Ads

Harmonisasi Institusional dan Kepastian Hukum: Mendesak Pedoman Bersama KIP dan Aparat Penegak Hukum

 

Harmonisasi Institusional dan Kepastian Hukum: Mendesak Pedoman Bersama KIP dan Aparat Penegak Hukum

Pernulis: Akang Marta


Efektivitas Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) seringkali terhambat oleh dualitas interpretasi hukum antara badan quasi-yudisial yang berspesialisasi dalam informasi (Komisi Informasi/KIP) dan aparat penegak hukum (Polri dan Kejaksaan) yang fokus pada penerapan hukum pidana (KUHP dan UU ITE). Opini ini berargumen bahwa pembentukan pedoman bersama atau nota kesepahaman (MoU) antara KIP, Polri, dan Kejaksaan Agung adalah kebutuhan mendesak untuk memastikan kepastian hukum, mengurangi kriminalisasi kritik, dan memperkuat implementasi UU KIP.

Jurang Interpretasi Institusional

Konflik utama muncul karena perbedaan kerangka berpikir antara kedua lembaga:

InstitusiKerangka Kerja PrimerTujuan Utama
KIPUU KIP (Hukum Publik)Memastikan maximum terbuka dan menegakkan hak warga negara untuk tahu.
Polri/KejaksaanUU ITE, KUHP (Hukum Pidana)Menegakkan unsur pidana (niat jahat dan kerugian), seringkali mengabaikan konteks publik sengketa.

Ketika seorang jurnalis atau aktivis meliput isu transparansi (misalnya, menantang kinerja PPID) dan kemudian dilaporkan dengan UU ITE, aparat penegak hukum cenderung memproses laporan tersebut berdasarkan kerangka pidana murni, tanpa memberikan bobot yang memadai pada status informasi sebagai "milik publik" atau proses yang telah/sedang ditempuh di KIP.

1. Tantangan Koordinasi

Pembentukan pedoman bersama menghadapi hambatan birokrasi dan persepsi:

  • Ego Sektoral: Lembaga penegak hukum mungkin memandang KIP sebagai entitas "eksternal" dengan yurisdiksi terbatas, sehingga resisten untuk tunduk pada temuan KIP.

  • Kekurangan Keahlian: Mayoritas penyidik dan jaksa tidak memiliki pelatihan khusus dalam hukum informasi publik dan seringkali tidak memahami konsep-konsep seperti Uji Konsekuensi atau Klasifikasi Informasi yang Dikecualikan, sehingga mengabaikan relevansi putusan KIP.

  • Tekanan Politik: Dalam kasus yang melibatkan pejabat publik, tekanan politik seringkali mendorong aparat penegak hukum untuk memproses cepat laporan pidana, mengesampingkan kehati-hatian yang seharusnya dipicu oleh adanya proses KIP.

Peluang Harmonisasi dan Kepastian Hukum

Pedoman bersama akan berfungsi sebagai mekanisme check and balance internal dalam sistem penegakan hukum, memberikan peluang signifikan untuk reformasi.

1. KIP sebagai Pertimbangan Wajib dalam Penyidikan

Pedoman bersama harus secara eksplisit mewajibkan aparat penegak hukum untuk:

  • Menangguhkan Proses ITE (Pasal 27A): Jika objek laporan pidana (tulisan/kritik) berkaitan dengan informasi yang sedang disengketakan atau telah diputuskan oleh KIP, proses penyidikan pidana harus ditangguhkan atau dipertimbangkan ulang hingga KIP mengeluarkan putusan inkracht.

  • Mempertimbangkan Good Faith: Secara otomatis mengakui proses sengketa di KIP sebagai bukti kuat adanya itikad baik (good faith) dari pemohon/jurnalis. Hal ini secara langsung menetralisasi unsur "niat jahat" yang dipersyaratkan dalam Pasal 27A UU ITE.

  • Harmonisasi Yurisdiksi: Menetapkan bahwa perselisihan mengenai kebenaran dan status informasi publik harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mekanisme KIP, sejalan dengan UU Pers yang mengutamakan penyelesaian melalui Dewan Pers.

2. Menguatkan Transparansi melalui Due Process

Penerapan pedoman ini akan memastikan bahwa proses hukum yang adil (due process) diterapkan pada isu transparansi. Hal ini tidak hanya melindungi jurnalis dan aktivis, tetapi juga mengirimkan sinyal kuat kepada Badan Publik bahwa upaya menghindar dari UU KIP akan menghadapi pengawasan terpadu dari seluruh sistem hukum negara.

Kesimpulan

Meskipun UU KIP secara filosofis merupakan salah satu pilar demokrasi Indonesia, ketiadaan koordinasi yang formal dan mengikat antara KIP dan aparat penegak hukum telah menciptakan kerentanan hukum yang dimanfaatkan untuk mempertahankan budaya ketertutupan. Pembentukan pedoman bersama adalah langkah imperatif untuk mewujudkan kepastian hukum, memastikan bahwa hak konstitusional warga negara atas informasi tidak berakhir dengan ancaman pidana. Ini adalah kunci untuk mengubah UU KIP dari sekadar teks menjadi realitas akuntabilitas yang ditegakkan secara institusional.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel