Novel Perjuangan Melawan Kebenaran Manipulasi Kekuasaan dan Korupsi Sistemik
BAB 1: Bisikan di Balik Asap Pasar Premedia
By Akang Marta
Udara Jakarta selalu membawa beban, terutama di
tengah tahun 2015. Bukan hanya beban polusi dan kemacetan yang merayap di
setiap sudut kota, tetapi juga beban rahasia yang tersembunyi di balik fasad
kemegahan dan intrik politik. Di Pasar Premedia, sebuah labirin ruko dan kios
yang berdenyut, rahasia itu bersembunyi lebih dalam dari tumpukan obat-obatan
palsu dan alat kesehatan ilegal yang sesekali digerebek. Di sana, di antara
aroma rempah dan debu, ada bisnis lain yang tumbuh subur, lebih gelap dan lebih
meresahkan: pabrik ijazah palsu.
Hari itu, di bawah terik matahari yang memanggang
aspal Jakarta Timur, pasar itu terbakar. Bukan sekadar percikan api kecil,
melainkan kobaran yang menjilati langit, melahap kios demi kios dengan rakus.
Asap hitam bergulung-gulung, menutupi sebagian cakrawala Jakarta, seolah-olah
kota itu sendiri sedang menghela napas berat, menyaksikan sebuah kebenaran yang
akan dilahap api.
Di tengah hiruk pikuk sirene pemadam kebakaran dan
teriakan panik para pedagang, seorang pria berambut uban tipis, dengan sorot
mata tajam yang tak lekang dimakan usia, memandangi kobaran api dari kejauhan.
Namanya Bramastra, seorang mantan politisi senior dari sebuah
partai besar yang kini lebih sering menghabiskan waktu di kedai kopi,
mendengarkan bisikan-bisikan dari jaringan lamanya. Bibirnya menyunggingkan
senyum getir.
"Api itu... pasti tahu apa yang harus
dibakar," gumam Bramastra, suaranya parau. Di sampingnya, seorang pria
muda berjaket denim lusuh, Recky, memandang
Bramastra dengan bingung. Recky adalah seorang jurnalis investigasi lepas,
murid tak resmi Bramastra dalam seni membaca intrik politik.
"Maksud Bapak, ini bukan kecelakaan
biasa?" tanya Recky, matanya menyipit, menangkap kilatan pemahaman di
sorot mata tua itu.
Bramastra menghela napas, asap dari Pasar Premedia
seolah ikut masuk ke dalam paru-parunya. "Pasar Premedia itu, Recky, bukan
hanya tempat jual beli barang. Ia adalah pusat produksi. Bertahun-tahun, banyak
sekali 'lulusan' tak resmi lahir dari sana. Ijazah-ijazah itu… entah berapa
banyak yang kini menempati kursi-kursi penting. Anggota dewan, bupati,
gubernur... bahkan mungkin lebih tinggi lagi."
Recky terdiam. Ia pernah mendengar selentingan
tentang Pasar Premedia sebagai sarang ijazah palsu, tetapi ia tak pernah
menyangka skalanya akan sebesar itu, dan dampaknya begitu jauh ke kancah
politik nasional.
"Tapi kenapa baru sekarang terbakar, Pak
Bram?"
Bramastra menyesap kopinya yang sudah dingin.
"Prad, gubernur kita saat itu, sedang gencar menertibkan. Tahun 2015, dua
orang pelaku ijazah palsu tertangkap. Mereka ditangkap oleh Polres Jakarta
Pusat. Berkas-berkasnya seharusnya masih ada di sana. Jika pasar ini tidak
dibakar, mungkin semua akan terbongkar lebih cepat. Mungkin di awal 2010-an,
ketika banyak polisi sebenarnya sudah tahu betapa maraknya praktik ini."
"Jadi, Bapak curiga kebakaran ini disengaja
untuk menghilangkan jejak?" Recky mengejar, pena dan buku catatannya sudah
di tangan. Ini adalah jenis cerita yang selalu membuatnya bersemangat – cerita
di balik berita utama, benang merah yang menghubungkan peristiwa-peristiwa yang
tampaknya terpisah.
"Curiga saja tidak cukup, Recky. Tapi,
pikirkanlah. Berapa banyak kasus besar yang tiba-tiba 'terbakar' atau 'hilang'
di negeri ini? Kebakaran Kejaksaan Agung beberapa tahun sebelumnya... bukankah
itu juga menyisakan banyak tanda tanya?" Bramastra menatap Recky lurus.
"Dunia ini dipenuhi rahasia, Nak. Dan rahasia itu punya banyak cara untuk
melenyapkan dirinya."
Perbincangan mereka terinterupsi oleh deru mobil
polisi yang melaju kencang. Kebakaran itu memang menjadi perhatian utama,
tetapi bagi Bramastra dan Recky, itu adalah pintu masuk menuju sebuah narasi
yang lebih besar. Narasi tentang kebenaran yang terkubur, ambisi yang
membutakan, dan jejak-jejak yang berusaha dihapus.
Di sisi lain kota, di sebuah kantor yang sunyi,
seorang pria paruh baya bernama Widakdos, yang
selama ini bergerak di balik bayang-bayang tokoh-tokoh besar, membaca laporan
singkat tentang kebakaran Pasar Premedia di tabletnya. Wajahnya tetap datar,
namun matanya memancarkan sedikit kecemasan. Ia teringat pertemuannya di Jalan
Cikini, beberapa tahun silam. Pertemuan yang melibatkan seorang aktivis partai
cerdas bernama Deni, dan rombongan dari Negeri Solomon. Pertemuan yang mengubah
banyak hal.
Ini hanyalah awal,
pikir Widakdos. Permainan ini belum berakhir.
Sementara itu, di sebuah sudut lain Jakarta, jauh
dari asap Pasar Premedia yang masih membubung, Dani Mukidar
tersenyum tipis. Jaringannya luas, telinganya tajam. Berita kebakaran itu sudah
sampai padanya bahkan sebelum TV menyiarkannya. Ia tahu persis apa yang baru
saja terbakar. Bukan hanya kios, bukan hanya barang dagangan. Tetapi juga
sebagian dari masa lalunya, masa lalu yang terikat erat dengan janji-janji yang
tak pernah ditepati. Janji Direktur Utama Pasar Jaya, yang kini hanya menjadi
tumpukan abu dan penyesalan.
Ia memandang keluar jendela, ke arah cakrawala yang
masih diselimuti tipis oleh asap. Biarkan saja terbakar,
pikir Deni. Api itu akan menghangatkan kebenaran, lambat laun.
Catatan:
Ini adalah permulaan. Bab-bab berikutnya akan
memperdalam latar belakang karakter, memperkenalkan konflik baru, mengungkapkan
rahasia, dan membangun ketegangan. Bab ini memperkenalkan konsep Pasar Premedia
sebagai 'pabrik ijazah', kebakaran yang mencurigakan, serta beberapa karakter
kunci yang terinspirasi dari data Anda (Bramastra sebagai "Bang
Bentoro", Recky sebagai "netizen/jurnalis", Widakdos, dan Deni).