Candaan yang Tidak Berkelas: Sebuah Pelajaran untuk Dakwah
Candaan yang Tidak Berkelas: Sebuah Pelajaran untuk Dakwah
Kontributor
Sumarta
(Akang Marta)
Candaan yang dilontarkan oleh Miftah dalam ceramahnya baru-baru ini bukan
hanya sekadar masalah etika, tetapi juga memberikan dampak buruk pada citra
dakwah itu sendiri. Dalam video yang tersebar luas di media sosial, sebagian
jamaah terlihat tertawa terbahak-bahak, namun ada juga yang tampak tidak nyaman
dengan humor yang disampaikan. Candaan tersebut, yang bagi sebagian orang
mungkin terdengar ringan, sebenarnya telah melampaui batas-batas yang
seharusnya ada dalam sebuah ceramah agama. Humor yang terkesan sembarangan ini
menjadi preseden buruk yang berisiko mencederai tujuan dakwah itu sendiri, yang
seharusnya menjadi sarana untuk memberikan pendidikan moral dan nilai-nilai
agama. Alih-alih memberikan inspirasi, candaan tersebut malah memperlihatkan
bagaimana humor bisa disalahgunakan, merusak martabat agama, dan menyinggung
perasaan orang lain.
Di tengah kritik yang muncul, penting untuk menyadari bahwa humor dalam
dakwah haruslah cerdas dan berbobot. Humor yang disampaikan oleh pendakwah
tidak hanya berfungsi untuk mencairkan suasana, tetapi juga untuk memperdalam
pemahaman audiens tentang nilai-nilai keagamaan. Humor yang baik adalah humor
yang santun, tidak merendahkan orang lain, dan tidak menyinggung perasaan siapa
pun. Dalam dunia dakwah, humor bukan hanya menjadi alat hiburan semata, tetapi
juga sebagai sarana untuk menyampaikan pesan yang mendalam dan relevan dengan
kehidupan sehari-hari. Jika humor yang digunakan dalam dakwah justru berpotensi
menyinggung atau merendahkan, maka efektivitas dakwah itu sendiri akan
tergerus, bahkan bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pendakwah dan
pesan yang disampaikan.
Tokoh-tokoh agama yang telah lama dikenal dengan pendekatan dakwah yang
santun dan berbobot, seperti Gus Baha dan Buya Hamka, bisa menjadi contoh
teladan yang sangat berharga. Keduanya dikenal tidak hanya sebagai tokoh agama
yang bijaksana, tetapi juga sebagai penceramah yang sangat pandai dalam
menggunakan humor. Humor yang mereka gunakan selalu relevan dengan pesan moral
yang ingin disampaikan dan mampu membuat jamaah tertawa tanpa merendahkan
martabat orang lain. Humor yang cerdas dan berbobot ini tidak hanya mencerahkan
suasana, tetapi juga mempermudah jamaah dalam memahami ajaran agama yang
disampaikan. Sehingga, humor yang digunakan oleh pendakwah bisa menjadi alat
yang efektif untuk membangun kedekatan dengan jamaah, sambil tetap menjaga
integritas dan etika dalam menyampaikan pesan agama.
Sementara itu, humor yang tidak berkelas, seperti yang disampaikan oleh
Miftah, justru memberikan dampak yang sebaliknya. Candaan yang melampaui batas
etika bisa merusak kualitas ceramah dan menurunkan kredibilitas pendakwah.
Banyak orang yang mengharapkan ceramah agama sebagai kesempatan untuk
mendapatkan pencerahan dan petunjuk hidup, namun jika ceramah tersebut dipenuhi
dengan humor yang tidak pantas, maka tujuan dakwah akan tercoreng. Bukan hanya
merugikan pendakwah itu sendiri, humor yang tidak berkelas ini juga bisa
memperburuk persepsi masyarakat terhadap agama dan mengurangi efektivitas
dakwah dalam jangka panjang. Oleh karena itu, penting bagi pendakwah untuk
lebih bijaksana dalam menggunakan humor, dengan tetap memperhatikan konteks dan
audiens yang hadir.
Penting untuk memetik pelajaran dari insiden ini dan menerapkan
prinsip-prinsip dakwah yang lebih santun dan etis. Sebagai seorang pendakwah,
tanggung jawab moral sangat besar, dan setiap kata yang diucapkan bisa
mempengaruhi persepsi orang lain. Candaan yang tidak berkelas tidak hanya
merusak citra pendakwah, tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap
pesan agama yang dibawanya. Oleh karena itu, pendakwah harus lebih selektif
dalam memilih jenis humor yang akan digunakan, memastikan bahwa humor tersebut
tidak merendahkan atau menyinggung pihak manapun. Dakwah yang baik adalah
dakwah yang membawa kedamaian, kebijaksanaan, dan memberikan inspirasi positif
bagi umat, bukan dakwah yang justru menyebarkan kebingungan dan kontroversi.