Belajar Merendah di Hadapan Kebenaran
Antara Kebenaran, Kegunaan, dan Kepercayaan:
Menimbang Sains dan Dukun di Ruang Pengetahuan Nusantara
Belajar Merendah di Hadapan Kebenaran
Bahaya utama manusia modern bukanlah ketidaktahuannya, melainkan
keyakinannya bahwa ia sudah mengetahui segalanya. Setiap sistem pengetahuan
hanyalah lensa, peta, atau model, bukan realitas itu sendiri. Sains mengajarkan
kita untuk meragukan dan menguji klaim, tetapi kadang kita menjadikannya dogma
baru. Kepercayaan lokal mengajarkan menghormati misteri, tetapi kadang juga
berubah menjadi takhayul buta. Kebenaran mengalir di antara dua tebing:
rasionalitas dan spiritualitas, dan ia melampaui metodologi maupun bahasa
manusia.
Menjadi “benar” bukan soal memilih fisika atau dukun, data atau doa, tetapi
menyadari keterbatasan pengetahuan manusia. Kebenaran adalah fenomena yang
lebih besar dari setiap narasi tunggal. Ia seperti cermin yang jatuh dari
surga, pecah menjadi ribuan keping. Setiap orang memungut satu keping dan
mengira itu keseluruhan cermin. Kesadaran ini mengajarkan kita merendah dan
menghargai pluralitas epistemik, sekaligus membuka ruang bagi dialog,
toleransi, dan kebijaksanaan kolektif.
Kontributor
Akang Marta
