Manusia di Tengah Dua Dunia
Antara Kebenaran, Kegunaan, dan Kepercayaan:
Menimbang Sains dan Dukun di Ruang Pengetahuan Nusantara
Manusia di Tengah Dua Dunia
Manusia modern hidup di persimpangan dua rezim kebenaran yang berbeda, yakni
fakta dan makna. Fakta dapat diverifikasi secara objektif melalui metode ilmiah
dan data empiris, sementara makna bersifat subyektif dan harus dihayati.
Contohnya, pelangi dapat dijelaskan sebagai pembiasan cahaya, tetapi pemahaman
ilmiah itu tidak mengurangi rasa kagum yang kita alami. Cinta dapat dijelaskan
melalui hormon dopamin dan respons saraf, namun pengalaman emosionalnya tetap
misterius. Begitu pula dengan hujan: radar BMKG bisa memprediksi awan, tetapi
doa pawang masih memberikan ketenangan batin yang tidak bisa diukur dengan angka.
Kedua cara pandang ini valid karena mereka memenuhi fungsi berbeda dalam
kehidupan manusia. Sains memberikan kepastian dan prediksi, sementara ritual
atau praktik spiritual memberi ketenangan dan rasa kontrol simbolik. Kesalahan
manusia modern muncul ketika satu cara pandang dipaksakan untuk menjelaskan
segalanya. Dunia terlalu kompleks untuk hanya dijelaskan melalui satu jendela
epistemik. Memahami fakta dan makna sebagai dua ranah yang berdampingan
memungkinkan manusia menghargai pluralitas pengetahuan.
Kesadaran ini penting agar kita tidak jatuh ke dalam reduksi eksistensi
manusia. Fakta dan makna tidak harus saling meniadakan. Keduanya saling
melengkapi untuk membentuk pemahaman yang lebih holistik. Mengakui kedua
dimensi ini membantu kita hidup lebih bijak. Dengan demikian, manusia tidak
hanya menjadi makhluk rasional, tetapi juga makhluk bermakna.
Kontributor
Akang Marta
.jpeg)