Endang Darma Ayu: Perempuan Suci Penjaga Tanah Cimanuk

Endang Darma Ayu: Perempuan Suci Penjaga Tanah Cimanuk



Endang Darma Ayu bukanlah tokoh biasa dalam kisah sejarah dan legenda Indramayu. Ia adalah sosok perempuan agung yang hidup jauh sebelum wilayah ini dikenal luas seperti sekarang. Dalam berbagai versi cerita rakyat, Darma Ayu digambarkan sebagai seorang wanita suci, bijaksana, dan memiliki kekuatan spiritual yang luar biasa. Ia hidup menyendiri di tengah belantara kawasan Sungai Cimanuk, menjaga keharmonisan alam dan dihormati oleh masyarakat sekitar sebagai penjaga yang tak kasat mata.

Darma Ayu tidak hanya dikenal karena kesaktiannya, tetapi juga karena kelembutan dan kebijaksanaannya. Ia memahami bahasa alam, menyatu dengan semesta, dan diyakini memiliki kemampuan untuk membaca tanda-tanda zaman. Tak heran, ketika masyarakat sekitar membutuhkan pertolongan atau bimbingan, mereka diam-diam berharap pada kehadiran Darma Ayu, meski hanya dalam doa atau mimpi. Ia adalah simbol spiritual sekaligus ibu penjaga tanah Cimanuk.

Ketika Wiralodra datang dari Bagelen atas perintah Kesultanan Mataram untuk membuka lahan dan membangun pemukiman baru di wilayah Cimanuk, ia tidak langsung membabat hutan atau mendirikan permukiman tanpa pertimbangan. Dalam keheningan belantara, ia justru menemui Endang Darma Ayu. Pertemuan ini menjadi titik awal dari babak sejarah yang sarat makna bagi masyarakat Indramayu.

Dalam kisah tersebut, pertemuan antara Wiralodra dan Darma Ayu bukanlah sekadar tatap muka. Ia adalah pertemuan spiritual antara dua tokoh besar: seorang lelaki pembuka wilayah dan seorang perempuan penjaga nilai. Terjalinlah sebuah ikatan yang bukan sekadar perjanjian duniawi, tetapi juga pengertian mendalam mengenai bagaimana tanah ini harus dihormati, dijaga, dan dikembangkan.

Darma Ayu, dengan bijak, merestui niat Wiralodra. Ia tidak melarang pembangunan wilayah baru, namun menitipkan satu wasiat yang menjadi inti dari seluruh kisah ini: jika kelak wilayah yang dibangun ini tumbuh menjadi negeri, hendaknya dinamai Darma Ayu—bukan sekadar sebagai bentuk penghormatan pribadi, tetapi sebagai pengingat nilai-nilai kearifan, kesucian, dan kebijaksanaan yang ia bawa.

Wiralodra memegang teguh wasiat tersebut. Maka pada tahun 1610, ketika pemukiman baru itu mulai berkembang dan memiliki struktur sosial yang lebih jelas, ia menamainya Darmayu, singkatan dari Darma Ayu. Nama ini diresmikan dan menjadi simbol kesatuan antara kekuatan duniawi dan spiritual dalam pembangunan wilayah tersebut.

Seiring berjalannya waktu, sebutan Darmayu pun mengalami perubahan fonetik dan administratif, terutama ketika pengaruh kolonial dan sistem pemerintahan modern mulai merambah. Nama itu kemudian berkembang menjadi Indramayu, nama yang kita kenal hingga kini. Namun di balik perubahan nama tersebut, semangat dan makna yang terkandung di dalamnya tetap lestari: bahwa tanah ini dibangun atas dasar restu, kearifan, dan cinta seorang perempuan agung yang bernama Endang Darma Ayu.

Redaksi | Indramayutradisi.com

Akang Marta

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel