Membangun Bangsa Pembelajar: Esensi Berpikir Kritis, Inovasi, dan Pengembangan Tradisi
Membangun
Bangsa Pembelajar: Esensi Berpikir Kritis, Inovasi, dan Pengembangan Tradisi
Oleh: Sumarta
Dalam hiruk pikuk kehidupan modern, di mana informasi mengalir deras dan
tantangan semakin kompleks, kebutuhan akan pola pikir yang adaptif dan inovatif
menjadi sebuah keniscayaan. Dialog mendalam dengan sosok
seperti Anies Baswedan membuka cakrawala baru tentang bagaimana sebuah bangsa
dapat tumbuh dan berkembang, bukan hanya dari sisi kompetensi teknis, melainkan
juga dari fondasi budaya berpikir yang kuat. Esensi dari pemikiran yang
disampaikannya adalah ajakan untuk menjadi "bangsa pembelajar" –
sebuah entitas yang secara fundamental didorong oleh rasa ingin tahu, kemampuan
bertanya kritis, serta kemauan untuk terus-menerus merefleksikan dan
mengembangkan diri.
Mempertanyakan
yang “Sudah Benar”: Fondasi Inovasi
Seringkali,
kita terjebak dalam dikotomi yang keliru: memilih antara orang pintar atau
orang jujur. Padahal, keduanya tidak seharusnya bersifat dikotomis dan bahkan harus
berjalan beriringan. Anies Baswedan menyoroti bahwa masalah
terbesar yang sering hilang dalam pemerintahan bukanlah semata-mata
ketidakmampuan, melainkan absennya suasana untuk berpikir kritis. Ini
berarti, kebijakan atau langkah yang diambil belum tentu benar karena tidak diawali
dengan pertanyaan-pertanyaan fundamental.
Ia
memberikan contoh konkret: kebiasaan mengeruk waduk setiap musim hujan. Meskipun semua pihak yang terlibat kompeten dalam pengerukan,
pertanyaan mendasar seperti "berapa volume waduk seharusnya?" atau
"berapa volume air yang sekarang ada (sedimentasinya berapa banyak)?"
seringkali tidak muncul. Akibatnya, tindakan yang
dilakukan hanyalah pengulangan kebiasaan tanpa target yang jelas atau tujuan
yang optimal. Ini menunjukkan bahwa kompetensi teknis saja tidak
cukup; dibutuhkan arah yang tepat yang hanya bisa lahir dari
pertanyaan-pertanyaan kritis.
Anies
Baswedan menekankan bahwa di level kepemimpinan, suasana yang instruktif
seringkali mendominasi, alih-alih proses berpikir bersama. Padahal, pertanyaan-pertanyaan dari seorang pemimpin dapat menjadi
pemicu bagi bawahan untuk berpikir dan menemukan solusi sendiri, bahkan jika
solusi tersebut sudah terpikirkan oleh pemimpin. Ini bukan
hanya membangun kepemilikan (ownership) atas solusi, tetapi juga menumbuhkan
kemampuan bertanya yang pada akhirnya memunculkan inovasi dan kebaruan. Konsep "ruang limpah sungai" di mana waduk tak hanya
berfungsi menampung air saat musim hujan tetapi juga menjadi taman rekreasi
saat kemarau, adalah contoh inovasi yang lahir dari pertanyaan "mengapa
harus diisi air sepanjang tahun?". Ini adalah bukti bahwa
kemampuan bertanya adalah kompetensi dasar yang esensial.
Tradisi:
Inovasi Masa Lalu yang Perlu Dikembangkan
Salah
satu gagasan paling menarik yang disampaikan adalah bahwa "tradisi"
itu sendiri sejatinya adalah sebuah inovasi di masa lalu yang diterima dan
dilaksanakan secara terus-menerus oleh banyak orang. Ini berarti,
tradisi bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis. Justru, kita tidak seharusnya hanya "melestarikan
budaya," melainkan "mengembangkan budaya".
Anies
Baswedan mencontohkan evolusi penggunaan batik. Dulu, batik hanya dipakai
sebagai kain (jarit) yang diikat di pinggang, bahkan oleh laki-laki. Kemeja batik untuk pria adalah sebuah "pelanggaran
pakem" pada masanya, yang sekarang diterima secara luas sebagai bagian
dari tradisi. Ini menggambarkan bahwa generasi baru harus
diberikan kesempatan untuk mempertanyakan dan menguji pakem-pakem lama. Pertanyaan-pertanyaan seperti "kenapa kain tidak boleh
dipakai di atas?" adalah kunci untuk mendorong pengembangan.
Konsep
ini tidak hanya berlaku untuk pakaian, tetapi juga untuk segala bentuk tradisi. Ketika ia menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
pertanyaan "mengapa baju daerah yang dipakai di mana-mana itu baju daerah
seremonial?" memicu inovasi penggunaan pakaian adat sebagai pakaian kerja.
Hasilnya, industri kerajinan lokal tumbuh dan kekayaan budaya
pakaian adat menjadi relevan kembali dalam keseharian. Ini menunjukkan bahwa tradisi yang dikembangkan akan terus hidup
dan bermanfaat, bukan hanya sebagai warisan masa lalu.
