Babad Dermayu: Menjaga Identitas, Menyambung Sejarah
Babad Dermayu: Menjaga Identitas, Menyambung Sejarah
Seperti halnya banyak babad dan naskah kuno Nusantara lainnya, Babad
Dermayu berdiri di persimpangan antara mitos dan sejarah. Ia tidak semata
dokumen historis, tetapi juga cerminan dari imajinasi kolektif, nilai-nilai
lokal, dan pandangan dunia masyarakat Indramayu pada masa lampau. Di dalamnya,
kebenaran sejarah berpadu erat dengan kepercayaan, spiritualitas, dan
simbol-simbol yang hidup dalam ingatan turun-temurun.
Bagi sebagian orang, Babad Dermayu mungkin hanya dianggap sebagai
legenda yang melebih-lebihkan tokoh dan peristiwa. Namun bagi masyarakat
Indramayu sendiri, naskah ini adalah lebih dari sekadar kisah lama—ia adalah
pondasi identitas, akar kebanggaan, dan jendela yang menghubungkan masa kini
dengan masa silam. Dari situlah kita mengenal nama-nama besar seperti Wiralodra, Endang Darma Ayu, hingga Bagus Rangin.
Wiralodra digambarkan sebagai tokoh pembuka lahan, pemimpin bijak, dan
pelindung masyarakat. Darma Ayu hadir sebagai simbol kekuatan perempuan dan
spiritualitas lokal yang mengilhami nama Indramayu itu sendiri. Keduanya
menjadi sosok sentral dalam pembentukan kesadaran sejarah masyarakat Dermayu.
Nama-nama mereka kini tak hanya diabadikan di buku-buku, tetapi juga pada nama jalan, sekolah, dan tempat ziarah,
menjadikan legenda mereka terus hidup dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, tokoh seperti Bagus
Rangin menjadi pengingat bahwa sejarah Indramayu tidak hanya
berkisah tentang pembukaan wilayah, tapi juga tentang perlawanan terhadap kolonialisme.
Perang Kedongdong yang dipimpin Bagus Rangin di akhir abad ke-18 merupakan
simbol keberanian rakyat dalam mempertahankan hak dan martabatnya. Kini,
diskusi tentang pengakuan Bagus Rangin sebagai Pahlawan Nasional menjadi titik balik penting untuk
mengangkat sejarah perjuangan Indramayu ke panggung nasional.
Melihat pentingnya naskah Babad Dermayu, banyak pegiat sejarah dan
budayawan Indramayu bersama akademisi dari Cirebon dan wilayah sekitar, mulai menginisiasi upaya pelestarian.
Mereka mendorong agar naskah-naskah kuno yang masih tersimpan di rumah-rumah
warga—yang selama ini hanya diwariskan secara lisan atau disimpan dalam bentuk
lontar dan manuskrip beraksara Jawa—bisa didokumentasikan,
dialihaksarakan, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
modern.
Langkah ini sangat penting, bukan hanya untuk kepentingan akademik, tetapi
juga untuk membuka kembali jendela
masa lalu, menyambung warisan leluhur yang hampir terlupakan,
serta memperkuat fondasi identitas kultural masyarakat Indramayu. Dengan
membuka kembali dan memahami isi Babad Dermayu, generasi muda akan
tahu bahwa tanah yang mereka pijak hari ini dibentuk oleh keberanian,
kebijaksanaan, dan perjuangan orang-orang terdahulu.
Sebab sejarah tidak hanya untuk dikenang, tapi untuk dijaga dan diteruskan.
Redaksi |
Indramayutradisi.com
Akang Marta