Menggugat Monopoli Kebenaran
Antara Kebenaran, Kegunaan, dan Kepercayaan:
Menimbang Sains dan Dukun di Ruang Pengetahuan Nusantara
Menggugat Monopoli Kebenaran
Di era media sosial, kebenaran sering dijadikan senjata untuk menegaskan
dominasi narasi tertentu. Sains diklaim sebagai kebenaran absolut untuk
menertawakan tradisi, sedangkan kepercayaan spiritual dipakai untuk menolak
temuan ilmiah. Padahal, keduanya dapat hidup berdampingan jika kita memahami
perbedaan kriterianya. Monopoli kebenaran harus ditolak karena ketika satu
sistem mengklaim paling benar, narasi lain akan dibungkam. Fenomena ini tidak
hanya terlihat dalam sains versus mistisisme, tetapi juga dalam politik,
budaya, dan media.
Sains yang merasa absolut bisa menjadi teknokrasi dingin tanpa empati,
sedangkan mistisisme yang dianggap mutlak dapat berubah menjadi dogma tanpa
nalar. Yang dibutuhkan bukan perang narasi, tetapi dialog antar-narasi untuk saling
melengkapi. Dialog ini membuka peluang bagi kolaborasi pengetahuan yang
menghormati perbedaan. Dengan memahami peran masing-masing sistem, kita bisa
mengurangi konflik epistemik. Intinya, monopoli kebenaran membatasi kreativitas
dan pluralitas dalam memahami dunia.
Dialog antar-narasi menekankan fungsi dan tujuan masing-masing. Sains
memberi prediksi dan kontrol materi, sementara spiritualitas memberi arah moral
dan stabilitas emosional. Keduanya bekerja pada domain berbeda tetapi saling
relevan. Menghargai keduanya memungkinkan masyarakat lebih harmonis. Dengan
demikian, menggugat monopoli kebenaran adalah langkah penting menuju
keseimbangan epistemik.
Kontributor
Akang Marta
.jpeg)