Cimanuk Sebagai Muara Peradaban dan Jantung Kebudayaan Indramayu

Saya termasuk orang yang sepakat dalam euforia perayaan hari jadi Indramayu menggunakan branding Festival Cimanuk. mengapa demikian ? karena lahirnya Indramayu tidak bisa terlepas dari keberadaan sungai Cimanuk yang memiliki peran penting di masanya. 


Peradaban-peradaban besar yang terjadi di dunia itu lahir, tumbuh, dan besar di tepi sungai, Sumber peradaban Mesir adalah sungai Nil. Demikian pula, yang terjadi dengan sungai Mesopotamia di Sumeria, sungai Eufrat di Inggris, dan sungai Indus di Pakistan-India. Sungai Kuning di Tiongkok pada 3.000 tahun lampau juga tumbuh kerajaan kekaisaran dengan peradaban tinggi.

Peradaban besar mana pun berdekatan dengan sungai, begitu juga peradaban besar di Indonesia.

Dalam buku Cimanuk Perspektif Arkeologi, Sejarah, dan Budaya yang ditulis oleh Prof. Agus Aris Munandar, Supali Kasim dan Agung Nugroho dijelaskan bahwa selama ini Cimanuk seakan akan hanya menjadi penanda sebagai sungai yang bermanfaat untuk irigasi, saluran pembuangan, dan wikayah ekologis semata, bahkan seringkali "dituduh" sebagai biang keladi bencana banjir hingga pada dekade 1980'an aliran sungai yang melintasi Kota Indramayu "dibelokan" supaya bencana banjir tidak terulang lagi. Padahal, Sungai Cimanuk memiliki posisi sangat strategis pada masanya baik secara geo-ekonomi, geo-kultur dan geo-politik. 

Seperti yang di deskripsikan dalam karya monumental seorang pengelana Portugis, Tome Pires (1513) dengan judul Suma Oriental (Dunia Timur) yang didalamnya menggambarkan suasana ramainya Pelabuhan Cimanuk kala itu, namun jika dibandingkan dengan kondisi kekinian dari Cimanuk terkesan seperti bualan masalalu karena terjadi kesenjangan atau history gap yang sangat lebar. 

Abad ke 15 hingga 16 Cimanuk menjadi magnet primadona bagi banyak orang di Nusantara hingga berbagai penjuru dunia, dari bangsa arab, cina juga bangsa eropa berdatangan ke Cimanuk bahkan sampai menetap dan berketurunan di Indramayu bukan tanpa alasan, tetapi karena ada sebuah "permata" yang berharga. Setidaknya ada 2 hal sesuatu yang berharga itu; 

Pertama : Jalur perdagangan internasional dengan komoditi unggulan rempah dan beras, seperti dalam buku Wiralodra Penguasa Indramayu Abad ke-17 : Kajian Naskah Kuno dan Daghreister tulisan Iskandar Z, Roni Tobroni dan Nurhata disebutkan data perdagangan ekspor dan Impor antara tahun 1678 sampai 1682 pada masa monopoli VOC.

Diantaranya yang di ekspor pada tahun 1681 dengan menggunakan 70 perahu di pelabuhan cimanuk adalah : 442 ton beras, 3200 ikat padi, 1 ton sagu, 100 ikat tembakau, 6 karung gula biasa, 300 ikat rupa rupa gula, 70 gl terasi, 300 ekor ayam, 650 lembar papan, 1300 papan peti, 100 papan tahang, 150 kayu lengkung, 1267 balok.

Serta yang di impor dengan 47 perahu di pelabuhan cimanuk adalah : 

2010 ringgit pakaian, 90 ringgit candu, 15 ringgitbarak, dan 60 ringgit uang kontan. 

Kedua : Cimanuk sebagai Jalur Politik & Militer.

Cimanuk merupakan batas dari pengaruh Sunda yang masih dikuasai Padjajaran (Hindu) dengan Jawa yang telah dikuasai Demak ( Muslim ).

Di Pelabuhan Cimanuk terjadi tarik-menarik politik, budaya dan agama, antara kerajaan padjajaran yang memilih berkongsi politik strategis dengan Portugis, dengan Pengaruh Demak (Islam) yang makin luas dan cukup ekspansif. 

Pada era Mataram, Cimanuk juga memiliki peran strategis pada jalur militer menuju Batavia, dua kali Sultan Agung  menyerbu VOC di Batavia pada tahun 1628 dan 1629 melalui jalur laut utara jawa salahsatunya adalah melalui Cimanuk.

Dalam peta geopolitik, lembah cimanuk selalu strategis, seperti yang telah disebutkan diatas baik itu sebagai jalur perdagangan, militer maupun politik. 

Multikulturalisme di muara cimanuk berkelindan dengan proses terbentuknya kebudayaan yang merupakan akulturasi dari berbagai kekuatan budaya dari berbagai kerajaan. 

Di Indramayu, seni seni yang menjadi pembuktian sejarah akulturasi di Pelabuhan Cimanuk, seperti berokan, dombret, genjring akrobat, jidur, macapat, renteng, ronggeng ketuk, tayuban, sampyong, sandiwara, tari topeng  hingga tarling yang merupakan perpaduan antara pengaruh hindu, jawa, muslim dan eropa. 

Penulis  : Dede Hidayat, M.Si

Dosen Komunikasi Politik  PTS di Indramayu

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel