KETIKA KOPERASI DESA JADI URUSAN KELUARGA: SAATNYA TOLAK NEPOTISME DI KOPDES MERAH PUTIH

Oleh: Media Sayap Perempuan


Di banyak desa, hadirnya Koperasi Desa Merah Putih atau yang dikenal dengan Kopdes Merah Putih disambut dengan semangat baru. Didorong oleh gagasan kemandirian ekonomi dan gotong royong, koperasi ini digadang-gadang sebagai jawaban atas ketergantungan desa terhadap tengkulak, pinjaman rentenir, dan ketimpangan distribusi hasil pertanian.


Namun sayangnya, di beberapa tempat, semangat kolektif itu mulai dikaburkan oleh praktik lama: nepotisme.


Koperasi untuk Siapa?


Di sejumlah desa, pengurus Kopdes Merah Putih ditentukan bukan berdasarkan musyawarah warga, melainkan karena hubungan keluarga. Menantu Kuwu, saudara ipar, bahkan anak kandung Kuwu—ditunjuk menjadi ketua atau bendahara koperasi. Semua terjadi begitu saja, tanpa transparansi.


Masalah ini bukan sekadar formalitas jabatan. Ketika pengurus koperasi adalah keluarga dari kepala desa, maka terjadi konflik kepentingan yang serius. Siapa yang akan mengawasi? Siapa yang akan berani mengkritik, jika semua keputusan berpusat di lingkar keluarga?


Kemandirian yang Dipaksakan?


Bahkan, dalam beberapa wilayah, beredar narasi bahwa dana desa tidak akan cair jika desa belum membentuk Kopdes Merah Putih. Artinya, pembentukan koperasi bukan lagi berdasarkan kebutuhan warga, melainkan tekanan struktural dari atas.


Padahal, koperasi yang sehat harus lahir dari bawah, dari kebutuhan nyata masyarakat, bukan dari kebijakan politik pusat atau agenda kelompok tertentu.


Jika koperasi dipaksakan, apalagi dikendalikan oleh keluarga elite lokal, maka yang terjadi hanyalah pengulangan dari pola kekuasaan lama: program desa yang dibajak untuk kepentingan kelompok kecil.


Mengapa Ini Berbahaya?


Koperasi seharusnya menjadi ruang kepercayaan publik, tempat warga merasa memiliki dan bisa berpartisipasi aktif. Ketika pengelolaan dikuasai keluarga Kuwu, warga hanya jadi penonton.


Nepotisme ini bisa memicu:

Kecurigaan publik

Krisis kepercayaan terhadap lembaga koperasi

Potensi penyalahgunaan dana koperasi


Lebih buruk lagi, jika ini dibiarkan, koperasi hanya akan menjadi alat baru untuk memperluas kekuasaan keluarga kepala desa di sektor ekonomi.


Saatnya Bicara Etika Publik


Media Sayap Perempuan menyerukan agar:


1. Keluarga kepala desa tidak diizinkan masuk dalam struktur pengurus koperasi.

2. Proses pembentukan koperasi dilakukan secara terbuka dan partisipatif.

3. Ada pengawasan independen terhadap dana dan aktivitas koperasi.


Sudah terlalu banyak program desa yang gagal karena dikendalikan oleh lingkaran kekuasaan yang itu-itu saja. Jika benar ingin membangun kemandirian desa, maka akarnya harus dibersihkan dulu dari niat-niat memperkaya keluarga sendiri.


Jangan Biarkan Desa Dikuasai Dinasti


Kopdes Merah Putih seharusnya jadi simbol semangat nasionalisme dan solidaritas warga. Tapi simbol hanya akan jadi hiasan, jika di baliknya tersembunyi kepentingan pribadi.

Desa bukan ladang kekuasaan. Koperasi bukan warisan keluarga.

Mari jaga desa kita agar tetap menjadi milik bersama, bukan hanya milik keluarga yang sedang berkuasa.


#mediasayapperempuan

#annisagozan

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel