Ketika Konstanta Pun adalah Kesepakatan
Sains,
Kebenaran, dan Otak-Atik Gatuk: Antara Model, Mitologi, dan Makna
Ketika Konstanta Pun adalah Kesepakatan
Dalam pelajaran fisika, kecepatan cahaya sering diajarkan sebagai konstanta
absolut: 299.792.458 meter per detik. Nilai ini tampak seperti hukum
Tuhan—pasti, abadi, dan tak bisa diganggu gugat. Namun, sedikit yang menyadari
bahwa angka itu adalah konvensi manusia, bukan hukum metafisik alam semesta.
Meter dan detik sendiri adalah konstruksi manusia; alam tidak mengenal “meter”
atau “detik”—yang ada hanyalah gerak. Jadi, ketika kita mengukur kecepatan
cahaya, sebenarnya kita sedang menyepakati definisi pengukuran agar eksperimen
tetap konsisten.
Perubahan alat ukur akan memunculkan variasi hasil, tetapi demi stabilitas
sains, komunitas ilmiah memilih kesepakatan tertentu. Eksperimen
Michelson-Morley pada 1887, yang bertujuan membuktikan keberadaan eter sebagai
medium cahaya, justru gagal menemukan eter. Dari kegagalan itu lahirlah teori
relativitas Einstein, yang merevolusi fisika modern. Paradoksnya, kegagalan
eksperimental menjadi pijakan bagi kebenaran baru. Hal ini menegaskan bahwa
kebenaran ilmiah bukan puncak akhir, melainkan proses koreksi tanpa henti.
Bahkan konstanta yang tampak paling “keras” pun lahir dari kesepakatan sosial
dan epistemik, menunjukkan bahwa sains tidak pernah sepenuhnya objektif,
melainkan berdiri di atas fondasi interpretatif komunitasnya.
Kontributor
Akang Marta
.png)