Mundurnya Miftah: Sebuah Langkah Pertanggungjawaban
Mundurnya Miftah: Sebuah Langkah Pertanggungjawaban
Kontributor
Sumarta
(Akang Marta)
Keputusan Miftah untuk mundur dari posisinya pasca kontroversi yang
ditimbulkan oleh candaan yang dinilai tidak pantas dapat dilihat sebagai bentuk
pertanggungjawaban. Setelah menuai kritik keras, baik dari publik maupun
kalangan sesama tokoh agama, Miftah menyatakan bahwa pengunduran dirinya adalah
langkah yang diambil demi loyalitas dan cinta kepada Pak Prabowo, tokoh yang sebelumnya
menunjuknya. Miftah mencoba memberikan penjelasan bahwa keputusannya untuk
mundur bukan sekadar reaksi terhadap desakan publik, melainkan sebagai bentuk
tanggung jawab pribadi terhadap situasi yang telah tercipta. Namun, meski ada
niat untuk meredam polemik, langkah ini tetap menuai reaksi beragam, dengan
banyak pihak yang merasa bahwa keputusan tersebut belum cukup.
Salah satu kritik utama yang muncul adalah kenyataan bahwa Miftah tidak
memberikan permintaan maaf terbuka kepada mereka yang merasa tersinggung atau
terluka akibat candaan-candaan yang ia lontarkan. Bagi banyak orang,
pengunduran diri Miftah hanya menunjukkan usaha untuk meredakan tekanan, bukan
sebuah refleksi sejati dari kesadaran moral atas tindakannya. Tanpa adanya
permintaan maaf yang jelas dan tegas, publik merasa bahwa Miftah belum
sepenuhnya mengakui dampak negatif dari perbuatannya. Tidak hanya individu
seperti Sunaji yang merasa terluka, tetapi juga banyak kalangan lain yang hadir
dalam pengajian atau mengikuti siarannya melalui media sosial. Keputusan Miftah
untuk mundur tanpa permintaan maaf terbuka justru semakin memperjelas
ketidaksesadarannya akan perasaan mereka yang terdampak.
Selain itu, pengunduran diri Miftah ini membuka perdebatan tentang sejauh
mana pertanggungjawaban moral seorang penceramah terhadap kata-kata yang mereka
lontarkan di atas mimbar. Miftah sebagai seorang tokoh agama tentu memiliki
pengaruh besar terhadap audiensnya, yang mengharapkan sikap penuh hormat dan
kehati-hatian dalam setiap kata yang diucapkan. Ketika seorang penceramah gagal
menjaga etika dalam bercanda, hal ini bisa berisiko merusak citra agama dan
merusak hubungan antara penceramah dan jemaahnya. Meskipun pengunduran diri
merupakan langkah yang diambil dalam menghadapi tekanan publik, tidak bisa
dipungkiri bahwa hal tersebut juga mencerminkan kegagalan dalam menjalankan
tanggung jawab moral sebagai seorang tokoh agama. Jika Miftah benar-benar ingin
menunjukkan pertanggungjawaban yang mendalam, permintaan maaf terbuka adalah
hal yang sangat diharapkan banyak pihak.
Di sisi lain, keputusan Miftah untuk mundur sebenarnya bisa dilihat sebagai
sebuah upaya meredakan ketegangan yang ada. Namun, hal ini juga menunjukkan
bahwa ada kekurangan dalam pengelolaan etika dan komunikasi seorang pendakwah.
Mengingat posisi Miftah sebagai figur publik yang memiliki banyak pengikut,
setiap ucapannya harus dipertimbangkan dengan cermat. Penceramah tidak hanya
bertanggung jawab pada dirinya sendiri, tetapi juga kepada orang-orang yang
mendengarkan dan mengharapkan keteladanan. Dengan begitu, meskipun pengunduran
diri bisa dianggap sebagai bentuk tanggung jawab, namun tanpa permintaan maaf
terbuka, dampak dari candaan yang disampaikan tetap membekas, baik bagi
individu yang langsung terlibat maupun bagi audiens yang lebih luas.
Keputusan Miftah untuk mundur dari posisinya membawa pelajaran penting bagi
semua pihak yang terlibat dalam dunia dakwah. Setiap penceramah harus sadar
akan dampak dari kata-kata yang mereka ucapkan, terutama dalam konteks yang
melibatkan nilai-nilai agama dan moralitas. Dakwah bukan hanya tentang
menyampaikan pesan, tetapi juga tentang menjaga etika dan adab. Ketika seorang
penceramah gagal memahami hal ini, maka yang terjadi justru kerusakan dalam
hubungan antara pendakwah dan jemaah. Dalam hal ini, permintaan maaf terbuka
dari Miftah seharusnya menjadi langkah awal untuk memperbaiki kesalahan dan
merekatkan kembali hubungan dengan publik yang merasa terluka. Semoga kejadian
ini menjadi bahan introspeksi bagi semua tokoh agama dalam menyampaikan
pesan-pesan mereka dengan lebih bijaksana dan penuh tanggung jawab.