Pendidikan
dan Lingkungan Sebagai Inkubator Pembelajar
Kemampuan berpikir kritis dan inovatif tidak datang begitu saja. Anies Baswedan menyoroti tiga faktor utama yang membentuk karakter
ini: keluarga, sekolah, dan lingkungan. Di keluarganya, tradisi
bertanya, berdiskusi, dan bahkan berdebat perbedaan pandangan di meja makan
menjadi iklim yang membiasakan anak-anaknya untuk selalu mempertanyakan
kebenaran dan tidak menerima begitu saja. Ini adalah fondasi penting
dalam menumbuhkan rasa ingin tahu (curiosity) dan inquisitif.
Namun,
ia juga mengamati fenomena global di mana kemampuan bertanya kritis anak-anak
justru menurun seiring dengan semakin lama mereka berada di dunia persekolahan. Oleh karena itu, organisasi (termasuk pemerintah) harus secara
aktif menumbuhkan kebiasaan untuk bertanya. Pendidikan tinggi seharusnya
membekali individu dengan metode ilmiah dan cara mengumpulkan data.
Namun, ketika sudah masuk dalam sistem, kebiasaan bertanya itu harus terus
dipupuk. Kritik dan counter-kritik adalah hal yang sehat, bahkan di
pemerintahan, karena mendorong munculnya ide-ide baru yang sebelumnya tidak
terpikirkan. Analogi "defense" dalam presentasi
skripsi/tesis, di mana ide diuji dan diserang, adalah cara untuk memastikan
gagasan tidak personal tetapi benar-benar solid.
Pendidikan
harus bergeser dari teacher-centered menjadi learner-centered. Sumber pengetahuan tidak lagi hanya dari guru di kelas, melainkan
dari mana saja. Esensi seorang pembelajar (learner) adalah
kemampuan untuk to learn dan to unlearn. Kemampuan unlearn—yaitu melepaskan apa yang sudah diyakini
benar ketika ditemukan kebenaran baru—adalah hal yang lebih berat namun krusial
untuk adaptasi dan inovasi. Ini harus dimulai dari orang
tua dan guru, yang harus menjadi pembelajar terlebih dahulu.
Kepemimpinan
yang Menular dan Komunikasi yang Mencerahkan
Anies
Baswedan percaya bahwa budaya berpikir kritis dan keterbukaan sangat menular. Jika di tingkat kepemimpinan ada kebiasaan dialog, tukar pikiran,
dan open-mindedness, maka hal itu akan cepat menyebar ke seluruh
organisasi. Pemimpin yang mampu mengartikulasikan kemajuan
bukan hanya melalui kebijakan, tetapi juga melalui komunikasi dan interaksi
sehari-hari, memiliki audiens yang sangat luas.
Ia
memberikan contoh sederhana tentang bagaimana mengubah pertanyaan dasar kepada
anak-anak. Daripada bertanya "cita-citamu apa?", lebih baik
bertanya "kalau sudah besar mau bikin apa?" atau "mau berbuat
apa?"42. Pergeseran pertanyaan ini mendorong anak untuk berpikir tentang
kontribusi dan aksi, bukan hanya profesi yang mungkin sudah tidak relevan di
masa depan. Komunikasi semacam ini, yang dimulai dari
level kepemimpinan dan menular ke keluarga, adalah kunci untuk menumbuhkan
tradisi ilmiah dan pola pikir pembelajar dalam masyarakat.
Kesimpulan:
Merajut Masa Depan dengan Spirit Pembelajar
Gagasan-gagasan yang disampaikan Anies Baswedan adalah seruan untuk
transformasi fundamental dalam cara kita berpikir dan berinteraksi. Ini adalah
seruan untuk kembali pada rasa ingin tahu yang murni, untuk tidak takut
mempertanyakan status quo, dan untuk memahami bahwa tradisi adalah fondasi yang
harus terus dikembangkan agar tetap relevan. Menjadi bangsa pembelajar
berarti mempraktikkan "budaya berpikir ilmiah" — memulai dengan
bertanya, tidak menganggap kebenaran sebagai final, dan selalu terbuka untuk
perubahan dan inovasi.
Integritas dan kompetensi harus berjalan beriringan. Kompetensi tidak
hanya terbatas pada kemampuan teknis, tetapi juga meliputi kemampuan fundamental
untuk berpikir kritis, bertanya, dan berinovasi. Ini adalah jalan menuju
kemajuan yang berkelanjutan, di mana setiap individu, dari rumah hingga ke
puncak kepemimpinan, menjadi bagian dari sebuah ekosistem pembelajaran yang
dinamis dan reflektif. Dengan mengadopsi mentalitas pembelajar yang
rendah hati dan selalu mau berdialog, kita dapat terus tumbuh dan menemukan
ide-ide baru yang mendorong kemajuan bangsa.
Catatan:
Sumber data dari https://www.youtube.com/@cania_citta 20 Jun 2025 #aniesbaswedan #berpikirkritis #caniacitta