KH. Kafrawi, Pejuang NU, Pendidik dan Pelopor Dunia Pendidikan dari Sliyeg Indramayu

KH. Kafrawi, atau lebih masyhur dengan panggilan Kyai Kaprawi menurut dialek khas lidah orang Sliyeg, beliau merupakan sosok yang senantiasa terkesan dihati masyarakat dengan kesantunan, kesabaran, kharismatik serta keistiqomahannya dalam lingkungan masyarakat Sliyeg. 

Beliau menjalani hidup dengan penuh kesederhanaan serta memilih menjadi seorang guru sebagai profesi. Namun patut untuk digali dan dipelajari, bahwa dibalik kesederhanaannya ada cerita hidup tentang makna berkhidmah, makna berjuang serta melakukan kaderisasi bersama sahabat ulama lainnya di kecamatan Sliyeg, ada rangkaian cerita yang hendak dituturkan kegenerasi berikutnya. Tentang suatu cara pandang yang khas; at-tawassuth (bersikap tengah-tengah), at-tawazun (seimbang), dan al-‘Itidal (tegak-lurus) yang menghiasi perjalanan hidup para ulama Sliyeg, ini menjadi parameter perjalanan hidup KH. Kafrawi dalam menunaikan tanggungjawabnya di dalam berkhidmah, berjuang dan melakukan kaderisasi demi terwujudnya masyarakat Sliyeg yang hidup dalam kerukunan, taat pada agama, cinta tanah air, sejahtera serta terdidik. 

Maka dalam upaya KH. Kafrawi mencurahkan seluruh perhatian pada bidang Keagamaan, pendidikan, dan kemasyarakatan serta menunaikan tanggungjawab untuk membesarkan putra-putrinya.

Kafrawi Kecil
Di hari itu, langit terlihat cerah memayungi Desa Sliyeg seakan menjadi saksi bahwa telah terlahir ke dunia seorang bayi mungil, ia terlahir dari pasangan H. Muhammad Alwi dan Hj. Halimah (Carpen) yaitu tepatnya pada tanggal 15 April 1929, tiga tahun setelah berdirinya Nahdlotul Ulama (NU) dan bayi tersebut diberi nama Kafrawi

Sebagaimana kebutuhan seorang anak pada umumnya untuk mendapatkan asupan makanan yang baik juga pendidikan. Kafrawi kecil, ia hidup didalam keluarga yang taat beragama serta lingkungan masyarakat yang cukup agamis karena terdapat beberapa ulama. 
Beliau mendapatkan pendidikan awal dari kedua orang tua yang melahirkannya. 

Pada saat itu di Sliyeg belum memiliki lembaga pendidikan formal Keagamaan, yang ada berupa pendidikan keagamaan non formal yaitu di masjid dan mushola. Maka umumnya pengajaran ilmu agama dilaksanakan di masjid dan mushola yang berada di dekat kediaman Kyai. 

Ketika Kafrawi menginjak umur 11 tahun, kedua orang tuanya memutuskan Kafrawi kecil untuk dikirimkan ke Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon dibawa asuhan KH. Sanusi, di sanalah Kafrawi menimba dan memperdalam ilmu agama, untuk memenuhi rasa hausnya terhadap ilmu pengetahuan agama, Kafrawi remaja tidak hanya belajar ke Kyai Sanusi saja namun ia juga belajar pada Kyai lainnya misalnya Kiai Fatoni, Kyai Masduki Ali, Kyai Mukhtar, Kyai Hanan dan Kyai lainnya di sekitar Pesantren Babakan. 

Seiring berjalannya waktu, Kafrawi merasa masih belum cukup ilmu agama yang telah dipelajari dari kyai-kyai di Pesantren Babakan, Kafrawipun melanjutkan mesantren ke Kaliwungu kemudian pindah Mesantren ke Lasem. 

Setelah sekian lama menimba ilmu agama di Lasem, akhirnya Kafrawi memutuskan untuk pulang ke desanya di Sliyeg Indramayu.

Kafrawi Muda
Pada tahun 1949-1962 M wilayah Sliyeg telah tumbuh menjadi pusat kegiatan agama, ekonomi, dan gerakan. 

Desa Sliyeg sendiri sebagai tempat kelahiran Kafrawi muda, ketika itu telah mengakar dua gerakan yang cukup massif, yaitu Paham Komunis dan Darul Islam (DI) di sebelah utara desa merupakan basis paham Komunis, dan di sebelah selatan desa tumbuh pesat gerakan Darul Islam (DI) yang diusung oleh tokohnya yang bernama Kyai Abbas dan Kyai Umar, keduanya adalah bersaudara. Dari kedua tokoh inilah, ulama-ulama disekitar kecamatan Sliyeg banyak belajar ilmu agama, atau paling tidak mempunyai kedekatan secara emosional.

Namun, setelah gerakan Darul Islam resmi dilarang, maka para kadernya meleburkan diri ke dalam organisasi Nahdlotul Ulama (NU), Kafrawi muda yang berada di Kecamatan bersama ulama lainnya baik yang lebih senior maupun yang seusia dengan kafrawi muda bersama-sama mengembangkan nilai-nilai Ke-Nu-an yang at-tawassuth (bersikap tengah-tengah), at-tawazun (seimbang), dan al-‘Itidal (tegak-lurus)

Bagi masyarakat Sliyeg ketika itu muncul beberapa nama Kyai yang mengawal tumbuh kembangnya NU baik melalui struktural maupun kultural antara lain Kyai Ahyad (Mangir), Kyai Nasuha Sofiyuddin (Sliyeg), Kyai Sonhaji (Sliyeg), Kyai Anas (Sliyeg), Kyai Hamim - Kyai Mu’ty (Sliyeg), Kyai Ahyad (Mangir), Kyai Sonaji (Sliyeg), Kyai Hamid (Tambi), Kyai Bunyamin (Tambi), Kyai Yusuf (Sleman), Kyai Yusuf (Sleman), Kyai Zainuddin (Majasari), Kyai Muhammad (Tugu), Abdul Wahid (Tugu), Kyai Mu’min (sudimampir), Kyai Bajuri (sudimampir). Kelak dikemudian hari para ulama ini dan keturunannya mendirikan Pesantren, Jam’iyah, Madrasah Diniyah, Sekolah Ma’arif, Toriqoh dan mempelopori pendirian masjid, gerakan sosial dan lain sebagainya.

Pada masa muda Kafrawi terlibat didalam kegiatan keagamaan, kemasyarakatan, dan pendidikan, serta jam’iyah.

Kafrawi Dewasa
Awal hidupan utuh Kafrawi menjadi pribadi yang dewasa dan bertanggung jawab dimulai saat beliau mempersunting seorang gadis yang bernama Komarussanah atau masyarakat Sliyeg menyebutnya Nyai Marsanah, lika-liku rumah tangga senantiasa mewarnai kehidupan Kyai Kafrawi, dan salah satu upaya beliau guna  memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga, beliau mencoba untuk mengikuti persamaan Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) bahkan beliau juga mendapatkan sertifitkat kelayakan untuk menyampaikan dan menjelaskan tentang Pancasila pada tingkat kabupaten. 

Dalam berbagai pilihan profesi beliau memantapkan diri untuk memilih menjadi seorang guru dan siap mendedikasikan hidupnya di dunia pendidikan dan kemasyarakatan. 

Problematika kehidupan datang silih berganti, sampai Pada Tahun 1965-1966 terjadi peristiwa Pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh komunis di Indonesia. 
Kejadian pembantaian ini pun terasa begitu dekat dimasyarakat Sliyeg yang sebagaian masyarakatnya menganut paham Komunis walau mungkin sebagian hanya sebatas simpatisan atau dicatut namanya dimasukan dalam keanggotan partai Komunis. 

Dalam hal ini ada tindakan preventif yang dilakukan oleh gerakan Pemuda Anshor Sliyeg yaitu melakukan pembakaran secara sengaja terhadap kantor desa Sliyeg dengan tujuan membakar arsip dan dokumen yang menunjukkan data keanggotaan partai komunis sebagian masyarakat Sliyeg.

Dengan terbakarnya kantor desa Sliyeg maka ikut terbakar pula arsip dan dokumen. Situasi gonjang-ganjing dimana-mana, dalam situasi seperti inilah muncul inisiatif dari ulama-ulama Kecamatan Sliyeg untuk mendirikan Sekolah Formal Keagamaan, maka dibangunlah Madrasah “al Wathoniyah” yang berarti tanah air, dari sekolah/madrasah ini diharapkan akan tumbuh tunas baru, yang kuat agamanya, cinta pada tanah airnya (Hubbul Wathon) juga untuk menangkal faham-faham komunisme yang masih ada serta mengakar di tengah masyarakat Sliyeg. 

Dalam berkidmah di Pendidikan dan Kemasyarakatan, hari-hari beliau diisi dengan kegiatan pendidikan dan keagamaan menanamkan nilai-nilai at-tawassuth (bersikap tengah-tengah), at-tawazun (seimbang), dan al-‘Itidal (tegak-lurus) pada masyarakat. 

Melalui beberapa kegiatan rutin yang beliau selenggarakan; Jam’iyah Qur’an (Fathul Qulub), Pengajian rutin untuk siswa MTs Al Wathoniyah/MTsN Sliyeg, Pengajian Rutin Masyarakat, ceramah dan tausiyah. 

Kyai Kafrawi di Mata Keluarga dan Masyarakat
Di dalam menunaikan tanggungjawab sebagai kepala keluarga bukan hanya memperhatikan kebutuhan sandang, pangan dan papan, namun lebih dari pada itu, tanggangjawab terhadap pendidikan dan memberikan contoh praktek keagamaan yang baik dan diantara Sifat yang paling menonjol dari Kyai Kafrawi adalah kesabaran, dan keistiqomahannya. Hal itu terlihat dari sifat sabar merawat dan membesarkan putra-putrinya dalam kehidupan sehari-hari. 

Kyai Kafrawi termasuk orang yang istiqomah dalam mengaji Al-Qur’an, disela-sela aktifitas senantiasa al-Qur’an kecil selalu dalam genggaman, dan setiap ada kesempatan beliau akan membacanya. 

Dalam suatu organisasi atau lembaga dibutuhkan adanya tertib administrasi agar rapih dan berjalan dengan lancar, Kyai Kafrawi senantiasa menangani banyak kegiatan maka beliau membiasakan diri dengan tertib administrasi, bahkan setiap pinjaman uang sekecil apapun akan ditulis dengan rapih sesuai tanggal dan transaksi, bahkan pinjam berapapun pada anak-anaknya sendiri beliau akan mencatatnya. 

Kyai Kafrawi bukan lah tipe orang tua yang memaksakan kehendak, beliau memberikan kebebasan kepada putra-putrinya untuk menentukan pilihan hidup sendiri. Walaupun pada kenyataanya tidak jauh dengan apa yang telah dilakukan orang tuanya yaitu berkhidmah di dunia pendidikan, Musyarofah (MTsN), Rodiyah (di Madrasah diniyah), Hj. Umi Hani (Kepala SD Mekar Gading) suami (H. Jahid menjadi Kepala MTsN), Fatimah (MTsN Bekasi), Prof. Solahuddin (Dosen di Universitas Amerika), Hj. NurAisyah (Kepala MI) Suami (H. Sanuri menjadi Ketua Stais Dharma Segeran Indramayu), Evah Azizah (MAN Indramayu).

Dalam hal politik, beliau tidak memilih politik kekuasaan namun lebih memilih politik partisipatif. Suatu hari beliau kedatangan beberapa calon kepala desa untuk minta resto dan do’a pada beliau. 
Beliaupun mendo’akan dan merestui semua serta tidak memberikan dukungan lebih kepada salah satu calon.

Begitupula Kyai Kafrawi termasuk Kyai yang mempunyai kedekatan dengan berbagai partai politik. Beliau tidaklah fanatik terhadap salah satu partai, lebih hubungan baik dengan semua. 

Di dalam hal ilmu hikmah, Kyai Kafrawi tidaklah begitu masyhur, namun tidak sedikit masyarakat yang minta air do’a pada beliau. Dan beliau akan berkata, “saya tidak bisa apa-apa, hanya bisa mendo’akan”. 

Dalam hal yang tidak disukai, Kyai Kafrawi senantiasa tidak pernah mencela dan mencerca dalam hal yang tidak sependapat atau tidak disukai. 

Dalam hal memenuhi undangan masyarakat, beliau selalu mengupayakan untuk dapat memenuhi undangan masyarakat terlebih pada permasalahan fiqih terutama bab waris beliau sering sekali menyelasaikan permasalahan waris yang terjadi ditengah masyarakat hal ini juga berkesesuaian dengan tugas beliau Ketua MUI Kecamatan Sliyeg ketika itu.

Dalam hal kemasyarakatan, Kyai Kafrawi semasa beliau masih muda menjadi sekretaris pembangunan Masjid Jami’ Induk Sliyeg, dan pada tahun 1982 terjadi Pemekaran desa Sliyeg menjadi dua: Sliyeg Lor dan Sliyeg Kidul, terhitung dari tahun 1982-1994 masyarakat desa Sliyeg Kidul tidak mempunyai masjid dan kegiatan sholat juma’at mengikut ke Masjid induk yang berlokasi di Sliyeg Lor. 

Pada tahun 1994 muncul sebuah gagasan agar Sliyeg Kidul mempunyai masjid sendiri dan ternyata gagasan itu dijadikan program kerja pemerintah desa dan tampil sebagai ketua Pembangunannya adalah KH. Kafrawi.

Kaderisasi
Satu hal utama dalam Jam’iyah Nadhotul Ulama (NU) yang membutuhkan perhatian adalah terkait dengan kaderisasi, dalam kaderisasi dibutuhkan bantuan dan dukungan dari semua pihak untuk dapat merealisasikannya. 

KH. Kafrawi melakukan proses kaderisasi terfokus dalam beberapa hal; pada tahun 1966 beliau bersama, KH Nasuha Shofiyuddin, H. Yasin dan di dukung Kyai Mansyur Aqiel, KH. Yusuf dan tokoh lainnya mendirikan Madrasah yang diberi nama MTs al Wathoniyyah sebagai pusat pendidikan dan pengkaderan agama secara formal di Kecamatan Sliyeg, dan tercatat siswa pertama berjumlah 33 siswa yang datang dari desa sekitar Kecamatan Sliyeg. 

Tentunya sebagai suatu lembaga pendidikan terdapat banyak kekurangan yang perlu dicarikan jalan keluarnya, untuk itulah dalam rangka menjamin keberlangsungan lembaga ini KH. Kafrawi dan ulama lainya, bermaksud untuk Menjadikan Madrasah Al Wathoniyyah sebagai sekolah Madrasah Negeri. 

Madrasah al Wathoniyah ini pada tahun 1968 berganti nama menjadi MTs AIN (madrasah Tsanawiyah Agama Islam Negeri) kemudian berganti nama MMPN (Madrasah Menengah Negeri) tepatnya pada tahun 1978 Madrasah ini resmi menjadi MTsN Sliyeg diatas sebidang tanah yang diwakafkan atas nama H. Ikyas berlokasi tepat disamping kediaman KH. Kafrawi. 

Dalam upaya menjaga keberlangsungan MTs Wathoniyyah sampai menjadi sekolah MTsN Sliyeg, KH. Kafrawi tidak hanya berkontribusi tenaga dan pikiran juga beberapa sawah yang beliau miliki ikut digadaikan untuk menjamin keberlangsungan sekolah ini. 

Sejak awal “Madrasah Al Whatoniyyah” menjadi madrasah yang sangat diminati Masyarakat. Siswa pun berdatangan bukan hanya datang dari Kecamatan Sliyeg bahkan dari luar Kabupaten Indramayu; Sumedang, kuningan, Cirebon, ada juga sebagian dari Sumatera. 
Hal itu disebabkan, di Indramayu hanya ada 3 Madrasah, MTsN Wotbogor, MTsN Karang Ampel dan MTsN Sliyeg. Dan MTs Sliyeg merupakan MTsN paling luas daerah cakupannya. 

Saat itu pendidikan tertinggi di Indramayu baru pada level Madrasah Tsanawiyah dan belum ada sekolah Aliyah formal di Indramayu. Disinilah letak pentingnya Madrasah Wathoniyyah (MTsN Sliyeg) sebagai salah satu Madrasah pertama di Indramayu. Maka hampir dipastikan mayoritas yang berperan di, madrasah diniyah, pesantren, majelis ta’lim, organisasi keagamaan, juga sebagian alumninya menduduki jabatan stategis di Kemenag Kabupaten Indramayu. Maka dalam hal ini MTsN Sliyeg menjadi salah satu katalisator dan penggerak kegiatan keagamaan di Kabupaten Indramayu.dan Kyai Kafrawi adalah salah satu Pelopor dan Pendiri MTsN ini. 

Pada tahun Pada tahun 1982 Kyai Kafrawi membantu pendirikan MI Gupi dibawah asuhan KH. Nasukha Sofiuddin yang kemudian berubah menjadi MIN Sliyeg. Tidak hanya berhenti sampai disini, KH. Kafrawi pun memikirkan kelanjutan pendidikan MTsN Sliyeg. maka, pada tahun 1983 beliau bersama ulama lainnya mendirikan Madrasah Aliyah Al Hikmah yang berlokasi berdampingan dengan Masjid Induk Sliyeg dan beliau berdiri sebagai Ketua yayasan Al HIkmah.
Madrasah Aliyah al Hikmah hanya mampu bertahan sampai tahun 1996. Selain pengkaderan juga dilakukan melalui kegiatan non formal; pengajian rutin, jam’iyah serta Madrasah Diniyah.

Tutup Usia
KH. Kafrawi di usia senja telah meninggalkan Karya berupa lembaga pendidikan (MTsN), Yayasan (Aliyah al Hikmah), Majelis Ta’lim (Fathul Qulub), Madrasah Diniyah, mengawal Pendirian Masjid Induk dan Masjid Jami’ Rahmatul Ummah, kiprah di NU dan MUI, serta meninggalkan Putra-putra dengan pendidikan yang baik. Secara umum Beliau telah menoreh perjalanan hidup yang patut menjadi suritauladan bagai generasi selanjutnya. KH. Kafrawi tepat pada tanggal 26 Appril 2014, beliau tutup usia. semoga Allah Ta’ala menempatkannya pada derajat mulia. Amin.

Penulis : Rosidin
Sumber : Buku Jejak Ulama Nahdlatul Ulama Kab. Indramayu

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel