Dukun, Data, dan Daya Manusia
Antara Kebenaran, Kegunaan, dan Kepercayaan:
Menimbang Sains dan Dukun di Ruang Pengetahuan Nusantara
Dukun, Data, dan Daya Manusia
Jika sains tidak mencari kebenaran, lalu apa
yang dicari dukun? Bagi sebagian orang, dukun sering dipandang sebagai simbol
kebodohan masa lalu yang kuno. Namun dari perspektif antropologis, dukun adalah
arsitek pengetahuan lokal yang kompleks. Ia bukan sekadar penyembuh, melainkan
penjaga kosmos makna, tentang hubungan manusia dengan alam, waktu, dan takdir.
Dukun juga memediasi antara doa, niat, dan keputusan dalam kehidupan
sehari-hari.
Ketika seseorang datang ke pawang hujan, yang
dicari mungkin bukan hanya prediksi cuaca cerah. Ia mencari ketenangan batin
dan ruang untuk menyerahkan diri pada kekuatan yang lebih besar darinya. Dalam
logika ini, pawang hujan bukan pesaing BMKG, melainkan pelengkapnya. Sains
bekerja dengan data, sementara pawang bekerja dengan daya — energi, simbol, dan
makna. Keduanya melayani manusia, tetapi melalui cara yang berbeda dan saling
melengkapi.
Sosiolog Prancis, Émile Durkheim, pernah
menulis bahwa ritual adalah sarana masyarakat memperbarui rasa kebersamaan.
Upacara ruwatan, sedekah bumi, atau doa tolak hujan bukan sekadar formalitas,
tetapi sarana menghadirkan kontrol simbolik atas ketidakpastian hidup. Fungsi
sosial ini tidak bisa digantikan oleh sains, karena menyentuh ranah psikologis
dan eksistensial manusia. Sains memberi kepastian statistik, tetapi ritual
memberi ketenangan eksistensial. Keduanya menunjukkan bahwa manusia memerlukan
lebih dari sekadar fakta untuk merasa utuh.
Dukun, dalam hal ini, bukan ancaman bagi ilmu
pengetahuan, melainkan bagian dari ekosistem pengetahuan manusia yang lebih
luas. Ia mengajarkan bahwa ada cara lain memahami dunia selain melalui angka
dan grafik. Sementara sains memetakan pola yang dapat diuji, praktik
tradisional memetakan pengalaman hidup yang subjektif. Keduanya memberi alat
berbeda untuk menghadapi ketidakpastian. Dengan demikian, menghargai dukun
berarti menghargai dimensi kemanusiaan yang tidak bisa sepenuhnya diukur.
Perspektif ini mengingatkan kita bahwa ilmu
pengetahuan memiliki batasan. Tidak semua fenomena bisa dijelaskan atau
diprediksi secara kuantitatif. Dalam konteks sosial dan psikologis, makna dan
simbol memainkan peran penting. Dukun hadir sebagai mediator antara manusia dan
kosmos makna ini. Dengan memahami fungsi ganda antara data dan daya, kita bisa
mengintegrasikan pengetahuan tradisional dan modern untuk kehidupan yang lebih
utuh.
Kontributor
Akang Marta
.png)