Sains Sebagai Karya Budaya
Antara Kebenaran, Kegunaan, dan Kepercayaan:
Menimbang Sains dan Dukun di Ruang Pengetahuan Nusantara
Sains Sebagai Karya Budaya
Sering kali kita lupa bahwa sains adalah produk budaya, lahir dari cara
berpikir, nilai, dan sejarah manusia tertentu. Sains modern lahir di Eropa abad
ke-17, dari pandangan bahwa alam adalah mesin yang bisa diuraikan menjadi
bagian-bagiannya. Paradigma ini melahirkan teknologi modern, tetapi juga
memisahkan manusia dari alamnya. Alam dipandang sebagai objek yang dapat
dikendalikan, bukan sebagai bagian integral dari eksistensi manusia. Pandangan
ini memberi kemajuan teknologi, tetapi menciptakan keterasingan manusia dari
lingkungan sekitarnya.
Sebaliknya, tradisi lokal seperti ilmu kebatinan atau primbon lahir dari
pandangan bahwa alam adalah organisme hidup. Manusia adalah bagian dari kosmos,
bukan penguasa yang memisahkan diri. Kedua cara pandang ini berbeda, tetapi
jika dikombinasikan secara bijak, keduanya bisa saling memperkaya. Sains dapat
belajar dari spiritualitas tentang keterhubungan dan harmoni, sedangkan
spiritualitas dapat belajar dari sains tentang ketepatan dan prediksi.
Pertemuan ini membuka ruang bagi epistemologi hibrida yang lebih adaptif.
Memahami sains sebagai karya budaya membantu kita melihat keterbatasan dan
biasnya. Sains bukan hanya sekadar metode objektif, tetapi juga produk
nilai-nilai tertentu. Menghargai konteks budaya ini memungkinkan dialog dengan
pengetahuan lokal. Kolaborasi antara sains dan spiritualitas memperluas
cakrawala manusia. Dengan demikian, pengetahuan bukan monopoli satu pihak,
melainkan ekosistem yang saling melengkapi.
Kontributor
Akang Marta
