ideal untuk praktik kontak dengan entitas gaib, sementara suasana dingin dan berkabut menambah kesan mencekam pada narasi tersebut.

 

Secara keseluruhan, kisah Pak Rahman adalah peringatan akan kompleksitas kehidupan masyarakat yang masih memegang teguh kepercayaan mistis di tengah tekanan ekonomi dan godaan kekayaan instan. Ini adalah cerminan dari pergulatan batin, penyesalan, dan akhirnya pasrah pada takdir, menunjukkan bahwa akal sehat dan kekuatan spiritualitas adalah kunci untuk menghadapi cobaan hidup.


Sumber: Kesaksian kisah Pak Rahman di tahun 2016 mengalami kejadian mistis ketika dirinya mengalami penyakit misterius yang membuatnya selalu merasa seperti di silet-silet tapi tidak terdeteksi oleh medis sama sekali. https://www.youtube.com/@MalamMencekam tayang 19 Jun 2025

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel