Legenda yang Terus Hidup: Wiralodra, Darma Ayu, dan Ingatan Kolektif Indramayu
Legenda yang Terus Hidup: Wiralodra, Darma Ayu, dan Ingatan Kolektif
Indramayu
Legenda tentang Wiralodra dan Endang Darma Ayu bukanlah
sekadar cerita masa lalu yang tersimpan di lembaran naskah kuno. Ia adalah
kisah yang terus hidup, bernafas, dan menyatu dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Indramayu. Dari nama jalan hingga nama sekolah, dari tahlilan hingga
pelajaran di kelas, warisan mereka terus mengakar dalam budaya dan identitas
masyarakat pesisir utara Jawa ini.
Jejak Wiralodra dapat ditemukan di mana-mana. Nama-nama seperti “Jalan
Wiralodra” atau “SMAN 1 Wiralodra” menjadi bukti nyata bahwa tokoh ini tidak
hanya dikenang, tetapi juga dimuliakan sebagai figur yang meletakkan fondasi
bagi keberadaan Kabupaten Indramayu. Begitu pula dengan nama Darma Ayu, yang
melekat dalam benak masyarakat sebagai simbol kebijaksanaan dan spiritualitas yang
mendalam. Warisan nilai-nilai keduanya dihidupkan kembali bukan hanya melalui
cerita rakyat, tetapi juga dalam praktik sosial dan budaya yang terus
berlangsung hingga kini.
Peringatan Hari Jadi Kabupaten Indramayu yang jatuh setiap tanggal 7
Oktober merupakan salah satu bentuk penghormatan tertinggi terhadap
peristiwa bersejarah penamaan Darmayu oleh Wiralodra pada tahun 1610. Bagi
masyarakat Indramayu, tanggal ini bukan sekadar momen administratif atau
seremoni tahunan, tetapi juga menjadi waktu reflektif untuk mengingat kembali
akar sejarah yang membentuk identitas daerah mereka. Acara-acara tradisional
seperti kirab budaya, ziarah ke makam leluhur, dan pertunjukan kesenian lokal
mewarnai perayaan ini dari tahun ke tahun.
Di banyak desa, tradisi haul atau tahlilan untuk mengenang
para leluhur seperti Wiralodra, Ki Jebug Angrum, Nyi Mas Ratu Junti, dan
tokoh-tokoh lainnya masih rutin diselenggarakan. Masyarakat menyadari bahwa
tanah yang mereka pijak hari ini tidak hadir begitu saja. Ia adalah hasil perjuangan,
pengorbanan, dan keberanian para pendahulu yang tidak boleh dilupakan. Haul
bukan sekadar ritual spiritual, tetapi juga sarana memperkuat ikatan sejarah
dan menghargai asal-usul.
Kesadaran akan pentingnya sejarah lokal ini juga mulai masuk ke dunia
pendidikan. Sejumlah sekolah di Indramayu kini telah memasukkan kisah Wiralodra
dan Darma Ayu dalam kurikulum muatan lokal atau muatan budaya
daerah. Dengan pendekatan ini, anak-anak sejak dini dikenalkan pada akar
budaya mereka, tidak hanya melalui buku pelajaran, tetapi juga melalui cerita,
drama tradisional, dan kunjungan ke situs sejarah. Tujuannya jelas: agar
generasi muda tidak tercerabut dari identitas mereka sendiri.
Legenda Wiralodra dan Darma Ayu adalah benang merah yang menyatukan masa
lalu dan masa kini. Ia bukan kisah mati, melainkan nyawa yang terus berdenyut
dalam kehidupan masyarakat Indramayu. Selama ingatan kolektif masih dijaga,
selama kisah itu masih diceritakan kembali dari mulut ke mulut, maka mereka
akan selalu hidup—bukan hanya di buku sejarah, tetapi di hati warganya.
Redaksi |
Indramayutradisi.com
Akang Marta