PRANATAMANGSA, MEMAHAMI KALENDER ASLI JAWA SUNDA DAN BALI

Ketika banyak orang membicarakan fenomena matahari terbit pada bulan Juni yang cenderung terlihat berada di utara dengan waswas, kadang dimaknai sebagai tanda kiamat sudah dekat, matahari seolah sedang akan menuju tempat terbit yang baru dari barat. 

Sementara dibeberapa desa di Jawa yang masih menganut kepercayaan lokal seperti Kejawen Maneges, Paguyuban Jawa Jawata maupun sebagian penghayat kepercayaan yang berada di lereng Merapi justru menyambutnya dengan sukacita.


Mereka memaknainya dengan tahun baru. Mereka merayakan dimulainya musim baru sebagai awal bagi sebuah harapan yang kembali berulang. Mereka merayakan momen penuh syukur kepada bumi sebagai ibu yang selalu memberi.

Matahari dalam gerak semu-nya berhenti bergerak ke utara tepat pada 21 Juni dan pada 22 Juni dia kembali pulang menuju rindu sebelah timur dimana dia selalu setia menyapa bumi sebagai entitas ibu di pagi hari dalam sebutan terbit.

Seperti tanggal 31 Desember dalam tahun Masehi sebagai malam tahun baru, tanggal 21 Juni adalah hari terakhir sekaligus malam tahun baru dalam tahun jawa. Dan sebagai penanda, matahari akan berhenti dalam gerak semu nya ke utara. Momen tersebut sekaligus dimaknai sebagai awal dari musim panas atau  disebut Mangsa Kasa oleh orang Jawa Purwa.

Kalendernya, mereka namakan Pranatamangsa yang berarti aturan dan waktu atau musim atau periode iklim yang diakibatkan oleh adanya perubahan atau pergeseran dari garis edar matahari. 

Pada hari pertama dimana matahari teridentifikasi kembali bergerak ke arah timur, mereka tetapkan sebagai awal tahun baru. Pada tahun ini.

Mereka yang sering kita sudutkan sebagai kaum percaya klenik ini pada faktanya telah berhitung dengan ilmu pasti yang dilakukan dengan sangat cermat.


Mereka telah menggunakan perhitungan rumit. Mereka belajar membaca musim dan kemudian mereka gunakan sebagai pengetahuan bagi kapan masa tanam, kapan masa beternak dan hingga waktu yang tepat bagi kegiatan mereka untuk melaut atau berlayar. 

Fenomena alam ini telah mereka petakan sejak ribuan tahun yang lalu. Tepatnya sudah sejak 2933 tahun yang lalu. Dia bahkan lebih tua dibanding Masehi apalagi Hijriyah. 

"Bukankah menurut kalender jawa saat ini adalah tahun 1955?"

Bukan hanya 2 kalender sebagai penanda waktu kita miliki, 3 kalender tercatat sudah kita gunakan.

Tahun Jawa Baru atau biasa kita kenal dengan Kalender Sultan Agung dimana hal tersebut adalah merupakan penyesuaian dari tahun saka yang berasal dari masa Jawa Kuno ( Majapahit) ke tahun Hijriyah ketika Islam menjadi agama Mataram.

Dan menurut kalender tersebut, saat ini adalah tahun 1955.

Yang kedua adalah tahun Saka atau Tahun Jawa Kuno. Kalender ini sekarang masih digunakan masyarakat Hindu Bali dan saat ini kita berada pada tahun 1944 Saka.

Dan yang ketiga adalah tahun Jawa Purwa atau Pranatamangsa telah terhitung sejak 911 SM. Kalender ini diciptakan oleh Mpu Ubayun berdasar Serat Sasangka Jati atau Resi Radi dalam Serat Babad Ila Ila. Oleh Mangkunegara IV pada tahun 1855, tahun Jawa PRANATA MANGSA ini pernah mulai kembali dipopulerkan sebagai tahun jawa ASLI.  Menilik dari artinya, Pranatamangsa berbicara tentang ilmu pengetahuan atau science dimana menghubungkan manusia dengan lingkungannya secara harmonis adalah tujuan ingin dijadikan rujukan.

Disana kearifan masyarakat membaca tanda-tanda alam dalam rangka menentukan musim yang akan digunakan sebagai patokan di bidang pertanian dan perikanan maupun pelayaran dijelaskan dengan sangat detail.

Sama dengan tahun Masehi, tahun Jawa Pranatamangsa membagi satu tahun menjadi 12 mangsa (bulan) berdasarkan peredaran matahari. Mereka telah mampu membaca tanda tanda alam seperti letak matahari, arah angin, cuaca, perilaku hewan dan tumbuhan sebagai rujukannya jauh sebelum pengaruh asing itu memberi ganti dan namun kita menurutinya.

Pada tanggal 21 juni yakni saat matahari terletak pada posisi paling utara, pada titik paling jauh dia mengembara dan maka dia rindu pulang, atau disebut mangsa Kasa, itu adalah tanda semesta berbisik bahwa bahwa awal musim panas dan merupakan tahun baru bagi orang Jawa Purwa akan dimulai keesokan harinya, pagi hari di 22 Juni.


Ingin menyaksikan bagaimana akhir tahun dirayakan oleh orang jawa, datanglah ke Tengger. Pada Mangsa Kasada (akhir tahun) mereka merayakannya sebagai bulan bagi penghormatan pada leluhur.

Ketika matahari cenderung terlihat dan berada di utara saat terbit di pagi hari, mereka yang tak mengerti dan senang dengan dongeng asing berbicara tentang kiamat.

Dan ketakutan pun dituai. Ajakan tobat didaraskan dalam waswas. Tidak dengan masyarakat asli Nusantara, mereka justru bersyukur sebab tahun baru telah tiba. 

Harapan baru sebagai insan manusia yang percaya bahwa dirinya tak terpisah dari semesta raya disemai pada awal tahun ini. Dan itu ditandai dengan momen matahari yang tampak terbit dari utara sebagai tanda dimulainya musim panas.

Penulis : Leonita Lestari

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel