Hakikat Manusia sebagai Khalifah di Muka Bumi (Bagian 1)

Penulis : Frenki Mubarok 
(Dosen STAIS Dharma Indramayu)


Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.

(Q.S. Al-Baqarah ayat ke 30)


Manusia adalah adalah sebuah istilah yang sangat dekat dengan kita. Betapa tidak, berbicara tentang manusia berarti berbicara tentang diri kita sendiri. Kenapa demikian, tentu saja, karena saya yakin bahwa yang membaca buku ini pasti adalah manusia. Namun misteri tentang keberadaan manusia selalu mengundang tanda tanya yang besar bagi manusia itu sendiri.


 
Pembahasan tentang manusia adalah pembahasan yang tidak mengenal lelah dari masa ke masa. Baik dari sudut pandang filsafat, agama hingga sains dan ilmu pentahuan. Seolah tak pernah bosan, manusia dipelajari dan dikaji oleh manusia sendiri. Namun setiap kajian dan penelitian yang telah dilakukan tentang manusia, bukan memberikan penjelasan yang memuaskan tentang apa dan siapa itu manusia. Bahkan boleh dikatakan, ketika berbicara tentang manusia para peneliti malah membuat manusia semakin tidak tahu hakikat kemanusiaannya sendiri.

Berbeda dengan mahluk lain, manusia memiliki kehendak untuk berupaya mengutamakan diri sendiri yang disebut dengan ego. Selanjutnya ego manusia tersbut menuntutnya agar senantiasa berfikir tentang dirinya sendiri. Maka, manusia dengan sikap superiornya terhadap mahluk lain, menyebut dirinya sebagai homo sapiens yang artinya mahluk yang senantiasa berfikir. Proses befikir yang dilakukan oleh manusia inilah yang dianggap sebagai perbedaan yang mencolok manusia dengan mahluk lainnya yang dalam Al-Qur’an disimbolkan dengan khalifah fi al-ardhi.

Meminjam istilah Sigmund Freud (1856 –1939), bahwa pengendalian Ego merupakan penentu tingkah kepribadian manusia, di mana Ego akan mempertimbangkan segala dorongan dari ID (naluriah primitif), sehingga upaya pemuasan ID dapat dilakukan dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Kemudian pada ahirnya pertimbangan dan pengetahuan yang dilakukan oleh Ego terutama berkaitan dengan pengenalan diri sebagai manusia dapat menumbuhkan Super Ego yang merupakan internalisasi moral dan etika manusia dalam kehudpan bermasyarakat.

Dengan demikian pengendalian dan penggunaan Ego dengan baik akan memberikan dampak positif bagi manusia dan kemanusiaan. Namun fakta yang tidak dapat dinafikan bahwa serangkaian proses berfikir manusia ternyata belum mampu menjawab realitas kemanusiaan itu sendiri. Sebuah pernyataan negatif yang mungkin sering terlintas dalam pikiran kita adalah bahwa, sebagai manusia untuk memahami diri sendiri pun kita masih sangat sulit apalagi memahami orang lain dan manusia secara universal.



Ketika manusia dilanda kebimbangan kehilangan kendali terhadap dirinya maka ia akan kehilangan derajat sebagai homo sapien-nya sehingga ia akan menjadi mahluk yang bahkan lebih rendah dari binatang. Allah swt berfiriman: “Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (Q.S. Al-‘Araf: 79).

(Bersambung ke bagian 2)

Baca bagian 2 DISINI

Baca bagian 3 DISINI

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel