Ads

Inkonsistensi KPU dan UGM: Dugaan Kuat Upaya Penghalangan Kebenaran di Meja KIP

 

Inkonsistensi KPU dan UGM: Dugaan Kuat Upaya Penghalangan Kebenaran di Meja KIP

Oleh: Kang Marta



Sengketa informasi publik di Komisi Informasi Pusat (KIP) yang melibatkan KPU Surakarta dan UGM baru-baru ini telah membuka celah yang lebih serius dari sekadar kekacauan administrasi. Inkonsistensi keterangan yang dipertontonkan oleh kedua Badan Publik tersebut di hadapan Majelis Hakim, terutama mengenai status dokumen arsip vital, secara inheren menimbulkan dugaan adanya upaya sistematis untuk menghalangi penemuan kebenaran, atau yang dikenal dalam hukum pidana sebagai Obstruction of Justice (OJE).

Ini bukan lagi perkara lupa atau salah catat, melainkan ancaman terhadap akuntabilitas negara.

Blunder yang Berbau Pidana

Titik krusial yang menempatkan KPU Surakarta di jurang hukum adalah penggunaan frasa spesifik "nomor ijazah masuk musnah" oleh petugas PPID di forum resmi. Pengakuan ini memiliki bobot hukum yang sangat tinggi.

Ketika Ketua KPU Surakarta kemudian buru-buru mengoreksi dan menyatakan bahwa hanya "agenda surat" yang musnah, inkonsistensi ini justru memperkuat kecurigaan, bukan meredakan.

Mengapa ini disebut Obstruction of Justice?

  1. Pelanggaran UU Tipikor (Pasal 21): Meskipun sidang terjadi di KIP (kuasi-peradilan), jika dokumen yang disangkal atau diklaim musnah ini memiliki kaitan dengan kewenangan publik atau potensi penyalahgunaan jabatan, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai upaya mencegah atau merintangi proses pemeriksaan yang berujung pada perkara korupsi.

  2. Keterangan Palsu di Hadapan Pejabat: Pemberian keterangan yang secara substantif berubah total dalam rentang waktu singkat oleh institusi yang sama dapat ditafsirkan sebagai pemberian keterangan palsu atau tidak benar. Apabila pernyataan "nomor ijazah musnah" terbukti menyesatkan dan disampaikan dengan bobot formal, ini melanggar ketentuan pidana terkait keterangan palsu.

Perubahan narasi KPU yang sangat cepat mencerminkan adanya kesadaran hukum: Pejabat tersebut menyadari bahwa pernyataan awal mereka, yang menyiratkan hilangnya bukti vital administrasi negara, dapat memiliki konsekuensi hukuman penjara yang berat.

Pola Kebingungan yang Merusak Kredibilitas

Dugaan penghalangan ini semakin kuat dengan adanya pola yang mirip di UGM. Institusi sebesar UGM tampak gagap, tidak tegas, dan bahkan bermasalah dalam formalitas korespondensi resmi.

Pola bersama antara KPU dan UGM—sama-sama bermasalah dengan dokumen, sama-sama tidak konsisten dalam jawaban—mengindikasikan bahwa masalahnya mungkin bukan terletak pada kelalaian individu, melainkan pada ketidaksiapan institusional untuk membuka informasi sensitif.

Inkonsistensi ini melanggar Asas Keterbukaan dan Asas Profesionalitas (AUPB). KIP sebagai lembaga kuasi-peradilan yang bertugas menyelesaikan sengketa informasi menjadi tercederai kredibilitasnya karena dihadirkan dengan keterangan yang tidak akurat dan tidak konsisten.

Selain itu, klaim KPU bahwa dokumen sepenting "agenda surat masuk" dapat dimusnahkan dalam jangka waktu singkat (3 tahun) berdasarkan PKPU No. 17 Tahun 2023, secara langsung mengancam integritas arsip negara. Jika jejak administratif penerimaan dokumen vital dapat dengan mudah dihilangkan, maka sistem kearsipan kita rentan terhadap manipulasi bukti.

Mendesak Investigasi Hukum dan Audit Total

Polemik ini telah melampaui sengketa informasi biasa dan masuk ke wilayah hukum pidana.

Maka, ada dua rekomendasi mendesak:

  1. Investigasi Hukum: Pihak berwenang (Kepolisian atau Kejaksaan) didorong untuk segera melakukan penyelidikan (bukan hanya audit administrasi) terkait dugaan tindak pidana pemberian keterangan palsu dan/atau Obstruction of Justice. Rekaman resmi sidang KIP dan kronologi perubahan keterangan harus menjadi dasar utama penyelidikan ini.

  2. Peningkatan Integritas PPID: Badan Publik harus segera meningkatkan pelatihan dan integritas Pejabat PPID. Dalam era keterbukaan informasi, Pejabat PPID adalah garda terdepan institusi. Kegagalan mereka menyampaikan keterangan yang konsisten dan akurat di forum resmi sama dengan merusak kredibilitas seluruh lembaga.

Publik tidak boleh puas hanya dengan klarifikasi di media. Integritas negara harus dibuktikan di meja hukum, dan integritas arsip harus dijamin dengan sistem yang tidak mudah direkayasa.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel