Hakikat Manusia sebagai Khalifah di Muka Bumi (Bagian 2)

Penulis : Frengki Mubarok
(Dosen STAIS Dharma Indramayu)


Manusia yang kehilangan akal nya tersebut akan kehilangan mahkota khalifah nya di bumi. Ia tidak mampu berpikir logis dan jernih. Meraka inilah yang sering dimanfaatkan oleh manusia lainnya yang mengaku atau dianggap memiliki kemampuan supranatural yang dapat meramal, menerawang dan beberapa hal lain yang dianggap berguna bagi dirinya. Dari perilaku ini secara tidak sadar manusia selalu ingin mengaitkan dirinya pada sesuatu entah itu ramalan atau doktrin-doktrin yang membuat dirinya terkerangkeng.



Pembahasan tentang manusia adalah pembahasan utama dalam agama. Adapun corak pemikiran suatu agama dapat di bagi menjadi beberapa mitologi yang dominan dalam agama tersebut. Dalam uraian nanti saya berusaha untuk melakukan kategorisasi mitologi yang dominan dalam suatu agama, namun uraian ini tidak sepenuhnya mengeneralisir periodesasi mitologi yang berkembang di dunia secara sitematis dan kaku karenanya agama yang lahir belakangan dapat pula memiliki mitologi yang hampir sama dengan agama yang lahir jauh sebelumnya.

Dalam beberapa teori disebutkan bahwa peradaban manusia sudah terekam sekitar era 10.000 s.d 12.000 SM ditandai dengan berkembangnya pertanian diseluruh dunia dan mencapai puncaknya di Cina pada era 7.500 SM dengan ditanamnya padi-padian. Karenanya era 7.500 SM disebut juga era Revolusi Pertanian. Pada masa itu manusia masih dalam suatu komunitas atau keluarga yang memiliki kehidupan yang sangat sederhana dari berburu dan meramu. Aktivitas tersebut tetap dilakukan karena hasil dari pertanian tidak mencukupi kehidupan suatu komunitas karena masih dilakukan secara sederhana. Pada masa ini, hubungan manusia dengan alam sangat erat dan menganggap alam sebagai sumber dari kehidupan karena itu manusia menempatkan dirinya sebagai bagian dari alam yang akan selalu menjaga dan menghormati alam sebagai The Mother of Earth(Sang Ibu Bumi). Mereka menganggap bahwa segala peristiwa yang terjadi pada kelahiran, kehidupan dan kematian manusia dan maluk hidup lainnya hanyalah siklus alamiah yang dipandang bukan sebagai sebuah ancaman yang menakutkan. Peristiwa “kelahiran” mereka sambut dengan suka cita, “kehidupan” sangat mereka hargai sebagai anugerah yang sangat bernilai, karena dengan anugerah kehidupan mereka dapat merasakan kebahagiaan dengan segala keindahannya, dan apabila datang “kematian”, hal itu hanya dianggap sebagai sebuah siklus yang tidak perlu disesali atau diratapi karena mereka menganggap kematian yang terjadi adalah awal dari kehidupan lainnya, seperti pohon yang mati maka dari pokok pohon tersebut akan hidup organisme-organisme yang lainya seperti lumut, serangga dan tunas-tunas yang baru. Begitupun juga manusia sebagai The Son of Earth (Sang Putra Bumi) kematiannya adalah awal bagi kehidupan yang baru, karena itu mereka menganggap bahwa yang telah mati akan senantiasa hidup dan menemani yang masih hidup. Kehidupan sederhana yang tanpa beban, sungguh betapa sederhana dan bahagiannya manusia saat itu. Kehidupan manusia pada masa ini disebut peradaban Myth of Nature (Mitos Alam).

Seiring dengan berkembangnya waktu, sekitar era 3000 SM, manusia sudah berkembang dan menyebar ke seluruh penjuru bumi. Manusia menciptakan penemuan yang sangat luar biasa pada masanya yaitu roda dan tulisan. Peradaban sederhana yang dibentuk oleh setiap komunitas keluarga manusia dengan cara menetap dalam suatu wilayah membutuhkan sarana transportasi dan komunikasi untuk menjalin keterhubungan antara komunitas yang satu dengan yang lainnya.

Untuk mencukupi kehidupannya manusia mengembangkan teknologi bercocok tanam semakin baik, selain itu berternak yang telah dirintis sejak era 8.800 SM, merupakan upaya yang lebih efektif dari pada berburu. Untuk menunjang segala kebutuhan dan teknologinya, manusia mulai memproduksi benda-benda yang dapat digunakan dalam segala segi kehidupannya. Pada masa ini, setiap kelompok atau suku memiliki batas-batas wilayahnya masing-masing dan masing-masing memproduksi kebutuhannya sesuai dengan kondisi lingkungan yang terdapat di tempat tinggalnya. Untuk bertahan hidup dengan cara menetap dan menguasai suatu wilayah, manusia mulai memanipulasi alam agar sesuai dengan standar kenyamanan hidup mereka dan jika hasil produksi yang dilakukan oleh sebuah koloni dirasa belum memadai maka untuk melengkapinya antara suku yang satu dengan suku lainnya melakukan transaksi dengan cara barter. Pada masa ini manusia masih memegang teguh Myth of Nature-nya, mereka tetap menghormati alam sebagai sesuatu yang sakral. Namun dikarenakan mereka sudah mulai merasa bahwa mereka tidak tinggal sendiri dan bahwa masing-masing suku memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh suku lainnya maka dalam kehidupan manusia pada era ini mulai tumbuh benih-benih mitos kehidupan haromonis antara manusia dengan alam, dan manusia dengan manusia lainnya. Kehidupan pada masa ini memiliki kandungan yang sakral yaitu dengan sebutan mitos harmoni (Myth of Harmony).


(Bersambung ke bagian 3)

Baca bagian 1 DISINI

Baca bagian 3 DISINI

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel