Publik, Oligarki, dan Ujian Kepemimpinan Prabowo (Bagian 1)
Ketidakpastian yang Menyelimuti
Negeri
Ketidakpastian menyelimuti negeri ini dengan nuansa yang begitu pekat.
Halo, warga republik, kita semua tengah berdiri di persimpangan jalan sejarah
yang penuh kerikil tajam. Situasi hari ini bukanlah sekadar hiruk-pikuk politik
yang datang silih berganti, melainkan sebuah masa ketidakpastian yang merayap
ke dalam setiap ruang publik. Presiden Prabowo Subianto baru saja melakukan
serangkaian pertemuan dengan para ketua umum partai politik. Semua itu
dilakukan dengan didampingi pejabat tinggi negara: Kapolri, Panglima TNI,
Kepala BIN, Menteri Dalam Negeri, hingga para kepala staf angkatan.
Komposisi pejabat yang hadir tampak lengkap, sarat simbol, dan
menghadirkan lebih banyak tanda tanya ketimbang jawaban. Rakyat menatap
pertemuan itu dengan rasa waswas, seolah ada narasi besar yang tengah
dipersiapkan di balik layar. Apakah ini sekadar konsolidasi biasa, atau ada
krisis yang disembunyikan? Pertemuan yang penuh formalitas itu seakan menjadi
kode keras bagi masyarakat. Kode yang tidak semua orang bisa pecahkan, tapi
jelas menimbulkan rasa curiga.
Di jalanan dan ruang publik, keresahan masyarakat kian menggema. Ratusan
organisasi masyarakat sipil berteriak lantang menuntut pencopotan Kapolri.
Mereka beranggapan bahwa institusi hukum telah kehilangan wajah kepercayaan
publik. Desakan itu bukan tanpa alasan, sebab setiap hari rakyat disuguhi cerita
tentang represifitas aparat. Namun, tuntutan itu tidak berbuah perubahan
struktural yang diharapkan.
Yang hadir bukanlah pergantian pucuk pimpinan, melainkan mandat baru
yang justru memperkuat polisi dan tentara. Instruksi yang muncul adalah
bertindak lebih tegas terhadap massa. Alih-alih menjadi katup pengaman, tekanan
justru ditambah di tubuh republik ini. Setiap kebijakan baru terasa seperti
dinding tambahan yang menutup rapat suara rakyat. Pertanyaan besar pun lahir:
apakah ini tanda seorang presiden yang tengah diuji, atau justru kekuasaan yang
mulai goyah?
Publik kini terjebak dalam pusaran spekulasi tanpa ujung. Mereka
bertanya-tanya apakah negara sedang menuju babak baru otoritarianisme, atau
sekadar menapaki fase krisis yang bisa dilalui. Setiap keputusan yang diambil
pemerintah kini dibaca sebagai isyarat, bukan sekadar kebijakan. Warga sipil
dipaksa waspada, sebab arah negeri ini tidak lagi jelas. Ketidakpastian itu
berubah menjadi bayangan panjang yang terus menghantui perjalanan bangsa.
Kontributor
Akang Marta