KH. Imron Rosyadi Ketum PP GP Ansor era 1950-an asal Indramayu (Bagian 3)


Latar Belakang Pemikiran

Sangat sulit menemukan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pemikiran KH. Imron Rosyadi, namun jika dilihat dari riwayat perjalanan pendidikan, hingga karirnya dapat dipastikan bahwa KH. Imron Rosyadi merupakan seorang yang ahli di bidang Agama, di bidang Hukum, dan Politik. Di bidang Agama karena beliau latar belakangnya pernah mengenyam pendidikan pesantren dan pernah menempuh pendidikan di Baghdad Iraq yang juga mantan Presiden RI ke-4 KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur) menandakan bahwa KH. Imron Rosyadi orang yang paham dan memahami persoalan agama. Adapun di bidang hukum beliau karena backround pendidikannya adalah Sarjana Hukum otomatis pasti sudah menjadi hal yang lumrah dan umum pasti memahaminya hal ini bisa diperkuat tatkala KH. Imron Rosyadi diamanahkan menjadi Rektor Universitas Sunan Giri (UNSURI) Surabaya sejak tahun 1977.


 
Adapun dalam karirnya yang paling menonjol adalah di bidang politik. Menurut Fealy (2003: 137) Salah satu tokoh hasil rekruitmen yang menunjukan kemampuan akademis, birokrat yang handal adalah KH. Imron Rosyadi yang berasal dari Indramayu, Jawa Barat. Ia direkrut oleh NU dan diangkat sebagai ketua GP Ansor pada 1953 dan menjadi anggota PBNU tahun berikutnya menjadi orang pertama di PBNU yang berpendidikan tinggi dan menjadi anggota parlemen yang vocal setelah pemilu 1955. Menurut Fealy dalam wawancaranya dengan KH. Imron Rosyadi pada 12 Agustus 1991, KH. Imron Rosyadi mengakui bahwa ia pernah punya keinginan serius untuk bergabung dengan Masyumi pada 1952, namun kemudian memilih NU karena organisasi ini sedang membutuhkan figure-figur intelektual.(Fealy, 2003, hlm. 138)

Sebelum memutuskan bergabung dengan NU, dia aktif dalam berbagai organisasi diluar NU, seperti Pemuda Muslim Indonesia, dan Indonesia Muda. Tahun 1937 menjadi ketua Pemuda Muslimin Indonesia cabang Solo. Di Mekkah KH. Imron Rosyadi memimpin perhimpunan-perhimpunan dan organisasi-organisasi yang menentang penjajahan Belanda antara lain KOKESIN (Komite Kebangsaan Indonesia), PERTINDOM (Perserikatan Thalabah Indonesia Malaya), dan di Irak selama 8 tahun berturut-turut menjadi ketua PPI (Perhimpunan Pemuda Indonesia), yang membikin jalan untuk pengakuan negara-negara Arab terhadap kekuasaan de Facto dan de Jure dari Republik Indonesia.(Parlaungan, 1956, hlm. 236)

Setelah bergabung dengan NU, KH. Imron Rosyadi tidak serta-merta fokus pada organisasi NU, ia bahkan masuk di bidang politik diantaranya: Menjabat Kuasa Usaha Kedubes RI di Swiss (1955), tiga tahun kemudian menjadi Kuasa Usaha Saudi Arabia (1958), dan mengajar di Akademi Hukum Militer. Tahun 1957 – 1959 menjadi anggota DPR RI mewakili Partai NU (1957). Tahun 1960 bersama K.H. M. Dahlan (PBNU) mendirikan Liga Demokrasi, sebuah organisasi yang mengkritisi kebijakan Presiden Soekarno yang akan menerapkan Demokrasi Terpimpin. Akibatnya, dia dipenjara selama empat tahun, tanpa melalui proses pengadilan. Ketika Orbe Baru mulai berdiri, dia dibebaskan dari penjara. Bersamaan dengan itu dibebaskan pula Prof. Hamka, Mr. Moh. Roem, dan lain sebagainya.(Bruinessen, 1994, hlm. 268) Di masa Orde Baru berkuasa, ia menjadi anggota DPR – MPR, sejak 1971 hingga 1987. Selama 17 tahun menjadi anggota DPR itu, dia selalu menduduki Ketua Komisi I, yang membidangi luar negeri, pertahanan keamanan, dan penerangan.

Pengabdian-Nya KH. Imron Rosyadi di NU karena memiliki jiwa sebagai insan pergerakan, dan pengalamannya pernah belajar di Universitas yang prestisius di Dunia dan pernah menduduki Duta Besar negara-negara Asia, dan Eropa ia diamanahkan oleh NU untuk menempati posisi strategis dalam jamiyah NU. Mula-mula kerterlibatan di lingkungan NU diawali sejak masa kepanduan Ansor Nahdlatul Ulama (ANU), kemudian menjadi ketua umum Barisan Pemuda itu. Dengan kemandiriannya itu maka dengan tegas ia menentangnya kebijakan Presiden Soekarno ketika mewajibkan organisasi-organisasi kepanduan dilebur ke dalam Praja Muda Kirana alias Pramuka. KH. Imron Rosyadi sempat empat tahun mendekam dalam penjara Orde Lama dan baru dibebaskan setelah orde baru lahir.

Di NU karirnya melejit tatkala menjadi Ketua Umum PP Gerakan Pemuda Ansor (1953) menggantikan H.A. Hamid Widjaja. Selanjutnya dalam Muktamar NU di Bandung tahun 1967, ia menempati posisi Ketua IV PBNU, lalu naik menjadi Ketua III dalam Muktamar Surabaya tahun 1971 dengan Ketuanya KH. Idham Chalid.(Sujati & Thohir, 2020, hlm. 236) 
(Bersambung di bagian 4)

Baca bagian 1 DISINI

Baca bagian 2 DISINI

Baca bagian 4 DISINI

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel